Arc 1.1 - The Trail of Nightmare II

10 0 0
                                    

"Kau tahu Clive? Bunga ini bisa dimakan langsung lho, walau rasanya pahit. Itu akan membuatmu kenyang seharian." Gadis elf di depanku dengan senyumnya menjelaskan bunga yang sedari tadi ia tuding-tuding. Kelopak dan mahkota bunga itu berwarna hitam, dari penampilannya saja aku tidak percaya bahwa kau bisa memakannya.
"Cobalah—" Dia memetik kelopak bunga dan menjejalkannya langsung ke lidahku.

Aku tidak bisa menghindar karena gerakan tangannya yang begitu sigat memasukkan potongan kelopak bunga itu ke dalam mulutku. Begitu menyentuh lidah, rasa yang benar-benar tidak kusuka langsung meleleh disekujur lidahku.

Itu pahit sekali. Lebih pahit daripada memakan biji kopi mentah yang selalu kami lakukan saat peringatan hari ulang tahunku untuk upacara ritual.

"Aaggnnnggg— Aiiiihhhhrhr—"

Dia terlihat begitu senang melihatku menderita rasa pahit yang tak kunjung hilang. Bahkan tidak ada sungai di sekitar sini dan aku harus menahan rasa pahit ini sampai akhirnya menghilang setelah lima belas menit lebih.

Aku berjalan di belakangnya dengan wajah masam dan dia benar-benar tidak terlihat bersalah setelah melakukan itu padaku. Bahkan dia bersenandung seolah burung yang berkicau.

"Gila..." Aku bergumam dengan suara yang paling pelan yang bisa kukeluarkan.

Telinganya bergerak-gerak, lalu dia berbalik dan menyontakku dengan,

"Apa kau bilang—?!"

"Apa—!"
"Ah tidak—"

Mustahil dia mendengarnya. Bahkan aku yakin jika Ankelos[1] yang sedari tadi memakan biji di dahan pohon itu tidak akan bisa mendengarnya.

Dia terus melihatku dengan tatapan yang benar-benar mengganggu. Bahkan dia tidak segan mendekatkan wajahnya ke depan hidungku.

"Apa— kau terlalu dekat." Ucapku.

"Ehehehe~ Jangan-jangan kau menyukaiku, benar bukan?"

"Hah— Apa yang kau bicarakan tiba-tiba..." Aku menjawabnya dengan spontan. Aku membuka lebar mataku dan rasa cenat-cenut terasa di pipi diiringi dengan ritme jantung yang berdetak.

"Kau tidak bisa bohong lho—"

Dan dia terus memanfaatkan kata-katanya untuk menggodaku. Begitulah dia, memang dia tipikal gadis yang sangat senang melakukan hal seperti itu seolah dia menganggapku seperti adiknya sendiri, begitupun sebaliknya. Tapi, menyukainya?

Aku tidak bisa bohong kalau dia adalah gadis yang jelita, tetapi jika menyukainya aku tidak tahu mengenai hal itu. Gadis elf biasanya akan ditunangkan ketika mereka menginjak usia tiga belas tahun. Mungkin bagi dirinya tersisa empat tahun dan baginya empat tahun mungkin terasa sangat pendek dibandingkan dengan usianya yang bisa mencapai ratusan tahun.

Sedangkan, manusia mungkin hanya akan bisa bertahan setidaknya seratus tahun. Jika kami menikah—

Tidak, hal seperti itu tidak mungkin terjadi.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dan menyingkirkan pikiran-pikiran seperti itu.

Dia melihatku dengan heran, lalu dia memasang senyum tipis.

"Ya~ bagaimana lagi, aku begitu cantik, bahkan kau sampai tidak bisa melupakan pesonaku." dengan wajah penuh percaya diri dia bicara begitu.

Aku hanya menatapnya penuh keheranan akan darimana datangnya sikap over darinya itu.

"Kau tidak bisa berbohong, sekarang katakan kau menyukaiku—" dia semakin menekankan setiap kalimatnya yang cukup mengusik.

Aku bahkan baru sadar pipiku semakin panas dan terasa berdenyut tak karuan. Ini aneh, detak jantungku juga semakin tak karuan ketika terus berbicara dengannya. Ah sial— aku ingin segera pulang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sekai no GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang