8.56 pagi. Rumah yang terletak di Jl. Pangandayan kompleks Gadjah Madha No. 27 masih terlihat sepi. Sunyi. Layaknya nggak ada kehidupan. Faktanya ada 5 makhluk hidup yang bernaung di bawah atap rumah tersebut. 4 nya masih tidur pulas, 1 nya mondar-mandir kesana kemari kelaperan, gara-gara pemiliknya masih bogans.Jadi gini, perut si bontot semalam bener-bener nggak bisa diajak kompromi. Tanpa banyak cencong yang ujung-ujungnya bakalan cekcok, Jihan langsung pergi menuju target tujuan, yap betul, si sulung, Jeno. Ga pakai assalamualaikum, ga pakai ketok, ga pakai pikir lagi, Jihan langsung nerobos masuk ke kamar Jeno.
"Bang, laper ga?" Dia langsung duduk di kasur yang punya kamar.
Hening. Nggak ada jawaban dari pihak kedua.
"Woi bang, ga laper apa?" Masih hening.
"Yaelah bang, serius amat." Kali ini sambil nyenggol kursi game tempat dimana Jeno yang lagi berkonsentrasi buat memenangkan game dengan headphone yang sedang bertengger di telinga-nya.
"ASTAGHFIRULLAH, BANGSATTTT. APAANSI JING?!" Latahnya awalannya udah bagus, akhirannya ga mengenakkan.
"Jang, jing, jang, jing. Gue bilangin mami lo ya?!"
"Jingga maksud gue. Noh liat langit." Sambil nunjuk ke jendela dimana langit sudah terlihat sangat gelap.
"Burem ya mata lo?" Jihan udah jengkel sama Jeno.
"Canda, anjir." Jihan makin tambah jengkel pas dengar jawaban Jeno.
"Lah lo ngelawak tadi??" Jeno mulai bangkit dari kursinya dan mulai menyeret Jihan untuk keluar dari daerah teritorialnya.
"BANGGG! ISHHH! GUE LAPERR!" Melas Jihan dengan muka tonjokable.
"YA MAKAN PE'A!" Jeno kalau udah adu mulut sama adeknya pasti nggak pernah nggak ngegas.
"TEMENIN!"
Muka Jeno langsung kek "what??" . Waktu itu jam udah nunjukkin pukul 11.30 malam. Mami sama papi so pasti udah terbang ke pulau khayalan. Tapi ini anak berdua malah beraktivitas selayaknya pukul 11.30 siang manusia normal. Kalau manusia absurd kayak mereka, jam segitu sih baru nyampai di pulau khayalan. Mereka berdua sekarang udah di dapur, udah siap dengan alat perang dan sebungkus indomie goreng dan sebungkus mie sedap goreng.
Jeno nggak suka indomie karena katanya "Apaan dah masa mie polos gitu doang, nggak ada krenyesnya." Iya, Jeno suka banget sama kriuknya mie sedap goreng. Beda sama si bontot "HEH, indomie shaming lo, jelas dimana-mana orang milih indomie lah tolol, nggak jelas lo."
Oke, cukup. Setelah selesai memasak dan melenyapkan masing-masing mie goreng yang tadi dimasak oleh Jihan, tenang kalau mie doang Jihan masih bisa kok. Jihan langsung cao pergi ke kamarnya. Terus Jeno? Ya nyuci piring lah. "Nggak ada suit-suit, tadi gue udah masak sekarang lo yang nyuci." Kata Jihan tadi sebelum pergi ke kamarnya yang dengan kurang ajarnya langsung meninggalkan Jeno yang terdiam di meja makan. Kalau mereka sedang di sebuah komik ataupun drama, pasti sudah ada temperatur darah yang terpampang jelas di atas kepala Jeno dengan tingkat ketinggian yang sudah mencapai max.
Yup, itulah alasan mereka belum bangun sampai jam sudah menunjukkan pukul 12.53 siang.
Sebenarnya, kalau saja Jihan nggak masuk ke kamar Jeno dengan kurang ajarnya meminta untuk ditemanin makan, Jeno sudah memberi makan Beol yang sedang kelaparan daritadi. Kalau saja. Tapi apa yang sudah terjadi semalam jadi membuat Jeno ikut-ikutan Jihan belum bisa pulang ke pulau realita.to be continued
jadii, kalian tim sapose nih? tim jeno apa jihan wkwk
cerita ini ga bakal gue bikin serius-serius amat, namanya juga slice of life sobat. tapi ntar bakal ada kok part yang bikin pusing 14 keliling. ^^
xo!
KAMU SEDANG MEMBACA
sibling's world ; lee jeno
FanfictionPut your finger down if you have an annoying but caring brother 🤘, and put your finger down if you have an akhlakless sister☝️. Have you ever imagine if you have Jeno as your brother? Check it out!