Chapter 1: New York

1.3K 37 8
                                    

*Disclaimer*

Cerita ini adalah draft kasar yang saya tulis saat saya masih 15/16. Pada bulan Juni 2013, cerita ini dibeli oleh perusahaan penerbitan SOURCEBOOKS. Sejak saat itu, saya telah menulis ulang manuskrip ini untuk memperbaiki plot holes, menciptakan karakter yang realistis, dan menghapus kesalahan-kesalahan ejaan. Cerita yang telah direvisi sekarang bisa didapatkan di toko-toko buku.

Kalian bebas membaca karya pada masa ABG saya, tapi mohon dicatat bahwa versi yang telah diterbitkan dari cerita ini telah lebih disempurnakan. Saya menyarankan kalian langsung membaca versi terbaru dari buku ini. Versi yang telah diterbitkan memuat sekitar 50% materi baru yang belum pernah dibaca dan tidak akan dipos di Wattpad. Jika kalian ingin membeli buku ini, kalian bisa mencari tahu lewat profil saya.

***

Mengerikan bagaimana kematian dapat terwujud dalam satu momen sunyi, benar-benar tanpa disadari oleh seluruh dunia. Aku sedang berbaring di sofa, bergelung dalam selimut bagai kepompong dan mencoba mengontrol gigil yang mengaliri tubuhku. Begitu pagi berlalu, aku melayang antara sadar dan tidak, dan hal itu pasti terjadi di waktu tersebut, saat keluargaku menghilang dari keberadaan.

Saat aku tidak lagi bisa tidur, aku menarik keluar tanganku yang gemetar dari tempat berlindungku yang hangat dan menyambar remote; film kartun selalu membuatku merasa lebih baik. Channel berita berkedip-kedip di layar. Seorang reporter menyatakan dengan suara yang monoton bahwa Bill Howard yang terkenal—C.E.O Perusahaan Investasi Howard—telah tewas dalam sebuah kecelakaan mobil mematikan. Aku mengerjapkan mata, tiba-tiba merasa bingung. Reporter itu tidak serius, kan? Atau barangkali di luar sana ada Bill Howard lain yang bukan ayahku?

Setiap orang memiliki satu momen perubahan hidup. Hal itu membentuk dirimu menjadi seseorang dan mendorongmu menuju sebuah jalan sempit yang memimpinmu menjalani sisa hidupmu. Hal itu mendefinisikan dirimu. Terkadang kau bisa melihat hal itu datang dari jauh, tapi di saat yang lain, hal itu terjadi dalam hitungan detik. Seperti itulah momen itu datang padaku—satu kelebatan yang begitu cepat dan hidupku benar-benar tergelincir ke dalamnya.

Reporter itu lalu menjelaskan bahwa semua penumpang yang berada dalam mobil tersebut tewas. Namun, satu anak perempuannya tidak ada di sana, dan keberadaan anak itu saat ini belum diketahui. Satu anak perempuan yang dimaksud itu aku, kan?

Aku menatap TV tak percaya dalam horor yang tak terucap, merasa sulit sekali memahami apa pun yang telah diberitakan. Ada sebuah mug berisi cokelat panas di atas meja yang dibuat ayahku sebelum mereka pergi. Dia tidak mungkin tewas. Baru beberapa jam lalu dia mengaduk marshmallow di mugnya. Kepalaku terasa pusing sekali.

Layar TV kemudian berganti menjadi foto rongsokan mobil dan perutku serasa jungkir balik. Mobil itu sulit untuk dikenali—menabrak pohon begitu kencang sehingga membungkus sekeliling batang gemuknya—tapi aku tahu warna biru cerah Cadillac ibu. Itu adalah mobilnya, dan keluargaku tadi ada di dalamnya!

Perutku bereaksi sebelum aku sempat berbuat apa-apa, aku membungkuk ke sisi sofa dan memuntahkan sedikit cokelat panas yang sanggup kuteguk pagi tadi ke lantai kayu yang keras. Bagaimana bisa ibuku, wanita yang memegangi rambutku semalam saat aku menangis menatap toilet karena flu itu, tewas? Bagaimana dengan Lucy—belahan diriku? Apakah mungkin salah satu anak kembar tetap hidup sementara yang lainnya tidak?

***

Hari sudah malam ketika aku mendengar ketukan pelan para polisi di pintu depan. Aku belum pindah dari tempatku di sofa. Televisi pun masih menyala; seharian terus mengulang berita mengenai tewasnya Bill Howard. Aku tidak menyadari keadaan sekitar ketika syok mengambil alih tubuhku. Aku merasa seakan tergelincir ke dalam keadaan setengah tidur, tidak mampu merasakan apa-apa kecuali tubuhku yang mati rasa. Ada lebih banyak muntah di lantai, tapi aku masih tidak bisa menangis karena semua ini rasanya tidak nyata.

Para polisi itu membawa seorang wanita bersama mereka dan wanita itu perlahan masuk ke dalam apartemen. Matanya merah dan bengkak karena menangis dan suaranya adalah hal pertama yang bisa kupahami setelah berjam-jam.

“Hai, Jackie sayang,” ujarnya seraya berjongkok di sisiku. “Aku Katherine Walter.” Rambut emasnya lepek dan menempel di kepalanya. Samar, namanya terdengar tidak asing dan aku menatap kedua matanya. Dia tidak terlihat seperti seseorang yang pernah kutemui sebelumnya, tapi sesuatu tentang namanya terasa familiar.

Katherine Walter. Bukankah aku baru mendengar nama itu tadi pagi? Apakah wanita yang berdiri di depanku ini adalah sahabat lama ibuku? Katherine yang bersekolah di Hawks Boarding School—sekolahku dan saudariku—dengan ibuku bertahun-tahun lalu?

Perlahan-lahan ingatan mulai menerpaku—keras. Katherine Walter adalah orang yang akan ditemui oleh orangtuaku pagi ini saat mereka kecelakaan. Dia terbang dari Colorado untuk berkunjung.

Keluargaku meninggal dan wanita ini adalah buktinya. Aku bisa melihat kesakitan di matanya dan mendengar luka di suaranya. Ibuku pasti berarti untuknya. Aku tersedak, berusaha untuk menghirup udara, dan rasa sakit yang tajam menusuk perutku. Akhirnya, air mataku keluar.

“Shhh, sayang,” kata Katherine, membelai rambutku saat aku menangis. “Semua akan baik-baik saja. Aku akan mengurusmu.”

Dan dengan ini, dimulailah perjalananku jauh dari kota cantik yang kucintai. Jauh dari hutan semen yang selalu menawanku. Jauh dari rambu-rambu neon kelap-kelip dan suara lalu lintas yang menidurkanku. Jauh dari tempat belanja mahal, pertunjukan Broadway yang penuh warna dan restauran-restauran yang menawarkan berbagai makanan yang bisa kuimajinasikan. Dan jauh dari New York yang menyimpan kenangan masa kecilku, juga hatiku.

Aku menuju ke Colorado, ke peternakan dengan dua belas cowok tampan.

***

Catatan penting dari Author:

Cerita ini terinspirasi dari sebuah buku yang ditulis oleh Kate Brian. Versi terbit My Life with The Walter Boys akan sepenuhnya bebas dari kemiripan dari cerita tersebut.

Tolong jangan menuduhku mencuri cerita penulis Wattpad yang lain. Aku telah berbagi cerita ini di Quizilla.com pada bulan Maret 2009 sebelum Surviving the Mclane Boys dan kemudian di sini—di Wattpad—pada bulan Desember 2010 sebelum The Walker Boys, Riley and the Boys, atau cerita-cerita “boys” lainnya.

Peace and Cheers,

Ali

My Life with the Walter Boys (Indonesian version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang