I am just getting old, but I don't think I am an adult yet. Dewasa bukan angka, dan angka tidak bisa sebagai tolok ukur kedewasaan. Tulis seorang gadis berambut sebahu itu di dalam buku diary nya. Si gadis itu, memang sangat konservatif. Dirinya lebih senang menulis daripada mengetik. Pernah suatu ketika, dirinya bahkan diejek oleh sahabatnya sendiri karena masih menulis di buku diary.
Oh iya, berbicara tentang dewasa, bahkan definisi dewasa saja terlalu kompleks untuk dijelaskan. Setiap orang mendefinisikan dewasa dengan berbeda, sesuai perspektif mereka. Kalau saja, ada arti dewasa yang bisa dipahami dengan hanya satu makna.
Dia, si gadis berambut sebahu berkulit seputih susu itu, sering kali di cap kekanak-kanakan. Padahal belum tentu image yang ditunjukkan diluar sama dengan pola pikir si gadis itu bukan?
Menjadi yang sama-sama bungsu, membuat Winda maupun Chandra masih memiliki sifat yang sama-sama manja, tidak mau kalah, dan "polos". Latar belakang keluarga keduanya hampir mirip, sama-sama keluarga berada.
Ayah Winda salah seorang pengusaha properti, Bundanya ibu rumah tangga. Papanya Chandra pun seorang pengusaha, bergerak di bidang tekstil. Mamanya wanita karir, memiliki butik yang tersebar di penjuru kota Semarang.
Karena sedari kecil sudah biasa di anak kecilkan, image "kekanak-kanakan" sulit sekali hilang. Padahal dari segi manapun, Winda itu bukan manja yang suka menghambur-hamburkan uang atau minta sesuatu harus dituruti. Manjanya Winda lebih ke arah clingy gitu, suka di sayang-sayang dipeluk-peluk sama Ayah Bundanya. Ia bahkan sudah membuktikan bahwa sebenernya tidaklah sulit hidup berjauhan dari keluarga, ia bisa mandiri.
Winda kini sedang bersantai-santai setelah dua pekan lamanya fokus belajar karena ujian. Lusa, rencananya mereka akan pergi camping di Lembang. Gigi menyarankan mereka untuk transit dulu di rumahnya sebelum berangkat, untuk packing ulang barang bawaan.
Rega begitu antusias hingga sering ngrecokin Winda tentang perkembangan rencana camping mereka. Rega akhirnya mengajak Marko, teman sejurusannya untuk turut bergabung. Winda dan yang lainnya juga nggak keberatan sih.
*****
Pukul 7 ya, di Green Hills Cafe. Aku pake kemeja biru.
Winda membaca ulang isi pesan itu sebelum memutuskan berangkat ke tempat yang sudah direncanakan. Winda menarik nafasnya dalam, sekali lagi memikirkan apakah ini keputusan yang tepat untuk datang.
Beberapa hari setelah dirinya memergoki Harris dengan seorang wanita di klinik kampus waktu itu, mereka akhirnya bertemu. Hanya makan malam biasa, tidak ada pembicaraan yang serius. Winda benar-benar menyadari, rasanya obrolan mereka benar-benar kosong, hampa. Kualitas hubungannya dengan Harris berada dalam fase yang terendah. Selain karena Harris yang cuek, Winda juga sama saja, bahkan Winda tidak berani menyuarakan rasa penasarannya. Sehingga pembicaraan mereka terasa seperti dipaksakan.
Sepulang dari KKN, Harris disibukkan dengan mengurus laporan, kemudian mulai menyusun skripsi. Sedangkan Winda, sekarang masih disibukkan dengan program kerja Hima dan semester 4 segera datang, ia akan segera demisioner.
Kadang Winda membeci kondisi dimana ia merasa bersalah sudah bermain di belakang Harris, yang mungkin membuat hubungannya dengan Harris terasa sangat tidak nyaman. Padahal dulu Winda biasa-biasa saja ketika Harris bersikap cuek, Winda biasa saja dengan Harris yang tidak romantis. Tapi sekarang, Winda seperti menggunakan hal itu sebagai pembenaran atas perbuatannya, mencintai Chandra. Dan membuat laki-laki itu menaruh harapan tinggi tentang hubungan mereka.
Winda merasa jahat sekali saat ini, mengingat Chandra yang tersenyum bahagia ketika mereka menghabiskan waktu bersama, Winda tidak ingin senyum itu hilang dan berganti dengan Chandra yang dingin sama seperti pertama mereka ketemu di Bandung waktu itu. Tapi di sisi lain, Harris juga laki-laki baik. Harris tidak pernah menuntut apapun dari Winda. Harris yang cuek benar-benar seperti tipe Winda. Karena Winda kurang nyaman dengan hubungan yang terlalu mengurusi satu sama lain.
.
.
.
.
"Hai, kenalin.. Aku Airin." Sapa gadis cantik berambut hitam panjang itu sambil mengulurkan tangan berniat menjabat tangan Winda. Winda memperhatikan penampilan wanita dihadapannya dengan seksama.
Wanita itu tampak cantik dan berkelas. Terkesan feminim dan sangat memperhatikan penampilan. Memakai kemeja polos biru, jeans berwarna denim dan sepatu hitam berhak tidak terlalu tinggi. Rambutnya digerai, make up tipis namun terkesan mewah.
Winda tersadar dari kegiatan mari mengamati wanita ini , kemudian menyambut jabat tangan si wanita itu.
"Kamu mau pesan apa Win? Maaf aku tadi pesen duluan, aku kira kamu bakal lama." Ucap Airin dengan tersenyum ramah, kemudian menyerahkan buku menu.
Sambil menunggu pesanan mereka datang, suasana benar-benar canggung. Winda sendiri masih bertanya-tanya apa maksud wanita ini mengajak bertemu.
Winda tidak mengenal Airin, tapi Winda masih ingat, bahwa Airin lah wanita yang kala itu bersama dengan kekasihnya di klinik kampus.
"Kamu sekarang semester 4 ya berarti?" tanya Airin memecah kecanggungan diantara mereka.
Winda hanya mengangguk sekilas. Bingung harus menjawab seperti apa. Winda adalah tipikal awkward person. Ia tidak akan dengan mudah berkenalan dan berbasa basi dengan orang baru.
Airin ini begitu cantik, yang Winda yakini bahwa Airin kira-kira seumuran dengan Harris. Winda sendiri bingung harus memanggilnya dengan panggilan apa. Teteh? Kakak? Mbak? Tapi yang Winda tau, seharusnya, dilihat dari penampilan, Airin adalah gadis baik dan menyenangkan.
Karena sejak Winda sampai di cafe, Airin benar-benar terus tersenyum ramah, berusaha membangun pembicaraan meskipun Winda sendiri hanya menjawab sekenanya.
Tapi yang tidak Winda pungkiri, Winda saat ini takut, takut jika pertemuan ini ternyata awal dari permasalahan baru.
Tbc.
Hai, jangan lupa streaming lagu stationnya Chanyeol Tomorrow dan Like Water punya Wendy ya. Ayo kita dukung mereka berdua <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Until We Meet Again [END]
FanfictionJangan berlebihan. Sewajarnya, secukupnya. Jangan terlalu mencintai, jangan terlalu membenci. Semua ada takarannya, ada porsinya.