Hujan membasahi ibu kota, dedaunan berjatuhan seiringan dengan angin yang agak kencang. Satu persatu makhluk yang tinggal di bagian bumi ini lebih memilih berdiam diri di dalam rumah ketimbang memutuskan beraktifitas di luar dan basah-basahan lantaran hujan.
Tapi tidak dengan lelaki mungil berhodie putih dipadukan mantel tebal guna menghalau udara dingin menyentuh kulit halusnya. Jimin keluar dari apartmentnya dengan payung hitam yang melindungi dirinya dari hujan, walau sebagian kecil tubuhnya masih terkena percikan air rahmat tuhan itu. Dengan earphone yang menyumbat telinganya, Jimin berjalan menuju halte bus terdekat dari sana.
Sedikit menyapa satpam penjaga pintu masuk apartment-nya. Tidak lupa senyum manis yang selalu tidak lupa ia berikan kepada orang lain. Setidaknya jika orang tidak bisa menjadi alasan kebahagiaannya, izinkan dia menjadi perubah mood bagi orang lain.
Halte busnya tidak jauh dari tempat Jimin tinggal, hanya lima menit berjalan keluar dan sudah terlihat.
Jimin berjalan memasuki halte bus tersebut dan mentap bus cardnya.
Hari ini hari sabtu, jadi tidak banyak orang yang menaiki bus umum yang disediakan pemerintah ini. Bahkan di halte tempat Jimin sekarang berdiri menunggu bus hanya ada seorang pelajar yang mungkin ingin mengikuti ekstrakulikuler di sekolah. Jimin berasumsi begitu lantaran pelajar itu menggunakan pakaian chealeadernya. Tampak cantik dan mungil.
Jimin mendudukan dirinya di samping pelajar cantik itu, karena bus tak kunjung tiba.
“Saya pikir kamu seceria buku yang kamu tulis, Elios.” tutur pelajar yang duduk di samping Jimin. Samar-samar Jimin mendengarnya karena ia masih menggunakan earphone, walau dengan volume yang tidak terlalu besar.
“Huh?” Jimin melepas earphonenya dan menaikan alisnya bingung.
Gadis pelajar itu menatap ke arah Jimin dan menyungingkan bibirnya.
“Aura Kamu terlalu sendu dan kesepian. Kamu butuh seseorang?” tanya si gadis pelajar kepada Jimin.
Jimin semakin menaikan alisnya.
“Siapa namamu?” tanya Jimin. Pria itu bahkan tidak menjawab apa yang pelajar tanyakan malah balik bertanya.
“Renjana,” kata pelajar itu. “nama yang indah untuk seorang iblis kecil nan ambisius.” lanjutnya.
“Pertama, selamat pagi Renjana. Kedua, Saya sudah berkali-kali bertemu dengan orang seperti kamu. Mereka bilang hal yang sama seperti yang kamu bilang. Apa aura saya sesendu itu? Terakhir, kamu bukan iblis.” tutur Jimin. Jimin menatap Renjana mengintimidasi namun masih terkesan lembut.
“Kamu butuh bantuan, Elios,” tutur Renjana pelan. “dia bakalan dateng untuk tolong Kamu. Jangan tolak dia. Dia akan dateng bantu kamu kembaliin cerianya kamu, Elios. Jangan tolak dia. Dia baik. Saya harap dia bisa jaga kamu.” racau Renjana yang sungguh Jimin semakin bingung dibuatnya.
Jimin tersenyum, “Gak akan ada yang dateng. Entah siapa yang kamu maksud. Karena pintunya sudah tertutup,” kata Jimin pria itu mengacak rambut gadis yang lebih muda darinya itu.
“Tidak ada yang bisa menolong dan ditolong, Renjana. Mau bukti? Lihat dirimu sendiri. Dia yang menjadi tempat kamu pulang apakah jadi penolong kamu atau membuat kamu semakin hancur? Terima kasih sudah perduli sama Saya. Sampai ketemu di fansign novel Saya selanjutnya. Bilang sama penjaga acaranya nanti, kamu dapat tiket vvip dari Saya. Semangat ekskulnya, belajarnya juga ya. Selamat tinggal, bus Saya udah dateng.” Jimin berdiri dari duduknya, memasang earphonenya kembali dan memasuki bus.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Jikook / Kookmin ) The Sweetest Problem
Fanfic⚠️ BoyxBoy Story (homo story) Jikook / Kookmin story --- Hidup Jimin sudah sulit, berjuang untuk melawan mentalnya setiap hari saja ia nyaris menyerah. Bagaimana ia berjuang untuk mencintai dirinya sendiri dan berdamai dengan rasa sakit jelas memb...