Feeling

179 38 2
                                    

Enak ya jadi orang yang bisa bodo amat dan tidak terlalu mengambil hati omongan orang lain? Hah, andai saja Winda bisa seperti itu. Sayangnya, ia terlalu perasa, sensitif. Orang-orang perasa akan terus memikirkan sesuatu yang menurutnya mengganggu mereka, bahkan hal kecil sekalipun.

Disinilah mereka berdelapan, di Lembang, rumah Gigi. Udaranya segar, beda jauh dengan suasana kota Bandung, airnya masih sangat dingin bahkan siang hari seperti ini. Rega dan Marko membaringkan tubuh mereka di lantai ruang keluarga Gigi. Sedangkan Winda dan Ital membantu si tuan rumah menyiapkan hidangan makan siang. Chandra, Kevin dan Sena sedang mengobrol dengan Ayah Gigi di ruang tamu.

Nanti sore mereka akan berangkat dari rumah Gigi. Jarak tempat camping tidak terlalu jauh dari sini, hanya sekitar 40 menitan.

"Makan dulu yuk semuanya." Ucap Mamanya Gigi kepada tamu-tamu mereka.

Meraka semua langsung memenuhi ruang makan. Hidangan yang tersedia di meja makan benar-benar membuat perut semakin lapar.

"Makasih.." Ucap Winda pelan pada saat Chandra mengambil sambal goreng ampela ati di piringnya.

"Sama-sama.. masih suka kan?" Chandra menjawab pelan yang dibalas anggukan oleh Winda dengan muka bersemu.

Sejujurnya hal-hal kecil yang Chandra lakukan selalu membuat pipi Winda menjadi panas. Dasar bucin. Padahal Winda bukan tipe cewek yang gampang tersentuh dengan hal-hal biasa seperti itu.

Belakangan ini, Winda sudah sangat jarang berkomunikasi dengan Harris. Pertemuannya dengan Airin juga berhasil membuatnya susah tidur. Wanita itu baik, bahkan sering mengomentari beberapa postingan Winda di social media. Dan entah mengapa Winda jadi berpikir untuk melepaskan Harris begitu saja.

Karena rasanya, Winda benar-benar sudah menaruh seluruh perhatiannya hanya pada Chandra. Tidak adil kalau dirinya terus menahan Harris pada hubungan yang sudah kehilangan mekarnya.

Dan kedatangan Airin yang tiba-tiba juga menjadi pertimbangan. Untuk apa wanita cantik itu seolah ingin mengakrabkan diri dengannya. Winda jadi bertanya-tanya, apakah Harris mengetahuinya?

Di lain tempat pada waktu yang sama, sepasang adam dan hawa sedang menikmati makan siang mereka di sebuah cafe di pusat perbelanjaan. Harris dan Airin, keduanya mengobrol ringan dan siapapun yang melihatnya pasti akan menduga kalau mereka benar-benar menjalin hubungan.

Harris tidak memungkiri ia menemukan kenyamanan ketika mengobrol dengan wanita cantik di hadapannya ini. Airin sangat ngemong baginya. Untuk tipe lelaki cuek sepertinya, ia akui bahwa Airin sangat sabar menghadapinya. Airin yang memperhatikan hal-hal kecil tentang apa yang Harris suka dan tidak suka, Airin yang berusaha menjadi pendengar yang baik untuk setiap keluh kesahnya padahal wanita itu baru mengenalnya pada saat KKN.

Tapi Harris masih mempertimbangkan akal sehatnya, ia tidak pernah sekalipun membanding-bandingkan wanita itu dengan sang kekasih meskipun Harris sendiri merasa bahwa Airin memang menaruh hati padanya.

***

"Dingin ya..?" tanya Chandra sambil menyerahkan secangkir coklat panas pada Winda dan duduk di sebelahnya.

Mereka berdelapan sedang menikmati malam penuh bintang dengan api unggun yang menyala. Sena dan Kevin sedang membakar umbi-umbian yang mereka beli di pasar dekat rumah Gigi. Marko dan Rega sedang mensetting gitar yang mereka bawa, Gigi dan Ital masih ganti baju di dalam tenda.

"Lumayan, tapi nggak terlalu kok." Jawab Winda menyeduh coklat hangat buatan Chandra. Ia memakai sweater coklat dan celana bahan dengan warna senada. Rambut pendeknya ia ikat asal.

"Udah disini semua kan ya?" Kevin menginterupsi.

"Kalian mau makan malem apa?" lanjutnya ketika Gigi dan Ital baru saja duduk di dekat api unggun.

"Dagingnya di masak besok pagi aja kali ya? Atau kalau mau malem ini, besok enak nggak sih kalau bikin pecel sama goreng ayam aja." Jawab Chandra memberi usul.

"Boleh tuh kak, dagingnya mending bakar buat malem ini aja." Rega menyahuti kemudian membantu Sena dan Chandra menyiapkan alat-alat pembakaran yang mereka bawa setelah mendapat anggukan tanda persetujuan dari semuanya.

"Win.. cerita sama gue, lo beneran cuma sebatas teman doang kan sama Chandra?" tanya Gigi setengah berbisik, Ital dan Kevin sedang bercanda berdua sambil mengangkat beberapa umbi yang dirasa sudah matang.

"Yaiyalah, kalau bukan temen terus apa lagi, Gi? Ngaco lo ah." Jawab Winda asal. Winda sebenarnya tau, Gigi selama ini memperhatikan gerak geriknya ketika bersama Chandra. Tapi ia juga tidak bisa menahan dirinya sendiri untuk bersikap biasa saja kepada Chandra.

"Yakin kan lo? Please, no baper-baper ya kalian berdua. Inget mas Harris, oke?" Winda hanya mendegus sebal ketika Gigi sudah membawa nama Harris dalam obrolan mereka.

"Oh iya, gue udah lama nggak denger cerita lo tentang mas Harris. Dia sibuk apa sekarang?" lanjut Gigi.

"Udah mulai pengajuan topik skripsi kayaknya soalnya urusan laporan KKN udah selesai, Gi."

"Kalian jarang jalan bareng ya sekarang?"

"Gimana jalan bareng, orang gue sama kalian terus."

Gigi hanya meringis setelah itu. Karena kalau di pikir-pikir lagi akhir-akhir ini Winda sama mereka terus, kaya udah jadi geng gitu rasanya. Dulu padahal apa-apa berdua aja sama Gigi, eh sekarang ramai gini jadi seru kalau lagi ada kegiatan bareng kaya sekarang.







Hai, long time no see. Masih adakah yang berminat sama cerita ini? Maaf slow update. Enjoy. :)


Until We Meet Again [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang