Satu Hari, Tiga Lelaki

7.7K 290 6
                                    

"Tak ada masalah berarti. Kondisi ibu dan janin sehat."

"Tuh, kan. Apa kubilang." Kulemparkan tatapan tajam pada Om Lian setelah mendengar keterangan dokter.

Masih dengan ekspresi yang sama datarnya, dia hanya mangut-mangut.

"Omong-omong Mas sama Mbaknya pasangan muda, ya? Pengantin baru?" terka dokter wanita yang bisa kutaksir berusia setengah abad itu.

"Pasangan muda?" Aku tersenyum mencibir. "Cuma saya yang muda, Dok. Dia udah Om-Om!"

Om Lian menatap tajam seolah tak setuju dengan asumsiku.

"Lah, itu kenyataannya, kan? Umur kita selisih tujuh belas tahun!" tambahku.

"Umur bukan ukuran kenyamanan, Mbak. Selama saling cocok kenapa enggak? Saya sama suami juga beda lima belas tahun dan kita langgeng sampai punya anak-cucu," timpal Dokter bernama Ningsih itu.

Kuputar bola mata mendengar curhatannya.

Sementara Om Lian yang merasa dapat pembelaan, tersenyum penuh kemenangan.

"Kalau begitu kami permisi!" Sengaja kutekankan kalimat, lalu keluar lebih dulu meninggalkan keduanya.

Mentang-mentang habis cukuran dan pakai baju santai, lantas kita terlihat seumuran?

Dokter Ningsih tak tahu saja bagaimana setelan Om Lian kalau sudah mode busy. Aura Sugar Daddy-nya keluar aur-auran.

Astaga. Apa yang baru saja kupikirkan?

Sepertinya ini pengaruh hormon kehamilan.

"Kenapa pergi tiba-tiba, Lea? Kita, kan belum selesai," protes Om Lian setelah menyusulku ke parkiran.

"Emang mau apa lagi, sih, Om? Konsultasi masalah baiknya berhubungan saat tengah hamil muda?" cibirku yang berhasil membuat telinga Om Lian memerah.

"Ya Tuhan, Lea ... kapan kamu bisa menjaga kata-kata? Itu tak sopan." Kuputar bola mata mendengar ceramahnya.

"Ya, ya ... maaf. Kalau begitu kita pisah di sini saja. Aku yakin Om pasti masih banyak urusan. Biasalah. Pengacara Kondang. Tadi aja nggak terhitung berapa banyak Bu-Buibu hamil yang berebut minta foto. Terkenalnya udah ngalahin artis yang sering wara-wiri di TV."

"Lea!" Sorot mata Om Lian berubah serius. "Setelah satu tahun tak bertemu, saya datang bukan untuk mendengar cibiranmu."

Aku menghela napas.

"Ya, maaf. Aku pulang, bye!"

"Tunggu!" Om Lian menarik pergelangan tanganku.

"Apa lagi, sih?" Aku mengacak rambut frustrasi.

"Jaga kesehatan. Dua hari lagi saya dan Mbak Lidia akan datang menemui tantemu untuk melamar. Pastikan hari itu kamu ada di
sana!"

"Ya, ya ... eh, tunggu! Kenapa harus sama Nenek Lampir itu, sih, Om?" protesku.

"Papa sibuk. Dan ingat Lea! Seburuk apa pun dia di matamu, Mbak Lidia tetap kakak kandung saya."

Ya, itulah fakta mengerikannya. Nenek Lampir itu terikat darah denganmu.

***

Tiba di kosan aku melihat sebuah moge sudah terparkir di depan gerbang. Dilihat dari plat nomber dan stiker yang tertera di bemper depan, tanpa bertanya aku sudah tahu siapa pemiliknya.

Sial, dari mana dia tahu alamat kosanku?

Bagaimana bisa hanya dalam satu hari aku terlibat dengan tiga orang lelaki sekaligus?

Dengan lesu, kuseret langkah masuk ke dalam. Menuju kamar kosan yang terletak di lantai dasar. Terdiri dari dua kamar. Sebenarnya sebelumnya tiga, cuma yang satu dihubungkan dengan kamarku hingga jadilah kamar kosan terluas yang dihuni sekarang.

Pemuda dengan setelan kekinian dan potongan rambut Curtains bak Boyband Korea itu bangkit dari kursi dan langsung menghadang jalanku.

"Sumpah tega kamu, Lea! Dua hari ini aku kesetanan cari-cari kamu setelah nomber di-block tanpa kepastian. Setidaknya kasih alasan yang masuk akal, kek. Jangan main ngilang-ngilang aja kayak orang punya utang!"

"Vin, aku ...."

"Mau taro di mana muka aku kalau orang-orang tahu pacarku ternyata Sugar Baby Papa dan Om-ku yang akhirnya jadi bibiku. Ya Gusti ...," potong Kevin sembari mengacak rambut frustrasi.

Aku hanya bisa tersenyum getir menanggapinya.

Itu belum seberapa, Vin. Mungkin kamu akan lebih terkejut saat tahu pacarmu ternyata saudara tirimu.

.

.

.

Bersambung.

Nih cerbung kalau dibikin FTV Ikan Tongkol mungkin udah dapet beberapa judul 🤣

GADIS PELIHARAAN SUGAR DADDY (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang