27: Liontin

96 18 3
                                    

Yunita tersenyum kecil sambil mematikan televisi. Langkah kakinya lekas tersusun rapi ke arah pintu depan. Senyuman antusias di wajahnya terlihat jelas bahkan selagi pintu depan belum dapat ia lihat. Sejenak menyampirkan rambut sebahunya ke balik telinga, wanita itu lantas bertepuk tangan dua kali sambil mempercepat langkahnya.

"Masuk, Sayang. Jangan di depan terus, yuk."

Aksa menoleh ke belakang guna menatap Arunika yang sejak tadi ragu untuk masuk ke rumahnya. Senyumnya terbentuk. "Ayo?"

Rania dari halaman belakang yang tadi duduk santai menikmati akhir pekan pun terlihat muncul dari halaman samping. Binar di matanya berkedip jail. Akhirnya setelah beberapa bulan lewat sejak Aksa dengar Arunika menerimanya dengan komitmen, gadis itu dibawa Aksa bertamu ke kediaman mereka.

Yunita masih tersenyum gembira sambil mendekati Arunika dan Aksa. Sejenak sebelum ia sampai di sana, Arunika akhirnya tersenyum luwes sambil meminta tangannya untuk dicium.

"Nika, Tante."

"Iya, Sayang. Tante juga udah denger banyak banget cerita tentang kamu dari ini, nih." Yunita menunjuk singkat hidung Aksa. "Yuk, masuk."

Rania mendekati keramaian sambil menyimpan ponselnya ke saku celana. "Habis dari rumah sakit lanjut main ke Arkais, habis dari Arkais langsung ke sini, nih?" Ia mengedipkan sebelah matanya tahu soal rencana Aksa.

"Nggak, tadi ke rumah Nika dulu sebelum Asar, habis Asar baru lanjut ke sini," koreksi Aksa.

"Tante, ini tadi Nika dititipin Ibu buat bawain kue." Arunika mencoba mengambil posisi bicara sambil mengangkat paper bag di kedua tangannya. Ia lihat Yunita menerima benda tersebut dengan ramah, sebelum tangannya digandeng oleh Rania.

"Masuk, yuk, Kak."

Yunita mengangguk. "Ayo, ayo."

Aksa mengikuti langkah tiga perempuan itu dengan jarak yang agak dijaga untuk memastikan kenyamanan Arunika. Arunika yang bertemu dengan keluarganya, tapi malah dadanya yang berdebar. Aksa harap, reaksi Arkana pun tak jauh beda dengan Yunita.

"Ayo duduk, Nika."

"Bu, itu kuenya biar Rania pindahin ke piring."

Yunita memberikan kue bawaan Arunika kepada Rania, lantas ia duduk di salah satu sofa sambil kembali tersenyum. "Nika tadi ke rumah sakit?" mulainya membuka gerbang pembicaraan.

"Iya, Tante. Tadi waktunya hemodialisis," jawab Arunika.

Yunita memperhatikan kulit putih lawan bicaranya, hidungnya yang mungil, pipinya yang berisi, juga rambut ikal gadis itu yang kali ini digerai lepas. Sejenak kemudian Yunita menatap Aksa yang berdiri di balik sofa Arunika. Tatapannya menyendu sejenak mengingat dulu ketika Aksa pulang sambil tersenyum kecil meski badannya lemas karena sakit. Anaknya itu datang padanya, tersenyum ceria sambil meminta satu pelukan darinya. Dalam pelukan mereka, Aksa berbisik tentang Arunika yang akhirnya menerima anak sulungnya itu. Senyum pun terukir di bibir Yunita sembari mengusap lembut kepala Aksa.

"Ayah mana, Bu?" tanya Aksa.

"Tadi keluar sebentar buat ambil mobil di tempat servis. Sebentar lagi juga balik," jawab Yunita.

Senja untuk KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang