7

49 10 2
                                    

Lena terus bertanya kemana ia akan di bawa pergi. Sejak tadi Seno tetap bungkam tak menjawab pertanyaan yang di berikan Lena. Membiarkan Lena mencebikkan bibirnya menahan kesal untuk tidak berbuat kasar pada Seno. Bukannya tak bisa tapi ia tidak ingin terjadi kecelakaan dan membuat dirinya terluka. Sudah cukup kejadian tadi pagi yang lukanya saja belum mengering, masa harus ditambah lagi?

Lena tetap menampilkan wajah cemberutnya, ia sangat kesal kepada Seno, Lena ingin pergi ke taman, tapi Seno malah mengajaknya pergi entah kemana. Benar-benar dasar Seno, baru kenal saja sudah berani menculiknya.

"Jangan cemberut napa sih, Len?"

"Lo itu sebenarnya mau bawa gue kemana sih, ha?lo mau nyulik gue?"

"Ngapain juga nyulik lo?"

"Terus mau kemana?gue mau ke taman, bukan mau ngikut elo."

"Iya, ini juga mau ke taman."

"Heh, taman udah lewat dari tadi."

"Taman mana?"

"Itu tadi, samping SD."

"Lah, emang ada?nggak lihat gue, udah ikut aja!taman yang gue maksud lebih indah."

Lena kembali diam, tidak melanjutkan debatnya. Benar kata orang, debat sama orang pintar pasti tak ada habisnya, hanya mendapat tekanan batin memikirkan jawaban untuk membalasnya. Dia benar-benar menyerah melawan Seno yang selalu ada jawaban untuk menjawab ucapan Lena.

Matahari sudah mulai terbenam, menampilkan senja yang begitu indah untuk ditatapnya. Warna jingga terang membuat sang penikmat menarik senyumnya. Begitu bersyukur Tuhan telah menciptakan pemandangan begitu indah disantap oleh mata.

Ucapan Seno yang mengatakan bahwa mereka sudah sampai di tujuan membuat Lena mengalihkan mata ke arah taman yang di maksud Seno tadi. Dan Lena menyetujui ucapan Seno, tamannya benar-benar indah. Apalagi di lihat dengan senja dan juga bersama pasangannya. Eh, pasangan? sepertinya Lena salah membatin.

"Gimana?indahkan?"

"Iya, cantik banget."

"Kan udah gue bilang, ayok turun!"

Lena mengikuti ucapan Seno, turun, dan melangkah ke arah taman sambil melihat keramaian di sana. Banyak pengunjung yang sedang duduk atau menikmati senja bersama keluarga, pasangan, dan juga dengan sahabatnya.

Mata Lena terpaku, menatap pada keluarga yang kompak tertawa saat sang ayah mengeluarkan candaan. Seorang anak kecil tertawa lepas kemudian menghampiri sang ayah untuk dipeluk, diikuti sang ibu yang sebelumnya tersenyum hangat ke arah suami dan anaknya.

Lena tersenyum, dia juga pernah seperti gadis kecil itu. Dipeluk, tertawa, dan bersama keluarganya. Dia juga sama seperti gadis itu, tinggi sama, cantik juga, bahkan sepertinya umur gadis itu juga sama disaat Lena kecil dulu.

Ya, lena sedang membahas masa lalunya, berkumpul bersama keluarga, mengadakan piknik kecil di taman sambil menikmati senja, tertawa bersama, sama persis seperti yang dilakukan keluarga kecil itu.

Lamunan Lena dihancurkan dengan panggilan berulang kali oleh Seno. Seno khawatir, merasa takut terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Bagaimana tidak?Lena sedari tadi diam hanya tersenyum sendiri menatap pada satu titik, bahkan Lena tidak menepis tangan Seno yang dengan lancang menggandeng tangan Lena.

"Lo kenapa?"

"Ha?ah... enggak, enggak kenapa-napa?"

"Serius?"

"Serius kok, serius."

"Yaudah, ayok duduk sana."kata Seno menunjuk tempat kosong di sebelah kiri.

"Ah...iya."

Mereka berjalan menuju tempat yang ditunjuk Seno tadi, menghampiri tempat teduh untuk menikmati senja bersama pasangan lain.

"Lo tadi kenapa?"tanya Seno memulai percakapan.

"Enggak, nggak kenapa-napa kok."

"Kalau mau cerita, cerita aja!gue bakal dengerin."

Lena menoleh, merasa bingung menanggapi ucapan Seno barusan. Lena ingin menjawab, menceritakan semua keluh kesahnya, tapi ragu jika Seno akan memandang kasihan pada Lena.

🦇🦇🦇

Keduanya tetap hening, tak tahu bagaimana cara memecah hening diantara mereka. Sama-sama tersentak saat adzan maghrib berkumandang.

"Ayo sholat dulu."ajak Seno.

"Iya."

Keduanya beranjak, melangkah menuju masjid terdekat bersama. Mereka berjalan beriringan, masih seperti tadi, hening menyelimuti perjalanan mereka.

"Soal tadi, jangan terlalu dipikirin, gue ngerti kok, maaf ya?kalo gue lancang, padahal baru tadi pagi kita kenal."

Lena tersenyum mendengar permintaan maaf Seno. Lena juga berpikir, mereka baru kenal tadi pagi, tapi sudah merasa cocok satu sama lain. Rasa nyaman dan memiliki keadaan yang hampir sama membuat mereka bisa bersatu dengan cepatnya.

"Umm, sebenarnya gue mau cerita, tapi gue takut."

"Takut?apa yang ditakutin?"

"Elo."

"Gue?ha?kok gue?"

"Hahaha, iya elo."

"Kenapa gue?"

"Karena...gue takut kalo lo bakal natap beda ke gue."

"Ha?elo...elo takut gue jatuh cinta sama lo?"

Lena mendelikkan matanya, terkejut dengan jawaban Seno. Bagaimana bisa dia salah mengartikan ucapan Lena?ini yang salah Lena yang mengucapkan kalimat ambigu atau Seno yang terlalu cepat menyimpulkan? intinya keduanya saling bersalah.

"Bukan, bukan itu yang gue maksud, gue cuma nggak mau lo natap kasihan ke gue setelah dengerin cerita hidup gue yang cukup miris."

"Hmm?maksudnya?miris kenapa?"

"Ya gitu, miris."

"Bentar-bentar, ceritanya nanti aja, sholat dulu, ok?"

"Oh...ok-ok."

What is Life?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang