Part 7

3.3K 665 286
                                    







Comeback dengan Lief nih setelah hiatus beberapa waktu. Gimana kabarnya? Semoga kalian gak bosen nungguin update an yaak. Tapi seneng banget udah balik update! Thank you for your patience🌻

 Tapi seneng banget udah balik update! Thank you for your patience🌻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Voter ke berapa nih?








Evanna sebenar-benarnya bukanlah gadis penakut. Tetapi jatuh terperosok jurang, kepala terbentur dan mati kedinginan di bawah suhu lima derajat selsius bukanlah sebuah hal yang baik. Ia bisa merasakan tubuhnya menggigil ketika jaraknya tidak cukup jauh dari Aiden—semoga ia tidak salah mengingat nama pria yang tengah berbincang santai dengan Lief saat ini. Mengingat jika Lief berkata mungkin hawa keberadaannya secara perlahan mungkin akan disadari, Evanna semakin cemas menggigiti ujung kukunya.

"Kenapa kau senang sekali berada di sana?" nada pertanyaan Aiden seakan menyayangkan hal itu, atau lebih tepatnya mengeluh kenapa Lief gemar melakukannya.

"Gon senang berada di sana." Lief sesekali melirik Evanna untuk memastikan. "Kau sekali-sekali harus tidur siang di bawah segerombol buah anggur. Rasanya menenangkan."

"Lebih baik aku tidur di bawah langit dari pada mendekam di pohon Dyonisus."

Lief tahu Aiden hanya tidak menyukai ruang tertutup. Sementara Evanna mendongak ke arah langit setelah mereka berjalan cukup jauh. Ada sebuah prisma besar yang melayang di sana. Terlihat samar seolah tertutup oleh awan berwarna ungu muda yang lembut. Evanna bisa bilang jika suasana Ethereal terasa semakin manis. Seperti cerita dongeng yang pernah ia dengar dari nenek kala berumur tujuh tahun.

"Kau melewatkan pertandingan itu begitu saja." Aiden nampak menyayangkan posisi Lief yang mendadak tergeser, "Aku kesal melihat wajah Liam begitu sombong saat kau tidak ada di sana."

Lief hanya tertawa tipis, sudut matanya memastikan jika Evanna masih tetap berjalan di sampingnya. Menarik sudut bibirnya, sebelum akhirnya menimpali percakapan-percakapan Aiden seperti ia tidak khawatir tengah menyembunyikan apapun.

"Sejak dulu aku memang tidak terlalu suka dengan konsep menjinakkan Chimera, Aiden. Memangnya apa bagusnya berlarian hanya untuk mencabut helaian surai singa lalu terancam dengan ekor belatinya."

Aiden tertawa, menepuk pundak Lief dan menggeleng, "Kau tidak akan mati."

"Tapi aku tidak suka rasa sakit."

Aiden lalu menjingkatkan pundaknya. Itu bukan pendapat yang salah. Tetapi kegiatan seperti menyerahkan diri pada hewan penjaga sepertinya ide yang menyenangkan untuk bersenang-senang. Setidaknya bagi penonton. Sementara Evanna seakan tidak mempercayai apa yang ia dengar. Pertandingan? Wow seberapa susah sekali kenyataan tentang kematian yang ia pahami selama ini? Malaikat maut bertanding mencabuti bulu? Diam-diam Evanna merasa itu sedikit lucu.

Ada sebuah bangunan di depan mata Evanna. Berukuran tidak terlalu besar dan sangat berbeda dengan bangunan samar yang terlihat megah ketika ia pertama sampai di sini. Ada empat buah lampu gantung berbentuk seperti tetesan air pada terasnya. Dua pilar besarnya berwarna emas, ukiran temboknya seperti daun yang menyulur berwarna perak. Evanna jelas tidak bisa menampik jika ini adalah bangunan yang mewah. Beberapa malaikat maut nampak keluar masuk, dan sejenak Evanna melihat dari celah pintu sebelum tertutup, di dalam sana sepertinya hangat.

String of SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang