Sudah seminggu ia dirawat di rumah sakit. Masa pandemi Covid-19 yang menjadi trending topic di banyak media massa menjadikan Arunika benar-benar berdiam diri di dalam kamar, untuk cuci darah pun dilakukan di dalam kamar. Namun begitu, kadang kala ia masih diperbolehkan untuk duduk di halaman samping rumah sakit guna mendapatkan cahaya matahari pagi. Seminggu ke belakang adalah masa-masa pembiasaan diri Arunika untuk menginap di rumah sakit demi keselamatan mereka.
"Berarti belum ada banyak perubahan, ya, Dokter?"
"Belum. Ini masih dalam tahap pembentukan sel darah merah. Semoga dalam waktu tiga atau empat hari ke depan, Hb Arunika bisa kembali ke angka normal."
Aksa mengangguk sambil merapal doa yang sama di dalam hatinya. Tangan kanannya yang bersih digunakan untuk mengusap bahu Arunika.
"Pokoknya kalau kamu sesak napas, pusing banget, atau apa pun itu intinya keadaan kamu terasa nggak baik-baik aja, kamu bisa langsung panggil saya, ya." Dokter Fadil tersenyum di balik masker medis yang menutupi separuh wajahnya.
"Makasih banyak, Dokter." Arunika berkedip pelan.
"Sama-sama. Kalau begitu saya keluar duluan, ya."
"Iya, Dokter."
Wulan melanjutkan kegiatannya memotong buah-buahan. Diam, ia membiarkan Arunika dan Aksa untuk bicara berdua setelah sejak kemarin Aksa banyak sibuk mengurusi pekerjaannya.
"Sekarang kerjaan WFH semua," ucap Aksa sambil merapikan rambut Arunika. "Jadi, aku bisa temenin kamu 24 jam di rumah sakit terus."
"Kamu serius?"
Aksa mengangguk sebelum mengusap lembut bahu Arunika. "Nggak seneng, kalau aku nemenin kamu terus?" lirihnya.
"Senang, senang banget malah," jawab Arunika cepat. Kedua alisnya naik sejenak guna meyakinkan lawan bicaranya bahwa benar ia senang. "Aku tadi cuma kaget, kok."
Senyum Aksa terbentuk tipis. "Oh iya, kamu lagi pengin apa?"
"Hm?"
"Pengin makan sesuatu? Atau mau aku beliin sesuatu?"
Wulan mengupas buah naga merah sambil tersenyum kecil mendengar obrolan Arunika dan Aksa. Sejauh ini, ia benar-benar melihat sendiri bagaimana manis hubungan keluarga anaknya itu.
Arunika diam sejenak, kemudian menggeleng.
"Jangan disembunyiin kalau kamu lagi pengin sesuatu. Bilang aja, nanti aku beliin," ucap Aksa.
Arunika menggeleng lagi. "Aku lagi nggak pengin beli sesuatu."
"Jujur?" tanya Aksa yang lekas diangguki Arunika. "Kalau gitu penginnya apa?"
"Nggak ada."
Aksa mengernyit. "Kok, gitu?"
"Ya, terus gimana?" Senyum Arunika terukir kecil menatap wajah lawan bicaranya.
Aksa mendengus bingung, kemudian menoleh ketika Wulan datang. "Bu, ini Nika kenapa, ya? Selama hamil nggak banyak ngidam, nggak mau dibeliin apa gitu."
Wulan tak dapat menahan tawanya sembari membantu Arunika memakan buah-buahan. "Nika, serius nggak mau apa-apa?"
Arunika menelan buah yang ia kunyah, lantas menatap Aksa sedikit ragu. "Kalau penginnya ... nggak dibeliin sesuatu, gimana?"
Aksa menekuk wajahnya. "Ya udah, iya, terserah kamu."
"Kamu udah cuci muka sama tangan, tadi habis dari luar?"
"Udah. Kenapa?"
Wulan tersenyum lagi ketika melihat Arunika menarik tangan kanan Aksa untuk dicium. Dalam pandangannya, sosok Menantu tentu terlihat kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja untuk Kamu
Teen FictionSELESAI [Senja untuk Kamu] Pertemuan pertama terjadi begitu singkat, hanya sempat saling lihat tanpa sempat mendekat. Jika pertemuan pertama disebut kebetulan, pertemuan kedua pun Aksa sebut sebagai keinginan. Aksa meyakini satu hal, bahwa pada per...