Malam begitu tenang mengiringi keindahan suasana rumah di malam hari, sayup-sayup terdengar suara serangga memecah keheningan malam, sesekali suara burung malam terbang penuh harapan. Udara terasa dingin menyegarkan. Langit cerah dihiasi bintang-bintang bertebaran menemani gagahnya raja malam yang bersinar terang menebar cahaya berkilauan.
Oh Tuhan betapa malam ini penuh dengan kebahagiaan, jiwa-jiwa yang kelelahan terlelap dalam tidur malam, sementara beberapa jiwa nampak terbangun, duduk mengadu kepada Tuhan pencipta seluruh alam. Terdiam dalam indahnya sebuah malam.
Kenapa malam begitu damai? Malam tau sekali perasaannya kali ini. Saat jatuh cinta, san selalu mengadu pada sang malam.
apa boleh aku jatuh cinta?
Sesaat mungkin san akan merasakan kegembiraan, sedikit ada rasa rindu, kadang cemas, bahkan takut jika ternyata cintanya tak seperti cinta yang san inginkan. Kemudian san pun tau, ternyata ada rasa kecewa, cemburu dan juga kesedihan saat jatuh cinta.
San diam-diam mencintai semua perlakuan yang diberikan terhadapnya. tepatnya sejak pertama kali mereka berkenalan satu tahun lalu. Dan ia pun pernah terlalu bangga mengabaikan setiap pesannya yang hanya sekedar menanyakan kabar, seolah ia tidak akan pernah membutuhkannya. San pikir tak apa, toh mereka memang belum pernah bertemu secara langsung dan san tak tahu dia sebaik apa. Lalu akhirnya ia malah terbiasa dengan pertanyaannya.
"Boleh ku telepon sekarang?"
Jujur saja, dari sekian banyak perkenalan pertama sebelum dengannya, san tidak pernah tertarik pada pria yang setelah mengucapkan salam lalu tiba-tiba saja meminta untuk bertukar nomor kontak. Tidak pernah sekali pun ia menyukai perkenalan seperti itu. Tapi entah bagaimana, pada pria satu ini san bisa baik-baik saja memberinya kabar saat dia bertanya, mengiyakan saat dia bilang ingin mendengar suaranya, bahkan ketika ia sangat penasaran dengan film Sicario, ia pun kirimkan jadwal tayangnya agar dia bisa menentukan sendiri waktu untuk menontonnya bersama san
“Hai, apa kabar?”
Ingin rasanya san menyapa lelaki disebrang sana dengan cara yang jauh lebih menyenangkan. Tapi disaat bersamaan lidah kelu tidak bisa lagi terhindarkan. Ya ada sejuta keinginan bila san tetap bisa bersikap wajar. Namun detak jantung yang berdegup membuat semua kata yang telah terangkai gugur begitu saja seolah tidak tersisa.
Kepalanya kembali memutar memori. Di antara beberapa orang yang pernah mengisi, jujur hanya dia sosok yang paling san ingini.
Song mingi adalah sosok yang paling san ingini. Tentu ia bukanlah orang pertama yang pernah singgah dan menghadirkan rasa. Tapi sejauh ingatannya hanya pada diri mingilah san pernah merasa begitu jatuh dalam pusaran cinta. Memang aneh rasanya jika ia harus menalar dengan logika. Bagaimana rasa untuknya bisa tercipta begitu sempurna."Selamat Malam, kucing kecil!" sapa mingi antusias dari sambungan telepon, san yang masih berkelana dalam pikirannya pun tak menghiraukan sapaan mingi barusan. Ada rasa sedih yang tersirat di balik nada suara lewat telepon genggam itu. Menanyakan kabarnya. Suara yang sudah lama tidak san dengar secara langsung. Suara dari seseorang yang berpengaruh dihidupnya.
Tentu tidak ada yang patut dipersalahkan, termasuk mingi dan keadaan. Sementara san pun hanya bisa menerima segala penentuan memanggul rasa yang tidak pernah ia undang. Pernah pula san merasa kecewa, karena merasa sakit menanggung cinta yang tidak bersambut. Tapi seiring berjalannya waktu ia pun mulai bisa menerima bahwa hal tersebut pernah dialami oleh semua manusia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twilight
Fanfictiontwo boys who met by telephone. So, will the universe support their relationship? bxb