"kita ditakdirkan untuk bersama sama dimana saja, dimanapun kau lahir dikehidupan selanjutnya, kau hanya akan melihat aku sebagai takdirmu"
.***
Hai, aku bumi, lebih dari yang aku perkirakan, aku ada sampai disini, kehidupan SMA yang akannya indah ini. aku mengingat ingat lagi apa saja yang sudah aku lalui. Tentang siapa saja yang telah membuat aku jatuh cinta, siapa saja yang membuat aku terluka, siapa saja yang membuat aku semakin dewasa, dan siapa saja yang membuat aku menangis dan tertawa. Hidup memang begitu, pikirku. Tak lebih dari sekedar sandiwara dengan batas panggung alam semesta, batas waktu kehidupan kita. aku juga telah bertekad akan melupakan apa saja yang telah membentuk aku menjadi seonggok kehidupan yang penuh kelam ini.
Tapi tunggu, kita lihat lihat dulu diriku yang sedang bercermin ini. Rambut berantakan khasku, tinggi badanku yang secara amat drastis meningkat tak terduga, bahkan olehku seingatku aku tak lebih dari 165 cm terakhir kali mengukur tinggi badan. Namun badan yang sedang kuperhatikan ini memiliki tinggi sekitar 170 cm lebih, ya begitulah. Juga tampak di cermin ini bulu mataku yang acapkali dibilang terlalu lentik untuk ukuran lelaki, hidungku yang terlalu mancung, dan parasku yang... tak perlu dilanjutkan. Barusan adalah sikap narsisme ku kala bercermin dirumah, dan dimana saja.
Rasa rasanya aku harus menghadiahi diriku, karena sudah berhasil memakai dasi dengan tidak benar, namun patut di apresiasi karena ini adalah kali pertama dalam hidupku memakai benda itu. Juga harus diingat bahwa aku mempelajari ikatan ini dengan sangat susah payah dari internet tanpa ada yang mengajariku. Ya, tak ada. Aku sendirian disini, ditinggalkan dan meninggalkan orang orang yang aku sayangi demi sebuah tugas antah berantah yang tak seharusnya aku lakukan dikota baru yang aku tak tahu. Ah, rasa rasanya aku seperti tak punya hati meninggalkan teman temanku dikota lama, meskipun aku ragu mereka akan merindukanku. Tapi tak apa, aku harus bangga karena merindukan sesuatu adalah hal yang rumit. Begitu juga jalan keluar dari sebuah kerinduan itu, tak pernah benar benar terobati tanpa kau bertemu lagi.
Dan tampaknya aku juga harus beranjak dari cermin ini setelah melihat jam tanganku mendetakkan detiknya di jam 6:30, karena sebaik baiknya aku adalah aku yang tiba di sekolah pada pukul 7 tepat, dan tersisa 15 menit untuk sarapan, dan 15 lagi untuk berangkat.
***
Setelah aku memarkirkan motor dan masuk ke halaman sekolah, rasanya aku masih tidak percaya, aku ada disini karena sebuah masalah yang bahkan aku tak terlibat di dalamnya. namun secepat itu pikiran senduku terbuyarkan oleh rasa bingung yang melanda, aku belum tahu dimana kelasku, dan aku bahkan tak tahu aku ada dikelas apa.
"hey, bumi ya? aku Gina, teman sekelasmu, kenapa kemarin tidak datang waktu pengumuman?", seseorang menyapaku serta menawarkan sebuah jabat tangan, ah perempuan.
"iya, aku bumi, kemarin masih ada urusan yang belum sempat terselesaikan.", kujelaskan pula beberapa hal yang harus ia ketahui tentang ketidak hadiranku waktu itu. "ohya, kita kan sekelas, bareng yuk, aku belum tahu kelas kita dimana", pintaku sekaligus pada dia, yang mengaku sebagai gina. yang berlanjut menjadi adegan berjalan berdua menyusuri lorong sekolah disertai dengan bincang basa basi yang menjadi awal dari sebuah kisah yang tak kalah gila dengan sandiwara alam semesta.
Ia memperkenalkan dirinya dengan begitu baik, dengan begitu keindahan segala kata yang dimilikinya. Aku memperhatikan dengan seksama. Juga menimpali beberapa pertanyaan yang keluar dari bibir munglnya. first impression yang baik, pikirku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salamander Gazelle
عاطفية"Kemana pun kau mati dan hidup kembali, mungkin kau hanya akan melihatku sebagai teman, bukan takdir". "Aku kira memang di antara kita, mencintai satu sama lainnya adalah yang satu satunya tidak ada". "Salamander, aku mencintaimu".