Bab 2

49 7 2
                                    

"Aku layaknya seekor salamander, serajin apapun kau mematahkan hatiku, akan sesegera mungkin tumbuh dan berharap padamu kembali"

***

     Hari hari berlalu sejak aku dan Gina ternyata menjadi teman sebangku, dan aku masih tidak paham dengan sistem sistem yang serba baru, kenapa laki laki boleh sebangku dengan perempuan, dan kenapa gina dan aku tak pernah keberatan dengan hal itu. Mengingat bahwa dulukala, sewaktu semuanya menjadi semula, hal hal ini bisa jadi sangat tabu. Semuanya menjadi misteri yang tidak menarik untuk dibahas, biar saja menjadi seperti sedia kalanya, agar kisah kisah seperti ini tak mati dan akan terus ada, untuk membumbui masa masa SMA.

     Dan kalau kalian pikir di antara aku dan Gina telah tumbuh rasa cinta, maka kalian salah. Jujur aku sedikit kaget dengan keberadaannya. Bisa kukatakan, dia perempuan paling ideal untuk menjadi teman bicara seseorang. Karena asal kau tahu, aku mempunyai sedikit perbedaan dalam cara pikir dan tindak, tak seperti pemuda abad ini pada umumnya. Harus kau tahu, ini adalah era kehancuran, banyak sekali pemuda pemuda yang menentukan jalannya dengan tidak benar, dengan rasa benci yang teramat sangat di dalam diri mereka, dengan rasa intoleransi yang tinggi di dalam alam pikiran mereka, yang harusnya tidak ada di bangsa serba berbeda ini. Maaf, bukan aku mau melenceng dari kisah dan cerita, tapi ini bisa jadi alasan kenapa aku ada disini menulis dan menceritakan kisah ini.

     Aku dan Gina nampaknya tumbuh dengan cara pikir yang sedikit berbeda dengan teman teman yang lain, hari hari kami penuh dengan diskusi mengenai hal hal yang tak seharusnya pelajar SMA memikirkan itu, candaan candaan yang aku yakini tak akan dipahami teman teman yang lain karena memang ini hanya di antara kami berdua, dan aku sangat menyukai itu. Apalagi di antara kami tak pernah benar benar ada rasa cinta, sejauh yang kutahu.

***

     Hari ini ujian tengah semester, 6 bulan setelah aku dan Gina berteman dan beberapa hari setelah aku sadar bahwa dia adalah satu satunya temanku, yang benar benar memenuhi standarku sebagai teman, dan sungguh aku tak keberatan, karena Gina adalah insan yang asik, dan aku tak pernah melewati satu detik pun rasa bosan disampingnya. Dan sekarang telah pukul 6:45, tapi anak itu belum juga keluar rumah, padahal aku sudah 15 menit menunggunya, dan tak pernah lebih lama dari setengahnya. Kupikir ada yang salah, sehingga memancing sebuah pertanyaan yang keluar dari mulutku kepada ibunya Gina yang baru saja mau pergi ke pasar

     "Bu, Ginanya masih lama?

     "Lah bum, kamu masih nungguin dia? dia kan udah dijemput sama temennya tadi.."

     Dan setelah melewati satu dua menit kebingungan dan tatap tatapan yang tak berarti dengan ibunya Gina, akupun pamit pergi kesekolah. Tentu saja setelah mengantar ibunya Gina pergi ke pasar yang memang searah.

     Sesampai aku di dalam kelas tanpa membuka jaketku, aku duduk disamping Gina yang memotong aku yang baru saja hendak bicara,

     "kok lama datangnya bum? biasanya kamu cepat, sampai sempat jemput aku lagi"

     "heh kecap! aku jemput kamu tapi kamunya udah dijemput duluan sama orang, gimana si, 15 menit aku nungguin orang yang udah duluanin aku", jawabku ketus namun tak terlalu serius

     "eh kamu nungguin aku? ih maaf banget, aku tadi dijemput Rasya, tuh anak belakangan gencar banget ngubungin aku", katanya menjelaskan

     "Rasya siapa? Rasya yang kaya itu? yang bawa mobil ke sekolah?", tanyaku takjub

     "emang rasya di sekolah ini ada lagi selain dia?", tanyanya kembali yang mengundang jawaban yang aku mau.

     "wah, gila sih kamu gin, dia suka tuh kayaknya ke kamu, coba deh jalanin sama dia", kataku mendesak

     "ya aku ga peduli sih, dia suka aku atau engga, aku gasuka aja cara dia jemput aku yang lagi nungguin kamu dateng", jawabnya. Yang dimana aku telah salah mengartikan kata katanya.

     Lalu bel pun berbunyi, kami melaksanakan ujian tanpa pertukaran tempat duduk, beginilah adanya, aku dengan Gina, dan yang lain juga, Bersama teman sebangkunya yang seharusnya begitu.

***

     Ujian selesai, semua orang pulang menuju rumahnya, kecuali aku. Aku dengan inisiatif sekali mengantar Gina pulang kerumahnya, beserta dengan permintaan ibunya untuk membalas kebaikanku yang telah mengantarnya ke pasar untuk makan siang di rumahnya. Bukan barang baru sebenarnya, karena memang aku sering menghabiskan waktu di rumah Gina, entah itu mengerjakan tugas, menonton film baru, atau sekedar bermain bersama saja. Begitulah, akhirnya sampai hari ini. Sampai sore ini Ketika pulang dari rumahnya setelah menonton film yang dibeli Gina di Netflix, tentang pemuda pemudi yang dimabuk cinta, dan berakhir dengan pernikahan mereka berdua.

Salamander GazelleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang