Bab 3

31 7 0
                                    

"Kau kenapa harus bertingkah seperti gazelle? begitu sulit terkejar, begitu rumit digapai"

***

     Sejujurnya aku tak benar benar tahu bahwa Rasya cemburu, dan dia mengekspresikannya dengan cara yang tidak aku suka, karena dia juga hidup dengan cara yang tidak aku suka. Memanfaatkan koneksinya yang sebegitu besar untuk mendapatkan hal hal yang dia inginkan, dan tentu saja diluar dari hak haknya. Dimana artinya bahwa dia bisa saja mendapatkan itu, tapi dengan perjuangan dan resiko, tak semua perjuangan akan berbuah manis, dan asam asam mangga.

     Tepat setelah kelokan kedua keluar dari perumahan Gina, aku dikagetkan dengan tiga motor mewah memepet motor bebekku yang tak sanggup menghadapi mereka dalam sebuah pertarungan aspal, sehingga memaksa aku untuk menepi dan berhenti sejenak. Setidaknya untuk memastikan gerangan apa yang membuat mereka memperlakukan aku seperti barusan. Dan secara tak terduga namun kalau kau perhatikan baik baik, kau akan dengan mudah menebak siapa yang ada di balik helm itu, dia Rasya, orang kaya menyebalkan yang telah mencari masalah denganku. Dan itu memancing aku untuk memulai percakapan dengan nada yang tidak menyenangkan. Dan tanpa sepatah kata apapun dari mereka, sejumlah tinju dan tunjang mendarat di sekujur tubuhku.

     Aku gila dikeroyok mereka, tanpa penjelasan, namun tak perlu juga. Aku sudah tahu, karena diakhir akhir aksi mereka, Rasya mengingatkan aku dengan menyebutkan satu nama, dan aku pun tak memberi reaksi sama sekali, karena sudah tak punya daya, bahkan untuk berkata kata.

     Aku tak jera, tak akan pernah. Coba kau pikir, apa salahnya berteman dengan orang yang asik, yang selalu tak pernah kehabisan topik untuk dibahas saat berdua menjalani hari hari. Juga dalam kondisi orang tersebut dengan senang hati berteman bahkan bersahabat dengan kita. Itu bukan sesuatu yang salah. Aku tak pernah menganggap itu salah. Karena di antara kami memanglah tak pernah terbesit untuk lebih dari sekedar yang sedang terjadi saat ini.

     Keesokan harinya, aku tak masuk ujian, badanku remuk setelah dibantu oleh orang asing yang selanjutnya membantuku dalam perjalanan pulang. Aku tak perduli lagi dengan ujian, Kesehatan tubuhku yang nomor satu. Kalau sekolah itu memang tempatnya mendidik mental dan moral, maka sudah seharusnya dia paham kondisiku. Aku tak punya niat untuk melakukan apa pun hari ini. Yang terjadi, terjadilah sedemikian rupa. Aku kesal dengan semuanya, bahkan aku takt ahu kenapa.

     hingga akhirnya terdengar pagar terbuka, dan selanjutnya adalah salam dari seorang yang sangat sudah aku kenal, dia Gina.

     "Ya ampun bumi, kamu kenapa sih?", tanyanya

     "kau lihat aku kenapa? aku habis dikeroyok pacarmu", jawabku ketus sembari mempersilakan Gina masuk.

     "Pacarku? si Rasya? dia yang buat ini semua ke kamu?", tanyanya memastikan, yang tak perlu kujelaskan lebih lanjut karena memang dia sudah tau dari segala bahasa tubuhku.

     "Kenapa dia keroyok kamu? bahkan dia aja ga kenal sama kamu.. ada apa sih antara kalian berdua? kan.."

     "Gina, antara kami berdua itu ada kamu. Antara aku dan kamu ga ada apa apa. Tapi di mata Rasya, antara kita itu ada sesuatu yang ga biasa, dia ga paham kenapa laki laki dan perempuan bisa se berteman seperti kita ini, dan ketidak pahamannya memicu pemikiran yang salah, bahwa di antara kita memang telah terjadi sebuah ikatan asmara, yang memang aslinya tidak ada." jawabku panjang memotong kalimat Gina. Dia terdiam, tak mampu berkata kata. Aku lihat di matanya, rasa kesal begitu besar sedang dirasakannya. Dan pada momen itu juga dia mengeluarkan ponselnya dari saku dan bergegas menelepon Rasya. Dan sekali lagi, hal yang aku kagumi dari seorang Gina, mulutnya yang tajam dan langsung pada intinya kembali ia tampilkan di hadapanku, juga sekaligus membelaku.

     "Kalau caramu begini, perempuan murahan pun tidak selevel dengan kamu, kalau mau coba dapetin aku, pakai cara yang bagus. Ga perlu nyakitin orang lain. Kamu camkan, di antara kita biarlah di antara kita, janga pernah ada orang lain, meskipun di antara kita tak akan pernah ada apa apa. Aku jamin itu"

     Kulihat dia bernafas lega setelah menutup telpon itu tanpa harus mendengar jawaban dari si penerima telepon. Dan tentu saja tidak denganku, aku begitu paham dunia per lelakian. Sebentar lagi aku akan mendapatkan sesuatu yang lebih buruk daripada sekedar dipukuli oleh orang orang yang tidak kukenal. Mungkin mereka juga cukup anarki untuk langsung menyerangku di tengah jalan dengan senjata senjata yang tak pernah aku duga sebelumnya. Ya, hidup memang seombak ria raya itu. Kau harus jaga jaga dengan segala sesuatu yang mengancam di Langkah langkahmu yang berikutnya.

Salamander GazelleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang