Satu-About Zeena Emeralda
5 tahun yang lalu. Tepatnya pada tanggal 24 maret 2015, Jakarta.
Dimana Zee menginjak usia 12 tahun.
Saat itu Zee berlarian menyusuri lorong rumahnya dengan girang, ia masih dengan setelan baju merah-putih khas anak SD. Ditangannya, Zee menggenggam kuat kertas yang bertuliskan, 'Sertifikat penghargaan juara 2 umum olimpiade matematika tingkat provinsi.'
Sesampainya, gadis itu mendorong pintu berwarna coklat tua dengan penuh semangat. Dari penglihatannya, dapat ia ketahui bahwa Herman-papahnya tengah sibuk mengotak atik laptop, lagi-lagi sibuk kerja.
"Papah, Zee dapat juara 2 umum olimpiade matematika tingkat provinsi!" Serunya senang sembari mengangkat sertifikat tinggi melewati atas kepalanya dengan bangga.
Tak kunjung mendapat respon, Zee kembali menurunkan sertifikatnya, "pah?" Panggilnya.
"Kenapa bukan kamu yang juara 1?" Raut Herman memburuk, bukan, bukan ini respon yang Zee harapkan. "I-ini hasil dari kerja keras Zee... pah,"
Bahkan, senyum sumringah yang tampak bangga itu perlahan luntur mengetahui sang papah sama sekali tidak meng-apresiasi sedikit pun usahanya. Padahal disekolah tadi... begitu banyak yang mengucapkan selamat beserta pujian-pujian bangga.
"Harusnya kamu yang juara 1, kalau juara 2 namanya bodoh! Malu-maluin saya saja." Sentak Herman, membuat Zee merapatkan bibirnya.
"Pah, Zee udah berusaha semaksimal mungkin, apa hasil ini tidak cukup?" Tanya Zee getir.
"Maksimal? Kamu bilang juara 2 maksimal? Memalukan!" Ucap Herman lantang, membuat Zee tersentak, kemudian menyembunyikan kertas yang digenggam kebelakang punggungnya yang kecil.
"T-tapi, itu yang Zee mampu, pah."
"Jangan pernah panggil saya papah, jika kamu masih belum mampu mendapatkan juara 1."
Jangan panggil saya papah kamu.
"Dan jangan pernah keluar kamar karena saya tidak sudi melihat anak gagal ..."
Zee anak gagal?
" ... Saya tunggu hasil olimpiade kamu berikutnya, tolong kasih saya hasil yang memuaskan. Jika memang kamu mau saya anggap anak saya lagi.
Tanggal 2 Februari 2020.
Zeena Emeralda.
Siapa yang tidak kenal dengan gadis bermata sebiru langit dan sedalam samudra. Zee memiliki paras yang cantik, dengan bulu matanya yang lentik dan bibirnya yang seksi berwarna pink muda. Selain cantik, gadis itu juga memiliki kepintaran diatas manusia normal, dengar-dengar Zee bisa menguasai pelajaran anak SMA saat masih menginjak SMP.
Sehingga orang-orang bertanya. 'Sejauh apa sebenarnya usaha Zee untuk menjadi sempurna.'
Kesempurnaannya membuat semua orang iri dengannya, padahal mereka tidak tahu 'cara' Zee untuk menjadi sempurna. Yang mereka ketahui hanyalah HASIL tidak dengan PROSES yang dilalui gadis itu.
Zee juga merupakan anak tunggal dari keluarga yang tajir melintir. Herman Hardawandri, marga Hardawandri sendiri termasuk ke salah satu marga keluarga berkasta atas. Namun, tidak mudah untuk keturunan penerus mendapatkan marga itu. Bahkan, Zee yang anak kandung dari Herman Hardawandri masih belum mendapatkan marga yang istimewa itu.
Sekarang Zee tengah berada didalam kelas yang sudah sangat sepi, gadis itu terlelap pulas diatas meja dengan kedua tangannya yang dilipat untuk dijadikan bantal. Bahkan saat tidur pun Zee tetap saja... cantik.
Perlahan Zee mengerjap menyesuaikan cahaya menderang yang menyusup dari celah-celah gorden jendela. Menegakkan tubuhnya sembari menatap sekeliling heran. "Kok sepi?"
Kebingungan itu berlangsung 2 detik sebelum ia mengetuk pelan kepalanya, "ohiya, kan aku ketiduran." Ngomongnya untuk dirinya sendiri. Kini perhatiannya tertuju kepada jam bulat yang menggantung diatas papan tulis.
16.49? Gawatt!!
Buru-buru Zee membereskan bukunya yang berserakan diatas meja dan dimasukkan kedalam tasnya yang kemudian diresleting. Setelahnya, ia keluar dari kelas dengan berlari tergesa-gesa.
"Mampus, lesnya mulai jam 5."
Setelah Sekolah berlangsung selama 9 jam, gadis itu harus menerima jadwal berbagai les setelahnya, tidak memberi celah kepada sang otak untuk berhenti berpikir. Sesudah les yang dilaksanakan pada pulang sekolah yang berlangsung selama 5 jam, dan Zee harus belajar lagi malamnya.
Begitulah hari-hari Zee berjalan tanpa adanya warna, jujur Zee bosan. Tapi mau gimana lagi, tidak ada pilihan yang bisa ia pilih.
Karena papahnya hanya mau Zee yang sempurna tanpa celah, dan sebagai anak, Zee harus menuruti segala perintah papahnya, apapun itu.
Ilustrasi Zee⤵️
Kesan pertamanya dong...
YOU ARE READING
Cerita Cinta
Teen FictionZeena Emeralda. Gadis yang selalu hidup dengan buku disisinya, layak seperti robot yang harus mencetak nilai 100 disetiap ujiannya. Ia harus menjadi sempurna agar Herman-papahnya mau mengakuinya. Tiba suatu hari, dimana gadis itu melihat sosok cowok...