Tags : #Singto #Krist #SingtoPracahaya #KristPerawat #perayafanfiction #oneshot #boyslove #fantasi #Singkit #KristSingto #Kongpob #Arthit #Kongart #peraya
Krist POV
Menjadi berbeda itu tak mudah, karena perbedaan inilah yang membuatku seakan berpikir ulang mengapa sampai terjadi. Mengapa perbedaan ini ada dalam hidupku? Mengapa ini terjadi dari aku kecil hingga dewasa.
Aku tidak ingin menjadi seperti ini, aku takut bila bertemu dengan orang lain dan memunculkan sesuatu dalam diriku ini. Aku ingin memiliki banyak teman seperti yang lain, aku ingin hidup bebas tanpa adanya sesuatu ini.
Namaku Krist, aku berusia 17 tahun. Aku adalah salah satu siswa sekolah menengah atas. Awalnya aku ragu, tetapi ayahku menyemangatiku supaya aku tetap berani mengambil keputusan ini. Dan berakhirlah aku disini, dikelas yang diisi oleh anak-anak pintar. Aku sendiri tak tahu mengapa aku bisa masuk disalah satu kelas ini, tetapi semua sirna sudah saat mengetahui bahwa anak-anak dikelasku baik dan ramah.
Setiap harinya aku selalu disibukkan dengan tugas dan tugas, tidak ada kegiatan lain selain mengerjakan berbagai tugas yang diberikan oleh guru.
Aku mengakui jika aku memang pintar, tetapi terkadang aku merasa kesepian. Sepi ini yang membuatku takut, aku seperti sebuah batu yang diinjak orang lain, diabaikan layaknya aku memang tak membutuhkan perhatian. Tetapi semua kegelisahanku hilang saat hadirnya pria tampan yang saat ini duduk disisiku sambil tersenyum. Memandangku penuh cinta bagaikan menatap sang rembulan.
Ya, aku memiliki seorang kekasih bernama Singto Prachaya. Dia pria tampan dengan senyuman menawan, seorang senior yang ditakuti semua siswa disini. Kacamata yang bertengger manis dihidung mancungnya mampu membuat setiap gadis akan berteriak ketika dia menatapnya. Bahkan pria sepertiku hingga jatuh dalam pesona ketampanannya, percaya dirinya beribu kali lipat. Ia juga dijuluki si raja hutan karena jika sudah marah, akan mengeluarkan tatapan tajam yang membuat siapa saja yang melihatnya akan takut.
"Kit, kenapa?" Tanyanya padaku yang sedari tadi memikirkannya.
"Tak apa Phi." Jawabku tersenyum.
"Jika ada sesuatu yang mengganjal katakan saja, aku siap mendengarkanmu."
Itulah Phi Singto, ia akan setia mendengarkan keluh kesahku saat kita sedang berdua. Menemaniku hingga ia tiba-tiba tertidur pulas ketika aku mengerjakan tugas.
Tidak sedikit yang menatap iri ke arahku, bahkan mereka selalu menatapku dengan tajam, entahlah rasanya seperti ada duri yang menancam jari. Sebenarnya Phi Singto tahu, tetapi dia selalu bisa menenangkanku dan memberiku sesuatu yang membuatku nyaman dan mengalihkan semua masalah akhir-akhir ini.
"Krist Perawat." Ucapnya lagi. Aku sangat terkejut ketika dia memanggil nama lengkapku, itu artinya dia benar-benar serius ingin mengetahui apa yang sudah menimpaku.
"Phi tahu kan aku seperti apa?"
Dari tatapannya dia hanya mengerutkan keningnya, entah aku pun tak tahu. Tetapi aku ingin melihat bagaimana responnya ketika aku membicarakan hal yang sama.
"Lalu?"
"Ada satu gadis yang melihatnya, aku takut Phi."
Aku dapat melihatnya ketika aku menyebutkan kata takut, ia tiba-tiba duduk tegak dan menatap dalam mataku. Dia terlihat panik dan khawatir padaku saat melihat dari pancaran matanya.
"Kau serius?" Aku dapat melihat bagaimana raut khawatir pada wajah pria di hadapanku. Tetapi seketika ketakutanku hilang kala ia mengusap punggungku dan tersenyum. Aku hanya mampu menganggukkan kepalaku sambil menunduk.
"Tenanglah, aku akan selalu disisimu." Kata sederhana yang mampu membuatku sangat nyaman berada di dekatnya. Tak ada kata yang menggambarkan sebuah rasa selain terima kasih. Phi Singto hadir dalam sebuah uluran tangan yang selalu menggenggamku erat, rela melakukan apapun untuk membuatku tersenyum.
"Terima kasih Phi." Ucapku tulus sambil tersenyum.
Aku bisa merasakan terpaan hangat napasnya sangat dekat dengan wajahku, aku tahu meskipun ini di area kantin tetapi aku bisa merasakan beberapa mahasiswa lain melewati meja yang kami duduki.
"Phi Sing mesum." Kesalku padanya.
Dia hanya terkekeh sambil menggenggam tanganku.
"Meskipun kau berbeda, aku akan selalu disampingmu dan menemanimu dari orang-orang yang tak suka padamu"
Phi Singto itu bagaikan pria paling langka yang aku temui, dia akan tetap tersenyum meskipun aku melakukan kesalahan. Dia akan menegurku dengan halus dan selalu mengucapkan kata-kata penenang. Bagiku, dia adalah malaikat yang Tuhan kirimkan untukku. Beribu kali aku melakukan hal-hal bodoh, tetapi dengan tangan terbukanya ia selalu merangkulku untuk mendekat ke dalam kenyamanan yang dia berikan.
***
Suasana langit itu terasa cerah seperti ingin membakarku. Rasanya aku ingin melakukan hal yang pastinya akan sulit di cerna orang lain, tetapi aku mengingat bagaimana Phi Singto selalu melarangku. Bahkan sudah 1 jam aku menunggunya disini, di tempat duduk yang panas dekat danau.
Aku mengerti dia sangat sibuk, mungkin aku pun terlihat seperti anak kecil yang selalu menempel pada orang tuanya. Bagiku Phi Singto seperti mempunyai magnet untuk siapa pun mendekat, mampu membuat orang disekitarnya nyaman dan tak lupakan pelukan hangat yang selalu ia berikan ketika aku sedang emosi.
"Maaf Kit aku terlambat, ada tugas yang harus aku selesaikan dulu." Jawabnya terengah-engah. Wajahnya seketika memerah karena cahaya matahari. Aku tersenyum ketika dia menatapku heran.
"Tak apa Phi, minum." Balasku sambil menyodorkan minuman ditanganku.
Bisa ku lihat ketika ia meminum minumanku dengan sekali tegukan, seketika aku menjadi salah tingkah dan malu. "Apa yang kau pikirkan Krist?" Rutukku dalam diam.
"Phi, aku ingin...."
"Tidak Kit, tidak disini. Berbahaya untukmu."
"Tubuhku gatal Phi, aku rasanya ingin menceburkan diriku ke danau saja." Balasku bangkit menuju tepi danau.
Aku sudah menahan gejolak yang berada ditubuhku, rasanya ingin langsung melompat dan merasakan sensasi yang selalu aku inginkan. Tetapi aku akan selalu mengingat bagaimana Phi Singto mengatakan jika orang lain melihatnya, apakah aku sanggup akan kenyataan berikutnya setelah orang lain melihatnya? Bagaimana dengan Phi Singto? Aku tidak ingin hal itu terjadi.
"Aku akan mengajakmu ke tempat sepi, tetapi tidak sekarang. Ini masih area kampus." Dengan tenang ia selalu mengusap punggung dan kepalaku dengan sayang ketika aku sedang tidak terkendali. Senyuman yang dia berikan selalu membuatku nyaman.
"Baiklah aku mengalah." Jawabku lesu. Meskipun aku tetap bahagia ketika dia merangkul bahuku dan mengajakku pergi.
"Tersenyumlah Kit, kau manis sekali ketika tersenyum." Ternyata dia berusaha menggodaku.
Aku tak bisa membayangkan jika dia tak berada disisiku, aku beruntung memilikinya yang selalu begitu peduli padaku. Dia tak pernah menunjukkan kata lelah, tetapi dia selalu berusaha mengulurkan tangannya dan menggenggamku erat.
***
Udara dingin tiba-tiba menyelusup masuk melalui sela-sela jendela kamarku, aku dapat merasakan bagaimana kulitku tiba-tiba merinding. Segera aku rapatkan selimut yang menutupi sebagian tubuhku, tetapi aku mengingat sesuatu yang membuatku tersenyum.
Ponsel yang sedari tadi berada tepat disebelah kepalaku tiba-tiba berdering membuatku terlonjak kaget. Seketika aku tersenyum lebar saat melihat siapa pelaku yang menghubungiku pagi-pagi seperti ini.
"Pagi Kit,"
"Pagi juga Phi Sing." Jawabku sambil tersenyum malu. Hanya mendengar suara lembut yang menyentuh telinga membuatku salah tingkah dan rasanya ingin sekali berlari menghampirinya.
"Ingat janji kita?" Aku mengerutkan kening mencoba mengingat janji apa yang dimaksud pria tampanku itu.
"Janji?" Tanyaku bingung.
"Sudah ku duga kau melupakannya, baiklah aku akan kerumahmu satu jam dari sekarang,"
"Au Phi, cepat sekali. Bahkan aku baru saja membuka mataku."
"Cepatlah mandi dan bersiap-siap, sampai bertemu Kit."
Aku langsung turun dari ranjang tempat tidurku dan berlari menuju kamar mandi sebelum aku tersandung meja dan mengaduh kesakitan. Salahkan saja meja yang berada tepat di samping kamar mandi, siapa yang sengaja menaruh disana dan membuatku tersandung?
Aku tidak suka jika ada seseorang yang menungguku lama, apalagi jika itu pria tampanku. Mengingat wajahnya selalu membuatku tersenyum. Segera aku bergegas melakukan rutinitas mandi ku, tak membutuhkan waktu lama aku sudah bersiap-siap dengan gaya sederhanaku yang hanya memakai kaos putih dengan celana jeans pendek.
Rasanya aku ingin melakukan sesuatu hal yang aku rindukan, perlahan aku pejamkan mata dan terjadilah begitu cepat. Ketika aku membuka mata, aku hanya bisa tersenyum sambil terus merentangkan tanganku ke udara. Akhirnya aku bisa melakukannya lagi didalam kamarku.
"Kit, kau sedang apa?" Tanya ayahku yang tiba-tiba sudah membuka pintu saat aku sedang melakukannya.
"Ayah...."
Perlahan aku pejamkan mata tetapi tiba-tiba tubuhku terasa sakit.
"Jangan pernah lakukan hal itu lagi kecuali kepada nak Singto." Jawab Ayah tegas.
Dari kecil hanya Ayah yang selalu mengkhawatirkanku, ia rela melakukan apa pun demi aku. Bahkan terkadang aku lupa jika ternyata aku berbeda, tidak seperti anak-anak yang lain. Aku selalu menanyakan hal ini pada Ayah, tetapi Ayah selalu berkata "semua akan baik-baik saja". Dan saat ini aku percaya bahwa kekuatan kasih sayang Ayah sangatlah besar, Ayah bagaikan napasku yang tanpa henti ketika aku berjalan. Selalu menguatkan hatiku untuk selalu maju meskipun banyak orang yang tak akan mengerti keadaanku.
Terkadang Ayah akan menjadi orang yang paling khawatir ketika aku terluka, akan selalu menanyakan hal-hal yang membuatku tersenyum. Aku beruntung memiliki Ayah disisiku, dia adalah pria yang paling aku cintai.
"Baik Ayah."
Pelukan Ayah sangat hangat, aku seperti anak kecil yang sedang menangis ketika dipeluk Ayah. Apalagi ketika dia menatapku dan mengusap pucuk kepalaku dengan sayang. Aku berjanji akan melakukan hal tersebut ketika benar-benar di situasi yang memungkinkan, karena aku juga khawatir kepada Ayah saat melihatku berubah.
"Cepatlah bersiap, nak Singto menunggumu diluar. Dia rindu padamu." Godaan Ayah membuatku malu dan tersenyum.
Ayah hanya terkekeh geli sambil mengusap kepalaku dan berlalu pergi, pipiku memanas ketika membayangkan Phi Singto ada disini. Tatapan mataku beralih pada benda pipih yang memantulkan gambar diriku, aku tersenyum sambil merapikan pakaian yang ku kenakan.
***
"Kenapa dengan wajahmu?" Tanya Phi Singto saat kami berada di salah satu taman dekat rumahku.
"Tak apa Phi." Balasku tersenyum.
Aku tak pernah membayangkan sebelumnya jika pria disampingku kini telah menjadi kekasihku selama tiga tahun, pria ini tak pernah sekalipun mengeluh dan selalu sabar menghadapi semua yang ada pada diriku.
"Tak terasa ya, sudah 3 tahun lebih kita menjalin hubungan." Aku hanya melihat bagaimana Phi Singto menatap pohon-pohon disekitarnya sambil tersenyum
Tidak denganku, tiba-tiba jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Ini membuatku takut, mengapa Phi Singto mengatakan hal-hal itu?
"Kau ingat kapan kita bertemu?"
Aku masih terdiam mendengarkan kata demi kata yang dia ucapkan.
"Dulu kau masih sangat kecil sambil menggendong ransel yang ternyata isinya batu. Aku heran, tetapi kau memberikanku batu itu,"
"Ayahku yang memasukkannya." Jawabku sambil cemberut.
Aku ingat meskipun samar-samar. Aku ingin sekali keluar rumah, tetapi Ayahku melarangku. Aku hanya terdiam sambil menatap jendela dan menangis. Seketika Ayahku mengambil ransel yang ternyata berisi banyak batu. Ayahku hanya khawatir jika aku akan melayang dan hilang.
"Kau lucu, aku bahkan senang bertemu denganmu. Kau ingat saat kau berubah dan mengajakku pergi lebih tinggi lagi? Itu pertama kalinya aku bertemu dengan burung-burung dan menyentuhnya."
"Bagaimana jika kita melakukannya lagi?"
"Apa kau yakin? Bahkan kita sudah besar."
"Aku belajar supaya melakukannya disaat yang tepat."
"Tadi pagi kau melakukannya lagi?" Tanya Phi Singto sambil mendekatkan wajahnya kearahku.
"Aku merindukannya."
"Bahaya Kit, disini ada beberapa orang yang akan melihatmu."
"Selama ada Phi Sing disampingku, aku tak akan merasakan takut."
"Aku lebih takut jika kau akan...."
"Phi percaya padaku, kan?"
Tiba-tiba aku merasakan bahwa Phi Singto menggenggam tanganku erat. Dia menghela napas sejenak sebelum menatapku dalam.
"Aku akan selalu percaya padamu,"
"Baiklah, kita akan melakukannya."
"Apakah yang akan terjadi setelahnya?" Tanya Phi Singto lagi.
Aku menjadi gemas dengan kekasihku ini, siapa yang tadi mengajakku dan sepertinya juga merindukan sesuatu itu sejak kecil?.
"Tak akan terjadi apa-apa Phi."
Tanpa menunggu jawaban dari Phi Singto, seketika itu aku genggam erat tangan kirinya. Memasukkan jariku ke sela-sela jarinya, aku memejamkan mataku sambil merapalkan beberapa kata dan tak terasa kami sudah berada diantara banyaknya awan-awan yang berjejer cantik berwarna putih. Meskipun cuaca terasa terik, tetapi diatas ini aku dapat merasakan hembusan angin yang begitu kencang.
Lagi-lagi aku melihat Phi Singto masih memejamkam matanya, tanganku terasa sakit karena dia menggenggamnya terlalu erat.
"Phi, bukalah matamu. Ini indah."
"Aku takut Kit."
"Ayolah Phi," tuturku berbisik pada telinga kanannya.
Aku tersenyum ketika Phi Singto membuka matanya menatap takjub pada apa yang dia lihat. Perlahan aku genggam kedua tangannya dan mencoba melayang mengikuti arah angin sambil memejamkan mataku kembali.
Dia sangat menikmati setiap semilir angin yang kami rasakan, rasanya aku ingin dunia berhenti berputar. Aku hanya ingin bersama pria dihadapanku ini selamanya, selama sisa waktu hidupku.
"Kit, ini sungguh menakjubkan. Aku bahkan tak bisa membayangkan aku berada diatas menari bersama burung-burung denganmu."
"Terima kasih Phi," ucapku tulus.
"Hei, aku yang seharusnya mengatakan itu padamu. Terima kasih telah memberi warna dalam hidupku dengan sesuatu yang berbeda dalam dirimu."
Aku menggelengkan kepalaku dan tersenyum, perlahan aku merasakan pelukan hangat itu lagi. Pria tampanku ini selalu membuatku seakan melayang ke atas langit dengan cintanya.
Aku memejamkan mata dalam pelukannya, detik berikutnya kami sudah berada diatas tanah tepatnya ditaman yang sama. Tetapi suasananya sudah berubah, ada beberapa orang yang melihat kami dengan tatapan anehnya.
"Jangan menatap mereka, tak apa kau berbeda. Aku akan selalu berada disampingmu." Kata-kata Phi Singto selalu membuatku tenang.
"Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan." Aku hanya mengangguk kepada pria tampanku itu dan kembali memejamkan mata sambil terus menari di udara. Tiba-tiba Phi Singto ikut berlari mengejarku, aku tersenyum bahagia.
Ada saatnya kau harus lebih mementingkan orang yang memperhatikanmu dibandingkan orang yang tak suka padamu. Tak apa kau berbeda dengan yang lain. Dibalik itu semua pasti selalu ada cara seseorang untuk selalu membuatmu bahagia.
Seperti Phi Singto, pria tampanku yang selalu berusaha membuatku bahagia. Aku mencintainya, sangat mencintainya sampai detik ini. Pria tersabar dalam hidupku, selalu sabar dengan semua tingkahku yang membuatnya lelah.
Terima kasih Phi, terima kasih telah hadir dalam hidupku. Kau membuat hidupku lengkap seperti sekarang, kau memberikan kesan yang berharga di setiap detiknya. Hanya ini yang bisa ku ucapkan kepadamu, kepada pria tampan dengan senyuman manis itu.- Kit, anak kecil yang bisa terbang.
End.
KAMU SEDANG MEMBACA
SONGFIC - เธอทำให้ฉันโชคดี / Tur Tum Hai Chun Chohk Dee (You Make Me Lucky)
أدب الهواة#2ndperayarangersbday #4thPerayaAnniversary KUMPULAN ONE-SHOT