1

59 22 2
                                    

"Jika bukan karena disumpah mati oleh Cartrobe, aku pasti sudah lama pergi dari organisasi sampah ini."

━━━━━━ ◦ ❖ ◦ ━━━━━

Namanya Afra, entah sejak kapan ia mulai berani memperkenalkan diri dengan nama itu lagi. Ia sangat menikmati masa-masa sebagai seorang anak perempuan bernama Afra, hingga akhirnya iblis berwujud wanita itu datang ke dalam hidupnya.

Sering ia bertanya-tanya, tidak kepada yang hidup, tapi kepada yang mati seperti batu. Tidak bisakah aku menjadi batu saja? Hanya berdiam diri tanpa ada masalah, diinjak dan dilindas pun tak apa, tidak akan sakit jika aku adalah seonggok batu. Namun setelah melihat ada lelaki yang buang tinja di dekat batu, ia jadi berubah pikiran untuk menjadi kucing anggora saja. Nyatanya itu semua hanya sepotong kilasan absurd dari pikiran yang sedang mencoba menghiburnya. Memang, berkhayal itu merupakan harga paling mahal yang bisa dibeli dari otakmu. Tapi ia masih disini, berbaring di depan ruko kosong beralaskan selembar kardus yang ia ambil dari tempat pembuangan sampah. Kardus yang disebut-sebut tidak berguna itu adalah istananya.

"VIOLET!!!"

Violet yang sedang berbaring langsung terlonjak kaget ketika seseorang meneriakkan namanya. Rupanya Nugi, sahabat karibnya. Sepertinya Violet akan mendapat kabar buruk, dapat ia lihat dari raut wajah Nugi yang tidak menunjukkan secercah kebahagiaan sedikit pun. Nugi telah sampai di hadapannya, Violet hanya menunggu Nugi mengeluarkan suara, tak berniat bertanya kepadanya saat ini.

"Uang hasil mengamen kita dicuri oleh seseorang. Mampus, aku tidak tahu harus bilang apa kepada bos Danu. Kita pasti tidak akan diberi makan, atau lebih parah akan dipukuli." ucap Nugi dengan suara yang bergetar.

"Sudah, tak apa Nugi. Kita bisa membantu mencuci piring di warung bu Wati dan mendapatkan nasi kecap. Tapi aku lebih berharap dipukuli bos Danu sampai mati, sih."

Nugi melotot ketika mendengar kalimat terakhir Violet, "Hush, kamu ini kalo ngomong. ."

"Suka bener, kan? HAHAHA." Violet mencubit kecil pergelangan tangan Nugi sebelum melarikan diri darinya. Yang dicolek pun marah dan balik mengejar Violet untuk membalaskan cubitannya.

Mobil hitam yang terparkir tepat di depan ruko itu mengawasi gerak-gerik Violet dan Nugi. Sosok pria yang berpakaian serba hitam di dalamnya mengambil sebuah kamera, memfokuskan pemandangan ke arah gadis bernama Violet. Setelah gambar itu fokus, dia langsung buru-buru memotretnya dan melenggang pergi dengan mobilnya. Pria itu mengambil sebatang rokok, menyalakan cerutu dan menghisapnya. Dipandanginya foto Violet, ujung bibirnya terangkat dan tertawa kecil dengan nada meremehkan, "Huh, dasar pengemis mahal." Pria itu kembali melesatkan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Pria itu telah sampai di sebuah gedung megah berlantai 4 bertuliskan 'FETLICH', dengan langkah pasti, pria itu masuk dan segera menuju lantai teratas, menuju ruangan yang pintunya dilapisi besi, menempelkan sidik jarinya pada alat scan yang ada di samping pintu, dengan segera pintu itu terbuka dan menampakkan sosok pria yang sedang bersantai ria di tempat duduknya dengan segelas kopi di tangannya. Papan nama dari kayu bertuliskan 'Roger William' bertengger rapi di mejanya. Roger menyeruput sedikit kopinya dan menyuruh David masuk.

"Sangat menyenangkan bukan, bersantai disini sepanjang hari?" Roger yang baru naik pangkat itu menyombongkan dirinya.

"Bayangkan jika dirimu tak sengaja bepergian untuk membeli rokok, tapi malah menemukan harta karun yang langka, sangat menyenangkan, bukan?" sahut David tak kalah songong, dapat dilihat dari ekspresi Roger saat ini, dia terperanjak kaget.

"Kau menemukannya? Gadis itu?"

"Ya, sebuah batu biasa bagiku, namun harta karun untukmu, kan? Haha."

"Katakan padaku sekarang, David. Dimana Arfa?"

"Kau pikir mudah ya menyerahkan batu karun itu kepadamu begitu saja? Lagipula batu itu bukan bernama Arfa lagi sekarang." jawab David sambil menaruh foto Violet di dekat vas bunga.

"Kurang ajar, uang yang kuberikan padamu kemarin apa masih kurang? Aku bisa tambahkan lagi jika kau mau, dasar penjilat harta."

"Oh, santai bung Roger. Aku tidak menginginkan uangmu lagi, aku hanya minta kau menutupi identitasku dari Fetlich, dan juga pastikan keluargaku ada di bawah naungan pasukanmu."

Roger terlihat skeptis. Dia tidak menyangka kalau David akan mengeluarkan permintaan semacam itu. Bukankah sebuah kehormatan jika memiliki nama di Fetlich? Mengerahkan pasukannya untuk keluarga David? Roger sangat tidak mau akan hal itu.

"Memangnya semua hal itu sepadan dengan permintaanku? Kau meminta terlalu banyak, David." Roger akhirnya mengangkat suara.

"Aku tidak akan meminta banyak jika batu yang akan kuserahkan padamu itu tidak bernilai. Bukan hanya batu yang kuserahkan, tapi semua kelemahan dan asal muasal batu itu juga akan kuserahkan padamu. Pikirkan saja tawaranku ini, dan perlu kau ingat Roger, membunuhku tidak akan membuat harta karunmu sampai ke tanganmu."

David pergi meninggalkan ruangan Roger, dia tidak setenang permukaannya, jauh di lubuk paling dalam, David ketakutan setengah mati jika gertakannya tadi akan membawanya pada malapetaka. Namun, ia sangat percaya bahwa Roger akan menyetujuinya. Yang David pikirkan saat ini adalah anak dan istrinya, melakukan pekerjaan seperti ini sangat berbahaya, terlebih lagi sekarang Fetlich berada di bawah pimpinan Roger, mau tidak mau David harus menyembunyikan identitasnya sebagai anggota Fetlich.

Penelitian yang akan Roger lakukan menurutnya sangat tidak masuk akal dan membuang-buang waktu serta biaya. Jika tidak karena disumpah mati oleh Cartrobe, organisasi atasan Fetlich, pasti David sudah lama mengundurkan diri dari pekerjaannya sekarang. David memasuki mobilnya, menyesap sebatang rokok dan melesat pergi menuju rumahnya. Roger melihat David yang telah melenggang pergi melalui jendela dari ruangannya, seulas senyum yang tidak diketahui artinya terukir di wajahnya yang mulai menua. Ia kembali duduk menikmati kopinya sambil memandangi foto harta karunnya.

--------bersambung

FETLICHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang