The night we met

9 0 0
                                    

Leanna's pov

Suasana kota saat malam hari mengingatkan ku pada masa itu, masa dimana aku merasakan bahagia, merasa hangat ditengah keluargaku yang masih lengkap itu, canda gurau ayah sepanjang perjalanan seolah masih terngiang-ngiang di benakku.

Rasanya baru kemarin aku jalan-jalan bersama ayah, bunda, dan abang. Mengelilingi kota saat malam hari dan mencari kulineran pinggir jalan adalah suatu kebiasaan bagi kami sekeluarga. Tak lupa es krim untukku.

Setiap malam sebelum ayah pulang kerja, aku selalu menitip sesuatu, entah es krim, ataupun minuman dingin. Dan ayah tak pernah melupakan titipanku itu. Kalaupun ayah tidak membawa, Ayah selalu mengajakku keluar dan mencari jajanan.

" Ayo Lea, jalan-jalan sama ayah" ujar beliau setelah mandi dan berpakaian rapih. Aku pun bersemangat dan kami keluar.

Ayah memiliki kebiasaan setiap pulang kerja selalu mandi dan pakai baju santai, tak lupa dengan parfum dan rambut yang rapih, seakan mau keluar rumah.

Namun semua itu berubah drastis, saat ayah telah dipanggil Tuhan beberapa bulan yang lalu di Rumah sakit. Ayah meninggal karna terkena beberapa penyakit. Itu semua terjadi begitu saja tanpa ada ucapan selamat tinggal, tidak ada yang menyangka secepat itu ayah meninggalkan kami. Aku yang masih berusia 16 tahun, cukup kaget, rasanya aku tak sanggup melanjutkan hidup tampa ayah. Tapi Tuhan telah memelihara kami.

Upacara pemakaman, dan rangkaian acara kematian telah berlalu dengan penyertaan Tuhan, kami tidak pernah kekurangan, semuanya dicukupi. Apa yang sebelumnya kami khawatirkan semuanya di jawab dengan pertolongan Tuhan yang luar biasa.

...

Aku hanyut dalam pikiranku, saat ini aku ingin menenangkan pikiranku, sendirian di taman kota tanpa ada yang mengganggu ku. Aku duduk di salah satu bangku taman.

Aku menghela nafas panjang dan membuangnya kasar. Aku berusaha menahan air mata yang sudah membendung, namun nihil itu semua menetes membasahi pipiku. Aku mulai terisak, bahuku bergetar hebat.

" Yah, semuanya berubah yah. Bunda udah ngga sekuat dulu, bunda sakit yah. Abang juga harus kerja untuk kebutuhan keluarga. Lea ngga mau jadi beban buat abang yah, Lea tau Lea harus bisa menerima kenyataan, tapi Lea pengen istirahat, pengen peluk ayah . . ." itulah yang ingin kukatan pada ayah.

aku terus terisak tanpa henti, hingga seseorang menepuk bahuku. Membuatku terdiam dan mematung, aku takut.

" hey, lo gapapa?" tanyanya di sebelahku, suaranya yang berat dan lembut membuatku berhenti menangis dan sesegera mungkin membersihkan wajahku dari air mata. Aku tau saat ini kondisi wajahku sangat kacau, tapi Hey siapa peduli itu?!.

" gapapa" jawabku tersenyum menghadapnya dan bangkit berdiri.  Lelaki itu mengerutkan alisnya penuh intimidasi. Secepat mungkin ia mencekal tanganku, aku berbalik dan menatap matanya dengan ekspresi kesal.

" lo serius?" tanya nya sekali lagi, aku mengangguk mantap dan berusaha melepas tanganku namun ia masih tak mau melepaskannya.

" huft, gue baik-baik aja, dan tolong lepasin tangan gue" jelasku dengan sedikit emosi, sungguh aku sedang tidak ingin diganggu, namun apa? justru malah ada lelaki yang ingin tahu tentangku.

" ngga sampai lo ngga sedih lagi" ujarnya, aku melotot kaget. Hell! memangnya dia siapa, iya okay. mungkin tangisanku terlihat sangat amat jelas. Tapu dia sama sekali tidak ada urusannya denganku.

" sorry, gue lagi gamau diganggu" ujarku kemudian menarik kasar tanganku hingga terlepas dari genggamannya.

" gue Ken, gue bakal disini, dan gue siap dengerin apapun keluh kesah lo" ujarnya setengah berteriak karena aku yang sudah berjalan mendahului nya. Aku terdiam sejenak dan melanjutkan jalanku.

pria aneh, apa untungnya ia berbicara dengan orang yang sama sekali tidak ia kenal, bahkan menawarkan diri sebagai tempat curhat.

aku terus berjalan, aku merasakan mataku sangat berat, mungkin karna terlalu banyak air mata yang aku keluarkan tadi hingga mataku sedikit membengkak.

.

aku memasuki rumahku, dan menuju kamar bunda melihat apakah bunda sudah terlelap. Terlihat dari ambang pintu bahwa bunda sudah terlelap, aku merasa tenang. Menutup perlahan pintu kamar bunda dan berjalan menuju kamarku di lantai atas.

" dek, dari mana lo?" tanya abang yang  baru saja keluar dari kamar, mungkin sadar akan kedatanganku.

" kok mata lo bengkak gitu sih, lo abis nangis?" tanyanya khawatir dan menamatiku, memutar-mutar tubuhku mencari adanya luka atau tanda-tanda kejahatan. Namun nihil, aku baik-baik saja, hanya mataku yang bengkak akibat terlalu lama menangis.

" Lea gapapa bang, udah sana abang istirahat. Capek kan abis kerja" ujarku mendorong masuk abang kekamarnya.

" yaudah, Lea istirahat ya, cuci muka dulu, kalo Lea sedih cerita sama abang, jangan dipendem sendiri. Abang ngga suka!" ujar abang lembut, aku tersenyum dan mencium pipi abang.

" iya abang, oke bye. Good night !" ujarku, kemudian pergi kekamar dan menutup pintu.

aku segera membersihkan diriku, setelah itu aku berdoa, kamudian aku langsung terlelap tanpa perlu bersusah payah untuk tidur.

...

Support SystemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang