Lonely

360 54 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.

Semua orang tau jika seorang Huang Renjun memiliki 2 kekasih yang tampan dan merupakan idola bagi perempuan. Hal yang selalu mereka lihat setiap hari adalah, Renjun datang bertiga bersama dengan kedua kekasihnya dan pulang hanya seorang diri.

Saat pagi hingga siang kau akan menemukan Renjun dikelilingi oleh Jeno dan Jaemin. Namun di sore dan malam kau akan hanya menemukan Renjun sendirian. Entah itu di rumahnya, di perpustakaan kota, taman, restoran, pusat perbelanjaan, atau bahkan rumah sakit.

Seperti memiliki jam nya sendiri bukan?

Jika kau bertanya pada Renjun, apa dia menikmati hidup seperti ini, seperti hanya memiliki setengah kehidupan asmara. Apa dia tidak lelah? Jawabannya, iya. Renjun lelah namun tidak bisa berbuat apapun.

Orang-orang hanya tau dia terlihat bahagia dengan kedua kekasihnya. Namun 'terlihat bahagia' dan 'merasa bahagia' itu berbeda.

Renjun selalu terlihat bahagia namun tidak merasa bahagia. Walaupun dia tengah bersama kedua kekasihnya tapi itu tidak mengubah kata 'terlihat' menjadi 'merasa' bahagia di hidupnya. Entahlah? Apa bisa kau merasa bahagia jika tau hati kekasihmu tidak sepenuhnya untuk dirimu? Hati mereka kita jaga namun mereka menjaga hati yang lain. Tampak sia-sia dan itulah yang Renjun jalani setiap hari.

Kembali lagi ke keseharian Renjun bersama kedua pangeran berkuda hitam dan putih. Renjun baru saja turun dari bus yang mengantarkannya ke halte terdekat dengan sekolahnya. Dan di hadapannya kini kedua pangerannya tengah bersandar pada tembok pagar sekolah dan terlihat fokus sekali dengan benda persegi di tangan mereka. Renjun pun menghampiri mereka berdua.

"Kalian berdua tidak masuk?"

Mendengar suara merdu itu, kedua kepala yang tertunduk seketika tegak kembali dan kini bola-bola mata itu tengah menatap makhluk Tuhan yang sangat manis tengah tersenyum pada mereka.

"Kami menunggumu, Injunie~"

Pemuda bersurai hitam melangkah maju dan memainkan kedua pipi Renjun hingga bibirnya maju beberapa senti karena tertekan pipinya sendiri.

"Twapi kwan kwalian bwisa mwenunggwu di kwelas." Renjun berucap dengan susah payah karena pipinya yang masih dimainkan pemuda bersurai hitam tadi.

"Sudahlah Na, pipi Renjun sudah merah." Tegur pria bersurai putih yang sedari tadi menonton kedua kekasihnya atau lebih tepatnya menonton kekasih mungilnya menjadi korban si Rambut Hitam.

Yang dipanggil 'Na' tadi melepaskan tangannya dari kedua pipi Renjun dan melepaskan sebuah kecupan ringan di bilah merah mudah alami milik Renjun.

"NANA!"

"Hahaha... maaf sayang. Ayo kita masuk!"

Pemuda Na pun merangkul bahu Renjun untuk mengajaknya masuk ke gedung sekolah. Sementara si Rambut Putih berada di sisi satunya, menggenggam tangan mungil Renjun. Tidak pernah lepas kecuali sudah jam nya.

Sampai di kelas, baru kedua pangeran itu melepaskan Renjun untuk duduk di samping sang sahabat, Lee Haechan. Sementara mereka berdua duduk di belakang mereka. Tidak mau lepas.

Pulang sekolah ini Renjun berencana untuk mengajak kedua kekasihnya untuk menonton film di sebuah bioskop. Bahkan dia sudah membeli tiket untuk mereka bertiga. Renjun sudah membayangkan mereka bertiga akan menonton sambil berbagi popcorn yang ia pangku nanti. Namun sepertinya Dewi Fortuna belum ingin itu semua terjadi.

"Renjun-ah, hari ini aku tidak bisa pulang bersama kalian. Xiyeon berkata kursi rodanya kembali macet. Kau tidak apa kan?"

Senyuman Renjun luntur sedetik sebelum senyum maklum kembali tampak di wajah manisnya kala Jeno memilih sahabat perempuan nya yang memang memiliki keterbatasan.

"Tidak apa-apa, Xiyeon pasti kesulitan sekarang. Pergilah, Xiyeon menunggumu!"

Jeno tersenyum lalu memberi kecupan di dahi Renjun sebelum akhirnya pergi. Kini Renjun tengah menunggu Jaemin yang pergi ke dalam toilet sekolah.

3 menit menunggu, Jaemin pun datang dengan berlari. Namun wajahnya terlihat tengah panik dan cemas akan sesuatu. Dan Renjun yakin itu bukan tentang dirinya.

"Injunie... maafkan aku, maaf namun aku harus pergi ke rumah sakit sekarang!"

"Kenapa? Ada apa?"

"Minju collapse lagi, jantungnya sempat melemah dan aku harus melihatnya sekarang. Ini penting!"

Renjun rasanya ingin menangis sekarang juga. Mendengar kekasihnya lebih mementingkan seseorang di luar sana yang hanya memiliki hubungan 'sahabat' dibanding kekasihnya yang kini kembali menahan sakit.

"Be-benarkah? Boleh aku ikut bersamamu?"

"Jangan sayang, lebih baik kau pulang saja oke? Aku mencintaimu. Aku pergi dulu!"

Renjun menatap nanar punggung tegap itu pergi menjauh, sementara tangan di saku celananya meremas tiket bioskop. Hancur sudah rencananya. Memang kodrat nya manusia hanya bisa merencanakan bukannya menentukan.

"Oh? Renjun hyung!"

Renjun menoleh ke belakang dan menemukan Jisung dan Chenle yang baru saja menyelesaikan tugas mereka. Keduanya berjalan beriringan dengan tangan yang bergandengan. Tampak manis kedua adiknya itu.

"Ah, kalian... baru selesai mengerjakan tugas?" Keduanya mengangguk riang menjawab pertanyaan Renjun.

"Renjun hyung sedang apa di sini? Kemana Jeno hyung dan Jaemin hyung?"

Senyum Renjun meluntur dengan perlahan. Chenle yang peka langsung menyenggol tangan Jisung dan memberi kode bahwa pertanyaannya tadi terdengar konyol saat semua tau ini adalah waktu dimana Renjun sendiri tanpa kedua kekasihnya.

"A-ah... maaf hyung, aku bertanya dengan tidak sopan." Jisung sedikit membungkuk di depan Renjun.

"Tidak apa, kalian mau menonton film bersamaku tidak? Aku sudah membeli tiketnya, nanti sekalian aku traktir popcorn dan cola. Bagaimana?"

Bibir indah itu bisa saja melengkung ke atas dengan sempurna, namun kedua orang yang berdiri di hadapan Renjun sadar jika tatapan pemuda bertubuh mungil itu terlihat sendu. Pasti tiket-tiket itu rencananya untuk Renjun, Jeno, dan Jaemin namun batal karena para dominan pergi mendadak.

"Baiklah! Ayo kita ke bioskop! Sudah lama aku tidak pergi ke sana, terlalu sering menonton di home teather pribadiku."

"Oh lihatlah lumba-lumba satu ini, kepalanya semakin besar karena sombong."

Renjun tertawa akibat candaan Jisung yang berujung pada aksi brutal Chenle yang tidak terima diejek seperti itu.

Renjun terdiam begitu sadar dengan interaksi kedua adiknya. Hatinya seperti miris melihat keduanya, walaupun mereka sering cekcok namun tidak ada pihak lain yang menggangu. Tidak ada pihak yang meninggalkan atau pihak yang ditinggalkan. Keduanya ada untuk satu sama lain, bukannya untuk saling meninggalkan.

.
.
.
.
.
.

Just Norenmin 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang