Bulir-bulir serbuk putih yang halus berterbangan di udara, disertai dengan suara cekikikan dari dua pemilik suara yang terdengar berbeda usia. Mawar, melangkah menuju satu ruangan yang menjadi sumber suara, dengan plastik belanjaan yang masih berada ditangannya, ia membuka pintu kamar dan mematung sejenak. Dihadapannya, sang anak dan suami masih sibuk bersenda gurau, namun darah ditubuhnya naik menuju otak dan membuat wajahnya memerah.
"Jeka! Kamu apakan anakku!" Tumpah sudah lahar panas yang menggenang dikepalanya.
Dengan langkah seribu, dilempar plastik belanjaan kebadan Jeka, dan diangkat anaknya yang sedari tadi dianiaya oleh sang Bapak yang tidak memiliki otak. Ia menatap putranya dengan penuh prihatin, diteliti seluruh sudut badan dari putranya, tidak ada yang minus, namun kini penampilan putranya sangatlah berantakan. Lebih cenderung seperti badut yang siap menunjukkan trik di hadapan anak-anak.
Tidak berbeda jauh dari Barra—anaknya—Jeka pun sama bertantakannya. Wajahnya penuh dengan warna merah, yang kini membuat Mawar mengernyit. Ia menatap Barra dan Jeka bergantian.
"Tunggu, ini warna merah-merah dapat dari mana?"
"Maamaaa maaamamaama." Celoteh Barra seraya mengepakkan lengannya.
Bersamaan dengan benda berbentuk tabung kecil yang terjatuh dari tangannya. Warnanya emas mentereng, dengan aksen tulisan YSL ditengahnya. Ia masih sanggup menelan liurnya walau sangat berat, hingga tatapannya berakhir pada bedak yang sedari tadi dijadikan korban pula oleh manusia setengah ikan, Jeka.
"Jeka, kamu tau berapa harga lipstik yang kamu jadikan krayon itu?"
Dengan polosnya, Jeka menggeleng dan melanjutkan aksi membalas celotehan Barra dengan semangat.
"Setengah juta, Jek. Aku ulangi, setengah juta! Dan sekarang patah tak bersisa!" Tekan Mawar dengan emosi yang sekuat hati ia tahan.
"Hah? Kamu ditipu atau gimana Ma? Aku lihat di supermarket, yang beginian 30 ribuan aja loh. Besok aku belikan deh."
Nafas Mawar seketika patah-patah, dilimpahkan Barra kepada Jeka yang disambut dengan tangan terbuka. Memang dasarnya keturunan yang amat kental, keduanya paling ahli untuk menunjukkan wajah teraniaya yang membuat Mawar bertekuk lutut. Hanya saja, Barra jelas terlihat menggemaskan, sedang Jeka? Andai tidak puasa, akan Mawar tampoli pantat Jeka hingga membiru.
Ia beralih pada dua bedak yang tergeletak tak berdaya di lantai. Satu adalah bedak tabur, yang sudah lenyap tak bersisa, hanya ada serbuk yang tertinggal di lantai. Dapat Mawar perkirakan, kemalangan apa yang sudah menimpa kesayangannya itu. Lalu, saat meraih benda bulat pipih berwarna hitam paduan emas itu, darah di tubuh Mawar terhenti untuk beberapa detik.
"Jek, lepas celana kamu, sekarang!"
Dengan gaya dramatisnya, Jeka menutupi telinga Barra, namun dengan senyuman cabul yang menggetarkan jiwa. Rasanya, ingin Mawar tampol seketika.
Menyesal rasanya, meninggalkan Barra dengan sang Bapak dalam waktu yang terhitung singkat. Tujuannya pergi padahal untuk belanja bulanan, karena sebelumnya tidak sempat pergi karena kesibukan Jeka. Bahkan, semalam mereka makan sahur hanya dengan telur dan sosis, sampai Jeka berguyon dan membandingkan ukuran sosis dengan miliknya. Karenanya, Mawar kesal dan pergi berbelanja agar bisa makan sahur dengan lebih pantas.
Lagipula, mana mungkin ia mengajak bayi usia 6 bulan keluar rumah ditengah pandemi? Jelas ia tak rela dan tak mengizinkan hal itu terjadi.
"Ma, ini kan bulan puasa, masih pagi loh. Lagian, baru juga hari pertama puasa, kan semalam sudah— aw!"
Jeka mengaduh kesakitan saat kepalanya dilepar oleh wadah bedak secara bertubi-tubi. Dengan gesit, Barra terlebih dahulu diambil dari pangkuannya dan dimasukkan ke dalam box bayi. Lalu, Mawar mendekat dengan tongkat sapu ditangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Parents(Special Ramadhan : Jilid 2)
HumorBagaimana kehidupan Mawar dan Jeka setelah memiliki bayi di antara mereka? Serta kehadiran tetangga menyebalkan yang terus saja mengusik kedamaian rumah tangga keduanya? Ramadhan kali ini, cobaan yang dihadapi keduanya lebih berat. Selain menguji ke...