1

291 29 5
                                    

Pagi ini langit merasa sedih, tak ada satu pun senyum cerah seperti hari sebelumya. Terasa dingin dengan embun yang masih tersisa. Seakan mengerti suasana hati Lena yang sudah murung sejak keluar dari rumahnya. Bahkan sampai sekarang, ia yang sedang mengendarai motor matic sama sekali belum memunculkan senyum manisnya.

Pasalnya pagi tadi, saat ia sarapan, mama tirinya membuat dirinya tak selera makan lagi dan gara gara ibunya ia harus menahan kelaparan sampai nanti siang. Karena mamanya memberikan hukuman untuknya. Masalah sepele, tapi ia harus menjalani hukuman, ia tidak di berikan uang saku hanya karena pulang malam akibat mencari bahan tugas yang di berikan gurunya. Sedangkan Agatha -adik tiri Lena- di bebaskan pulang malam semaunya.

“Ck, kenapa sih hidup itu nggak adil?”tanya Lena pada dunia.
“Kenapa?”tanyanya lagi.

Dia diam setelah melontarkan pertanyaan yang tidak ada jawabannya. Lalu tersentak saat tetesan air mulai mengenainya. Dia membuka kaca helm dan menengadahkan kepalanya untuk mengukur seberapa derasnya hujan.

Rintik hujan mulai bertambah deras dia melajukan motornya ke sekolah. Entah dia yang sial atau orang yang ditabraknya yang benar-benar kurang ajar. Dia sudah hati-hati, walau kecepatannya lumayan, tapi dia sangat teliti. Dia tidak salah, pengendara di depannya yang salah, membelok kanan secara tiba-tiba, bahkan pengendara yang juga bernasib sama sepertinya membenarkan pembelaannya terhadap ibu-ibu yang tak mau di salahkan.

Lena melirik jam, matanya membulat saat mengerti dia akan terlambat.
“Haduh, gimana ini?”cemas Lena.
“Gimananya sih mbak?saya nggak salah, mbak sama masnya aja yang naiknya kebut-kebutan padahal tau kalau hujan.”sanggah ibu-ibu.
“Gini ya Bu, saya nggak keb-”

Ucapan cowok di sebelah Lena berhenti, diganti oleh suara Lena yang menyuruh cowok itu berhenti berdebat yang pasti membutuhkan waktu lama jika dilanjutkan. Ibu ibu di depan mereka tidak akan mengalah, akan tetap meladeni saat kedua anak muda yang tetap menyalahkannya.

Lena memilih meminta maaf kepada ibu yang akan mengeluarkan amarahnya. Seharusnya jika dilihat dari kejadian tadi yang salah jelas sang ibu-ibu itu. Tapi dari pada mengulur waktu, Lena lebih memilih mengalah.

Saat melihat Lena meminta maaf, cowok disampingnya menyerngit, tak terima ketika korban malah meminta maaf kepada pelaku, bukan sebaliknya. Dia mengelak permintaan maaf Lena yang ditunjukkan kepada ibu yang sudah membuat Lena dan cowok disampingnya terluka.

“Udah-udah, bahasnya nanti aja, udah mau terlambat nih.”potong Lena.
“Lah terus kenapa?duluan sana.”
“Lo anak SMA cendana kan?”
“Kok lo tau?”
“Udah itu nanti, ayo cepet.”suruh Lena sambil mendorong bahu cowok yang tak dikenalnya.

Lena mengikuti cowok tak dikenalnya menghampiri motor cowok itu. Bermaksud menumpang sampai sekolah karena Lena sudah tidak kuat untuk menyetir motor sendiri.

“Lah, lo ngapain?”tanya cowok itu bingung.
“Gue nebeng.”
“Motor lo kan nggak kenapa-napa.”
“Iya motor gue, badan gue nggak, udah cepet.”
“Iya-iya”
“Pak minta tolong ya, nitip motOOR WAAA.”kata Lena di akhiri pekikan keras.

🦇🦇🦇

Lena berteriak, meminta agar pengendara yang tengah memboncengnya untuk mengurangi laju kecepatan motornya. Sungguh disayangkan, suara Lena terendam oleh angin berhembus akibat lajunya.

“JANGAN NGEBUT.”teriak Lena.
“INI UDAH NGEBUT.”balas Seno.
“BUKAN BEGO”
“HAH?HAGO?”
“PELAN-PELAN WOI.”
“APAAN?NGGAK DENGER”
“TERSERAH LO, CAPEK GUE.”
“IYA, BENTAR LAGI NYAMPEK.”
“Hadeh, dasar budek”

Lena pusing dengan dirinya, sudah tahu lagi ngebut ditambah hujan yang sudah dipastikan mengalahkan teriakannya. Betapa begonya dia, ah...sudahlah yang harus dilakukannya sekarang ialah mengeratkan pegangannya dan berdoa semoga ia sampai sekolah dengan keadaan masih bernyawa.

Lena menghembuskan nafas lega setelah sampai di parkiran sekolah dengan selamat.

“Lo gila ya?lo mau buat gue mati muda ha?”
“Apasih?kan lo yang nyuruh cepet-cepet.”
“Tau ah, bye.”

Lena pergi tanpa mengucapkan terimakasih. Dia kesal dan sekarang masih mencoba menenangkan jantungnya yang berdegup karena acara kebut-kebutan tadi.

“Dih, dasar nggak punya terimakasih”
Seno heran, dia belum tau ada cewek kayak dia sebelumnya. Semua cewek seakan takluk padanya, walaupun ia tahu pasti ada maksud tersembunyi di baliknya. Dia sudah mengerti orang-orang mendekatinya pasti terdapat maksud terselubung. Seperti saat ini, dia baru sampai di kelas temannya sudah menyapanya dengan senyuman.

“Woi sen, baru dateng?”
“Yoi, kenapa?”
“Hehe, lo pasti udah ngerjain tugas pak Balya kan?”tanya Dimas.

Seperti yang di tebak Seno, sangat tepat, temannya menyapa hanya untuk tugas fisika di jam ke-3. Belum juga dia duduk, sudah ditodong dengan sapaan palsu. Benar-benar temannya itu, sangat tak tahu diri.

Kepala Seno sangat pusing, ditambah tangannya yang luka akibat terjatuh tadi. Memilih membuka tasnya mencari buku tugas fisika. Itu lebih baik, agar ia bisa segera pergi ke UKS untuk mengobati lukanya.

“Ya udahlah, yakali Seno belum?ya gak Sen?”jawab Zian sambil duduk di meja Seno.
“Nih.”
“Widih, gini nih, my bro.”serobot Gilang mengambil buku tugas Seno.
“Woi, gue duluan”
“Siapa cepat dia dapat.”
“Curang lo.”

Seno tak memikirkan lagi, dia berjalan menuju bangku Agatha yang menjadi sekretaris di kelasnya. Menitipkan izin kepada Agatha jika ada guru yang mengabsen.

“Ta, nanti izinin gue ya?”izin Seno ke Agatha.
“Mau kemana Sen?”
“UKS, pusing.”
“Eh, Seno pusing?mau aku anterin?nanti pingsan di jalan lagi?”
“Nggak usah!sendiri aja.”
“Beneran nggak papa?”
“Iya, beneran.”

What is Life?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang