Bab 2 - Kegilaan yang Gagal

2 3 0
                                    

"Kamu lagi yang buat ulah?"

Ku mendongakkan kepalaku ketika ku dengar suara arogan menyapaku. Ku lirik tajam cowok sook cool dihadapanku ini dengan malas. "Bukan aku, dia dulu yang mulai."

"Ouh, apakah bibirmu sakit Icha, kurasa rasanya bakalan sangat perih untuk makan nanti." Katanya seolah-olah tak mempedulikanku.

"Segitu transparan kah aku sampai tak terlihat?" Gumamku sebal.

"Oh? Ada Kaureen Pramudita lagi disini? Bagaimana? Apa hukuman yang kau inginkan kali ini?" Katanya santai seolah-olah beberapa detik yang lalu tak terjadi apa-apa.

"Hukuman? Untukku maksud kakak?"

"Iya. Untukmu. Lihat, kau membuat bibir Icha berdarah Kaureen, apakah ini tak membuatmu berpikir bahwa kau bakalan mendapat hukuman?"

"Cih! Dia duluan yang mulai."

"Dan kamu menyakitinya." Sambung Kak Kafie cepat seolah-olah mengisyaratkan tak mau mendengarkan penjelasan dariku.

"Iya Kak Kafie, tadi si Kaureen tiba-tiba langsung tonjok mukaku. Aku kan kaget. Dia kira aku samsak kali yaa?" Sambung Icha dengan manja.

Ku putar bola mataku malas ketika mendengar suara manja Icha yang dibuat-buat. "Ouh, mau mual aku."

"Cewek bar-bar!" desis Icha.

Ku tatap Icha tajam. "Apa kau bilang?"

"Tidak, mungkin kau salah dengar." Kilah Icha cepat.

"Jangan mengelak. Kau mengatai ku cewek bar-bar hanya karena aku menonjokmu setelah kau diam-diam mengambil fotoku memegang vapor vape tanpa mengetahui hal sebenarnya. Lalu, apa sebutan yang pantas untukmu ketika kau mengencani 3 pria sekaligus dalam satu waktu. Kau pikir aku tak tahu itu?"

"Kau-—"

"Cukup. Berhenti adu mulut." Putus Kak Kafie dingin. "Kasus yang masuk disini adalah Kaureen menonjok muka Icha, dan Icha membalasnya dengan menarik rompi Kaureen hingga robek. Ini bukan soal samsak, vapor vape, atau mengencani 3 pria. Dan dilihat dari sini, kalian berdua mempunyai poin kesalahan masing-masing."

"Lalu?" Kataku cepat.

"Icha akan mendapatkan hukuman menulis 20 lembar surat permohonan maaf lepas dibawah pengawasan. Sedangkan Kaureen," Kak Kafie menghela napasnya sebelum akhirnya melanjutkan. "100 lembar surat permintaan maaf dibawah pengawasan ketat."

"Apa!? Yang benar saja?" Teriakku kencang dengan oktaf tertinggi memekikkan telinga.

Kak Kafie melihatku tanpa ekspresi lalu menundukkan wajahnya dengan telunjuk tangan menggosok kedua daun telinganya, sedangkan Icha melihatku sinis dengan tatapan kemenangan yang menyebalkan.

☆ ☆ ☆

"Argh! Gadis pencari perhatian itu benar-benar menyebalkan! Aku lagi kan yang kena banyak hukuman." Keluhku kesal.

"Sabar, kamu sih ngapain coba langsung tonjok dia. Dipinjam aja handphone-nya sebentar, cari tahu apa benar Icha foto kamu megang vapor vape. Kalau udah gini kan kamu sendiri yang ribet, Reen." Omel Laura bak seorang ibu dengan segala kewibawaannya.

"Nggak usah ngomel Laura. Noh, si Gege yang seharusnya diomelin. Ngapain juga minta aku bawain vapor vapenya padahal dia tahu bajuku nggak ada sakunya. Aish!"

"Tolak aja kalau kayak gitu." Kata Gege santai-—si cowok tegap dengan kegantengan diatas rata-rata yang rada sengklek.

"Tolak gimana? Orang kamu aja langsung lari."

"Ya maaf deh Reen, lagian aku juga nggak berpikir kalau Icha bakalan foto kau diam-diam."

"Harusnya kamu tahu Gege! Bukannya biasanya Icha selalu jebak dan bikin masalah biar bisa deket sama si Ketos Gila itu ya?" Sewotku kesal.

Gege terkekeh. "Hati-hati ngomongnya, kalau fans Kak Kafie dangar bukannya kau bakalan dikroyok, Reen."

"Tahu deh. Emang gila si Ketos itu. Yang lain hukumannya santai-santai, enak-enak nah setiap aku yang kena hukuman kenapa harus seberat itu. Gila kan? Perasaan suka banget deh jahilin aku. Benci banget deh aku sama dia."

"Benci bakalan jadi cinta, Reen. Hati-hati lho." Celetuk Laura santai.

Aku hanya mendengus kesal tanpa melanjutkan pembicaraan ini. Ku pikir, aku harus menghemat energiku untuk menjalani hukumanku nanti.

☆ ☆ ☆

"Kenapa aku harus duduk dikursi kebangaannya kakak? Nggak ada kursi lain emang?"

"Nggak mau? Berdiri aja kalau kayak gitu."

"Bukannya gitu Kak Kafie, ogah aja aku."

Kak Kafie menggeleng heran. "Biar kamu ngerasain bagaimana beratnya duduk di kursi itu ngadepin bocah kayak kamu setiap hari."

"Bukan bocah aku."

"Makanya berhentilah bersikap bocah biar aku tahu bagaimana dewasanya kamu."

"Aish! Menyebalkan. Mana kertasnya?"

"Ambil di laci, bawah sendiri. Bolpoinnya pake yang diatas meja itu."

"Nggak mau buka laci orang aku."

"Nggak usah manja, ambil aja."

"Tiba-tiba nongol pacarnya kakak kan horror tuh. Siapa tahu kakak sembunyian cewek disini."

"Ngelawak kamu?" Kata Kak Kafie sambil berjalan mendekat, menaruh setumpuk map kuning dimeja dan mengambil kertas hvs untukku. "Jangan bikin ulah kalau nggak mau dapat hukuman." Lanjutnya sambil meletakkan setumpuk hvs tepat dipanguanku.

"Bentar," kataku sambil menarik ujung bajunya untuk menahannya sebentar. Kak Kafie hanya menaikkan kedua aliasnya tanpa berbicara. "Kakak sudah dengar bukan rencana Mama Bunda? Bukankah kita harus memikirkan cara menolaknya?"

"Jangan konyol. Nggak usah mikirin itu dulu. Mengacaukannya? Bakalan menguras energi dan nggak bakalan semudah itu." Kata Kak Kafie sambil menghentakkan tanganku agar melepas ujung bajunya.

Aku hanya bisa mendengus kesal melihat kecuekannya. "Konyol. Ya kali aku harus sekandang sama singa itu." Gumamku lirih.

"Nggak usah ngedumel, aku denger. Ohya, yang mengawasimu orang lain. Seharusnya sudah datang sih, terlambat deh kayaknya dia."

"Ohya? Siapa? Cowok?"

"Oh? Itu dateng." Kata Kak Kafie yang membuatku langsung melotot kaget.

"Icha?! Kenapa harus dia?!" Teriakku tak terima.

"Diamlah. Jangan teriak-teriak. Aku rapat dulu, di ruang rapat aku bisa lihat dengan jelas apa yang kalian lakukan. Jangan sampai tengkar dan mengacaukan ruanganku." Ucap Kak Kafie lalu berjalan menjauh dari ku dan Icha.

Setengah kesal ku buka tutup bolpoin dan menulis secapat yang ku bisa tanpa mempedulikan Icha juga omongannya yang tidak bermanfaat.

"Ouh kasihan, banyak juga yang harus ditulis. Ku pikir, Kak Kafie sangat hebat bisa membedakan mana gadis jujur dan gadis bodoh."

"Aist! Ketos Gila itu! Aku akan membalasnya!" Keluhku sambil bolpoin terus menari diatas kertas hvs putih bersih itu.

Sungguh, siang ini aku benar-benar kesal dengan tingkah Kak Kafie. Ough, kenapa sekolah membuat kebijakan seperti ini? Tidak sayang kah kertas segini banyaknya hanya digunakan untuk ucapan maaf? Kenapa nggak di fotocopy saja sih?

☆ ☆ ☆

22 : 41
Magelang, 2 April 2021

Jangan lupa like dan commennya yaa! ^^

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kaureen's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang