Prolog

617 54 9
                                    

Juli. Bisa di bilang ini adalah bulan terdingin sepanjang tahun di kota Perth. Salju memang tidak turun deras di sini. Namun cuacanya yang dingin dan basah cukup untuk membuat orang orang lebih memilih rumah sebagai tempat mereka bersantai.

Namun hal itu tidak berlaku sama sekali bagi pemuda Korea berkulit tan  yang saat ini tengah menyesap cokelat panasnya di sudut ruangan sebuah kafe di tengah kota.

Minuman itu habis. Tidak aneh karena sudah satu jam ia menunggu kedatangan seseorang di sini.

Padahal orang yang ditunggunya audah mengabari akan datang terlambat, namun ia tetap datang sesuai rencana awal, tidak peduli jika ia harus menunggu lebih lama lagi dari ini.

Kring...

Pintu cafe terbuka menyenggol bel di atasnya , si pemuda di ujung ruangan memusatkan pandangannya pada pintu itu entah untuk yang ke berapa kalinya hari ini.

Namun bedanya kali ini, binar mulai muncul di matanya saat ia menyadari orang yang datang adalah seorang perempuan yang ia tunggu sedari tadi.

Tangannya terangkat, membuat orang di pintu menemukan keberadaannya dan langsung berjalan menghampiri tanpa banyak tingkah.

"Hey, Jeongwoo."

Si laki laki menahan napasnya. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ia mendengar perempuan ini memanggil namanya.

Ia akhirnya tersenyum kecil. "Duduklah, Jia."

Perempuan itu duduk di hadapannya, saat ini mereka hanya terpisah oleh meja kayu di antara mereka.

"Bagaimana kelasmu?"

Bibir Jia memicing, jelas sekali laki laki di hadapannya ini sedang berusaha menghilangkan hawa camggung di antara mereka.

Namun akhirnya ia tetap menjawab, "lancar saja. Kami mendapat nilai tertinggi untuk tugas kelompok."

Sebelah alis Jeongwoo terangkat begitu Jia melanjutkan, "yang kumaksud adalah aku dan Sam."

Mulut Jeongwoo terbuka, kata kata larangan dan segala kalimat posesif lainnya siap meluncur. Hanya saja semua itu tertahan begitu sesuatu dalam dirinya teringat bahwa perempuan ini bukan haknya lagi.

Jeongwoo tidak tahu saja bahwa Jia sengaja menyebut nama orang lain hanya untuk memancingnya.

Tolong marahi aku sekarang, cepatlah, batin Jia.

Namun tentu saja Jeongwoo tidak berkata apa apa, ia masih sadar diri. Ia tidak ingin Jia semakin membencinya hanya karena tetap mengekangnya bahkan ketika susah tidak ada hubungan apapun di antara mereka.

Selama beberapa saat selanjutnya tidak ada percakapan apapun di antara keduanya. Sampai seorang pelayan mengantarkan dua gelas cokelat panas pada meja mereka, Jia baru membuka mulutnya, "sudah sejak kapan kau di sini?"

Jeongwoo yang berpikir maksud Jia adalah kedatangannya di cafe ini karena melihat satu gelas kosong di atas meja menjawab, "sesuai rencana awal. Aku ingin menunggumu."

Jia mengangguk pelan, walau di dalam batinnya sudah memaki si laki laki tentang dirinya yang menunggu orang ini setahun lebih dengan perasaan yang hancur.

"Lalu? Sejak kapan kau kembali ke Perth?"

Jeongwoo menyunggingkan senyum kecil, ia menatap Jia dalam lalu menjawab, "sejak sekitar tiga bulan yang lalu."

Dahi Jia mengerut, ia lalu tertawa sinis dan bertanya, "bolehkah aku akhirnya mengatakan ini padamu?"

"Tentu. Apa saja."

Mata biru Jia memandangi segelas cokelat panas di tangannya, rasanya menghangat akibat emosi yang meluap luap dalam dirinya.

"Jeongwoo, sadarkah sudah berapa kali kau membuatku kesal dan kecewa selama ini?"

Back To December | Park JeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang