"Aku yang biasa dijadikan tempat bergantung oleh orang-orang yang menyayangiku. Bolehkah jika aku bersandar untuk sejenak pada orang lain karena aku terlalu lelah?" (Liera)
*****
Liera membuka mata ketika telinganya mendengar berbagai suara di sekitarnya. Mata Liera samar-samar melihat seorang pria yang dengan wajah dipenuhi amarah tampak memarahi bawahannya. Liera juga merasakan ada sebuah tangan yang memegang tangannya dengan erat dan dipenuhi kelembutan.
"Mengapa putriku tidak juga bangun?! Ini sudah 2 jam sejak dia tidak sadarkan diri! Aku benar-benar akan membunuhmu!"
Sring.
Terdengar suara desingan pedang yang meninggalkan sarungnya dan bersiap untuk memenggal kepala dua pria paruh baya yang tampak berlutut meminta ampunan dengan tubuh gemetar ketakutan. Liera yang menyaksikan itu merasa urgensi dan secara refleks mulutnya mengeluarkan satu kata yang membuatnya terkejut.
"Ayah..."
Suara lemah tak berdaya keluar dari mulut Liera, Liera yang mendengarnya merasa asing dengan suaranya sendiri.
"Silla!"
"Tuan Putri Silla!"
Kegaduhan seketika memenuhi ruangan tersebut. Liera menatap bingung orang-orang yang berada di sekitarnya. Liera tidak mengenal mereka, namun Liera merasa nama yang mereka sebutkan tidak asing lagi di pendengarannya.
"Silla?" Liera bergumam dengan wajahnya yang dipenuhi tanda tanya. Akan tetapi, suaranya masih bisa didengar oleh orang yang duduk di sampingnya yang sedari tadi memegang tangannya dengan erat.
"Silla, apakah kamu melupakan namamu sendiri?" Suara kaku itu menarik perhatian Liera sehingga dia menoleh ke sampingnya.
"Sebenarnya... siapa kalian? Di mana aku sekarang?" Liera mengeluarkan pertanyaan yang berada di benaknya. Tanpa disangka, pertanyannya membuat suasana di sekitarnya menjadi suram.
"Kau mengatakan bahwa adikku pingsan karena syok, tapi kenapa dia sampai mengalami amnesia? Apa kau sekarang sedang mempermainkan keluarga kerajaan?!" Suara rendah yang terdengar menusuk membuat pria paruh baya yang membawa peralatan kesehatan yang tampaknya seorang dokter dan pria paruh baya yang mengenakan jubah putih sambil membawa sebuah tongkat yang tampak seperti penyihir ketakutan untuk kedua kalinya.
"Ampuni hamba yang rendah ini, Yang Mulia Putra Mahkota Elias."
[ Elias dà Victoria, Putra Mahkota Kerajaan Victoria yang menyandang gelar master pedang termuda karena pada usianya yang masih 15 tahun dia sudah menjadi master pedang tingkat tertinggi dan sudah dapat menggunakan auranya. Dengan mata biru gelap dan surai peraknya yang seputih salju bercampur dengan aura berwarna emas yang menyilaukan mata seolah tak mengizinkan seorangpun untuk melihat sosoknya secara langsung. Aura emasnya yang setengah sempurna membuat orang terpana bahkan ketika mereka berada di ambang kematian. ]
[ Elias juga kakak laki-laki Ursilla satu-satunya yang menyayanginya walaupun sikapnya yang kaku. Sebagai kakak Ursilla, Elias ingin melindungi adiknya yang terlahir dengan tubuh lemah. Namun, ada saat-saat ketika Elias bahkan tak bisa berada di sisi Ursilla karena tugas-tugas yang harus dia kerjakan sebagai putra mahkota yang merupakan calon penerus raja. ]
Tiba-tiba deskripsi yang berada di novel Love to Ursilla terlintas di pikiran Liera. Liera menggelengkan kepalanya seolah tak percaya dengan apa yang dia lihat di depan matanya. Ranjang besar dengan kasur empuk yang disertai seprai bermotif yang terlihat mahal. Selimut tebal yang membungkusnya sehingga membuatnya tetap hangat. Lampu gantung besar yang mewah berada di tengah-tengah ruangan. Jendela besar dengan tirai berwarna biru muda dan masih banyak lagi barang-barang mewah yang berada di ruangan yang Liera duga sebagai kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Imperfect Second Male Lead
FantasiLove to Ursilla, novel yang ditulis oleh Liera dan berhasil didistribusikan sehingga menuai banyak keuntungan. Banyak pro dan kontra terjadi di antara pembaca mengenai pemeran utama di novelnya. Liera itu penulis yang suka sekali menyiksa pemeran ut...