Bab 2

10 2 0
                                    

Bab 2

Merona bibirmu yang basah, begitu kata ayahnya di pagi hari; prosedur yang kurang tepat dan kemuliaan yang kurang bagus ketika seorang ayah berkata seperti itu pada putrinya yang seketika berhamburan ke kamar . Dahsyatnya sarapan pagi dengan telor mata sapi, ayah memilih menyantap di ruang tamu, meja makan bau pesing, ada kamar mandi tidak jauh dari sana, siapa yang berbuat seperti itu? Tapi Rere sudah di kamar memilih mamatutkan bibir anggunnya di cermin. "Halo, kucing kecil, bagaimana kabarmu pagi ini," itu suara Johan dalam kepalanya, dia segera membayangkan bibir manisnya dengan olesan Glossy lipstick mendadak rusak dan membusuk. Ya Tuhan, dia berpikir bersembunyi di rawa dari kejaran monster kodok, dan Rere tidak mudah beradaptasi dengan rasa canggung, dan sudah waktunya memantaskan diri seperti gadis-gadis remaja di luar sana yang memasang prinsip 'bodo amat'. Di luar mana? Luar mana saja yang penting tidak di dalam.

Johan yang belum kadaluarsa; tingginya 169 sentimeter, sudah baik untuk dipelajari malam hari oleh gadis manis seperti Rere, tampaknya ada pelajaran yang dipetik sungguh mengesankan, tapi Johan adalah murid baru yang membawa surga untuk gadis-gadis di sekolah. Tampan dan tidak merokok. Banyak visual yang menyeruak di kepala para gadis jika nama pemuda itu disebutkan. Bukan gosip atau bubur ayam, memang gosip lebih nikmat dilakukan sambil menyantap bubur ayam—dan Rere tidak menyukai hal demikian. Dan dia tetap di kamar berdiri depan cermin, sungguh hari Minggu yang kurang ajar. Mana ada yang manis-manis di akhir pekan seperti itu.

Esok adalah hari senin, Selasanya lusa saja, Johan akan hadir seperti masa lalu yang kesepian; tenang, anggun dengan gaya tersendiri, memang tidak berlebihan, suatu hari ada saja gadis dan pemuda yang membicarakan ketampanan si Johan. Aduhai manis memang, tanpa Johan yang ingin menyapa 'hai' bila bertemu, Rere sungguh pusing, terlalu banyak yang dia temukan dengan caranya sendiri—dan kamu ingin tahu? Berapa banyak? Ini pilihan Rere sebagai gadis telat makan siang tanpa banyak berpikir; Flatshoes yang dibeli di toko dengan harga diskon 75% tidak pernah dia pakai dan berdebu, Wedges hadiah ulang tahun dari pamannya diberikan tetangganya, Tote Bag pemberian sang ayah dan dia berpendapat seperti tante-tante jika menyampirkan tas itu, dijual seorang nenek-nenek yang tinggal di kompleks elit bersama selingkuhannya yang kedua.

Ayahnya sudah sarapan segera mengetuk pintu kamar Rere, dia tidak membukanya, sangat merisihkan, apalagi ketukan pintu itu sangat aneh, bunyinya seperti langkah hantu tanpa kepala menenteng sepotong pizza dan segera memaksa agar kau membuka pintu. Memang dia agak malas bergerak ke daun pintu, gadis yang telah beruntung dalam anggapan sang ayah, akhirnya terpaksa membuka pintu. Ayah berdiri di sana, sungguh jelas pancaran mata biru seperti James Hetfield yang memohon padamu untuk memasang senar gitar keempat.

"Kamu nggak main, Sayang, ini, kan hari libur?" ayah bertanya walaupun tradisi seperti itu kurang meyakinkan

"Nggak, Yah," jawab Rere, dan ada kesempatan meraih tekanan yang mungkin saja memiliki efek mendorong ayah untuk segera keluar dari kamar

Tapi ayah menawarkan sesuatu yang fantastis agak manis, "Ayah mau ke toko pakaian, mungkin kamu mau menitip sesuatu?"

Jangan biarkan ini berlalu begitu saja, pikir Rere, sungguh resah di biarkan, akibatnya suntuk dan membingungkan. Adakalanya dia ingin menendang ke arah mana saja, sangat liar, itu bukan gayanya tapi memang keinginannya. Dan gadis itu bersiap-siap unuk pergi bersama sang ayah. Memang tidak sulit meyakini bentuk tubuh yang indah dengan pakaian yang mesti dikenakan. Citarasa yang hebat dari gadis suntuk telah memuja keinginan kuat.

TEROR DI SEKOLAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang