Akhirnya setelah hampir 4 bulan mempersiapkan serangkaian acara orientasi, puncak acara pun sudah di penghujung. Setelah COELEN selesai, itu artinya semua mahasiswa baru teknik elektro sudah resmi menjadi bagian dari keluarga besar teknik elektro.
Winda dan semua panitia lain sudah bersiap. Pagi ini mereka akan hiking dengan beberapa game di pos-pos yang sudah ditentukan. Mahasiswa baru terlihat antusias, mereka dibagi beberapa kelompok. Malam nanti, mereka akan ada pensi yang menampilkan bakat-bakat yang mereka miliki lalu dilanjut dengan renungan dan penerbangan lampion.
Puncak acara COELEN ini 3 hari 2 malam, Harris berencana untuk datang di malam kedua. Biasanya alumni Hima memang datang pada malam kedua. Rega, sepupu Winda juga datang. Orientasi di jurusan arsitektur tidak selama masa orientasi teknik elektro memang waktunya. Dan kebetulan weekend, jadi Rega bisa meluangkan waktu untuk datang. Acara inti hanya boleh diikuti mahasiswa teknik elektro. Namun, siapa saja boleh turut berkunjung dan melihat jalannya acara dengan syarat tidak mengganggu acara inti.
Sena juga dateng kok, siapa lagi yang ngundang kalau bukan Gigi. Jauh-jauh dari Bandung ke Bogor cuma buat nyemangatin Gigi. Mereka entah hubungannya gimana tapi kayak udah official aja gitu rasanya. Sena, tentu saja datengnya bareng sahabatnya. Iya, Chandra. Chandra juga dateng.
Kalau Chandra, selain niatnya buat nemenin Sena, juga biar ketemu Winda. Sepertinya ada hal-hal yang belum selesai di masa lalu. Jadi, Chandra pikir ini waktu yang tepat untuk menyelesaikan kesalahpahaman itu.
Malem pertama, saat penerbangan lampion, Chandra mendekat ke arah Winda, memberi kode untuk menerbangkan lampion berdua. Awalnya Winda menghindar, tapi saat menoleh ke arah Gigi, Winda mengangguk mengiyakan. Gigi terlihat sudah siap dengan lampionnya bersama Sena. Ital juga dateng, Kevin mana semangat kalau nggak ada Ital.
"Winda." Suara yang sejak tadi tertahan akhirnya bisa ia keluarkan.
Ada jeda ketika Chandra mencoba mengungkapkan semua isi hatinya. Mereka terhalang lampion, tidak bisa melihat wajah masing-masing. Winda tidak menyahut, tau kalau Chandra belum selesai dengan kalimatnya.
Jujur saja, momen seperti ini membuat Winda bernostalgia. Winda rindu Chandra, tapi Winda tau ini tidak benar. Ini keliru kalau dilanjutkan. Winda bersusah payah menetralkan detak jantungnya yang terlewat kencang, yang hanya Winda rasakan ketika berdekatan dengan Chandra, sejak dulu nggak pernah berubah. Bahkan dengan Harris, Winda nggak merasa seperti ini.
"Aku mau minta maaf. Untuk yang sudah terjadi di masa lalu, aku bener-bener minta maaf." lanjut Chandra. Terdengar Chandra mengambil nafas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Aku nggak mau kita sama-sama menganggap ini selesai Win, padahal ini memang belum selesai. Kita sama-sama masih labil pada saat itu. Dan sekarang, menurutku, kita harus menyelesaikan ini. Dengan kita yang harusnya sudah bisa berpikir lebih dewasa."
Lampion mereka terbang perlahan, mereka menatap mata masing-masing. Mencoba memahami perasaan masing-masing. Ada ueforia yang Winda rasakan setelah melihat wajah Chandra yang dari dulu membuatnya terpesona, ada perasaan bahagia setelah mendengarkan apa yang Chandra sampaikan. Tapi itu juga yang membuat hati Winda tiba-tiba sakit, dia tau air matanya sudah berlomba-lomba untuk keluar.
Malam ini langit bertaburan bintang, angin malamnya lembut. Tapi cukup dingin untuk ukuran di Puncak Bogor. Chandra kembali terhipnotis dengan anggunnya Winda yang menggerai rambutnya. Wajahnya diterpa sinar lampu yang remang.
"Chandra, aku takut." Ucap Winda dengan diikuti buliran bening menetes melewati pipinya.
Chandra melihat itu, tapi dia tetap diam di posisinya. Chandra tidak ingin membuat Winda nggak nyaman.
"Aku takut untuk menyelesaikan apa yang belum selesai ketika sekarang aku sudah memiliki orang lain Chan." Isakan lirih mulai terdengar,
"Nggak cuma ada satu kemungkinan ketika kita melanjutkan ini, kamu tau sendiri. Kita bisa aja lebih jauh atau kita bisa aja akan sangat dekat."
"Dan kemungkinan kedua, untuk saat ini sangat aku hindari." Winda berhasil menyelesaikan kalimatnya dengan sesekali terdengar tangisnya.
"Kita nggak seharusnya membahas ini, seharusnya kita mungkin nggak harus ketemu lagi." Ucap Winda kemudian meninggalkan Chandra yang diam mematung. Meringis, hatinya tiba-tiba sakit.
Pertama kali ketemu Winda, di cafe Olivian waktu itu, Chandra benar-benar bahagia, dan menaruh sedikit harapannya untuk bisa berbaikan dengan Winda. Chandra bahagia mengetahui Winda ada di depan matanya, di tempat yang kira-kira mungkin untuk ia jangkau.
Meskipun kadang, Chandra pikir Winda begitu egois. Sesuatu yang dulu merusak apa yang telah mereka mulai.
Rega POV
Gue dateng ke acara orientasinya mahasiswa baru Teknik Elektro. Selain karena weekend ini gue gabut masih belum banyak tugas dari dosen, mbak Winda juga nawarin gue buat ikutan. Dari pagi sampai malem gue lihat mbak Winda udah bekerja keras, capek banget mukanya.
Oh iya, gue berangkat bareng Mas Chandra. Kita akhir-akhir ini sering main bareng. Entah cuma nongkrong di cafe atau diajakin keliling Bandung buat lihat-lihat. Katanya biar hafal tempat-tempat di sini gitu.
Mas Chandra itu pendiem, dia bakalan banyak omong sama orang yang deket aja sama dia. Jadi gue marasa bangga karena bisa diajakin ngobrol banyak sama mas Chandra. Itu artinya mas Chandra deket sama gue. Ehehehe.
Kalau kalian tanya, gue tau atau nggak cerita mas Chandra sama mbak Winda di masa lalu, jawabannya gue tau. Meskipun cuma sekilas aja. Oke, gue ceritain buat yang penasaran.
Waktu itu, mbak Winda masuk SMA, beberapa bulan setelahnya, Mbak Winda untuk pertama kalinya, punya pacar. Ya siapa lagi kalau nggak mas Chandra. Mas Chandra sering banget jemput dan nganterin mbak Winda ke rumah. Jadi keluarga udah pada tau. Termasuk mbak Zanita sama mbak Amanda juga.
Bunda sama ayahnya mbak Winda juga seneng banget sama mas Chandra. Untuk kita orang Semarang, sopan santun dan adab itu nomer satu. Mas Chandra punya itu. Jadi emang kita semua mendukung mereka. Mbak Winda juga terlihat lebih ceria dari biasanya setelah pacaran sama Mas Chandra.
Bahkan, kalau kelurga besar kita makan malem bareng atau jalan-jalan ke luar kota bareng, mas Chandra sering banget ikutan. Begitupun sebaliknya. Mbak Winda udah diterima banget di keluarga mas Chandra.
Sebelum menjelang semester dua kelas XII, mas Chandra tiba-tiba nggak pernah lagi main ke rumah. Nggak pernah ikutan acara keluarga kita. Pokoknya bener-bener hilang. Mbak Winda juga jadi lebih pemurung. Ternyata mereka putus. Meskipun menurut cerita yang gue denger dari mbak Winda sendiri, kalau belum bener-bener ada kata putus diantara mereka.
Waktu itu, Mbak Winda dideketin sama anak sekolahan lain. Namanya Galang. Emang dasarnya Mbak Winda yang kelewat baik dan polos pada saat itu, mbak Windanya ngrespon. Nggak tau aja modusnya cowok ngedeketin cewek tuh gimana. Biasanya pas mas Chandra lagi sibuk, mbak Winda diajakin jalan sama tuh cowok.
Mas Chandra yang tau itu jadi bales mbak Winda dengan cara ngajakin cewek lain jalan juga. Gue sih yakin kalau mas Chandra sama mbak Winda tuh masih sama-sama suka saat mereka memutuskan untuk saling menjauh itu. Mbak Winda langsung berpikir kalau mas Chndra udah selingkuh dari dia. Terus yaudah, sama-sama ngilang gitu aja mereka satu sama lain.
Bodohnya mereka pada saat itu, kenapa nggak dikomunikasikan dari awal. Tapi yasudahlah. Emang cintanya anak SMA cinta monyet banget sih. Makanya sampe sekarang gue jomblo. Eheehhe.
Gue yakin mereka kaget pas sama-sama kuliah di Bandung. Satu Universitas lagi. Bahkan kata mas Chandra, dia tau mbak Winda kuliah di sini juga baru beberapa minggu yang lalu. Gila sih.
Tapi yang bikin gue sedih, setau gue mbak Winda udah punya cowok. Tapi kok nggak pernah dikenalin ke gue atau keluarga yaa. Jadi gue kepo kayak apa cowoknya mbak Winda yang sekarang.
Gue tau, itu akan menyakiti mas Chandra. Orang baik yang udah gue anggep kayak kakak gue sendiri. Ngerasain cinta emang kadang semembingungkan itu ya. Tapi mungkin, kali ini gue harap mereka sama-sama bisa menyelesaikannya dengan dewasa. Dan sama-sama bahagia, bersama atau enggak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until We Meet Again [END]
FanfictionJangan berlebihan. Sewajarnya, secukupnya. Jangan terlalu mencintai, jangan terlalu membenci. Semua ada takarannya, ada porsinya.