Type menengadahkan kepalanya ke arah langit. Butir salju terus turun, persis di pipi pemuda dengan mantel tebal itu. Type menghela nafas singkat lalu memaksakan bibirnya tersenyum, ingin terlihat dirinya dalam keadaan perasaan yang sedang baik. Setelah sesaat berhenti, ia kembali berjalan dengan kedua tangan yang membenam di dalam saku mantel hangatnya.
Type tiba di tujuannya. Di depan sana pengunjung festival musim salju masih berdatangan meski alat-alat berat terlihat merobohkan berbagai macam miniatur dari es yang ada di sana.
Wajah Type berubah sedih. Es Disneyland yang dulu pernah membuatnya terkesan kini dihantam alat berat dan hancur. Ia mengambil sesuatu di dalam saku jaketnya. Itu adalah foto seseorang, "Hari ini hari terkahir festival musim salju ya? Apakah aku terlambat membawa mu kemari?" Type bertanya pada gambar itu.
Mata Type memanas, pandangannya mengabur. Air bening sudah menggenang di pelupuk matanya, "Aku ingin membawamu ke tempat-tempat yang pernah kita kunjungi. Tapi aku terlambat tiba di sini. Apa kamu menyesal?" Type masih bermonolog parau.
"Kamu tidak menyesal?" Senyuman laki-laki pada gambar itu membuat Type tersadar. Laki-laki itu akan selalu dengan senyumannya, tidak peduli dia sedang kecewa atau apapun. Dia selalu tersenyum sebaik itu pada Type. "Kamu tetap tersenyum. Aku yakin kamu tidak menyesal. Tapi, aku sangat menyesal. Maafkan aku." Type hampir saja menangis.
Katakan saja Type gila karena terus berbicara pada selembar kertas foto. Tidak hanya itu, Type pun tertawa dan menangis sendiri. Benar, dia sudah gila. Mungkin ini sudah terlambat, dia berjalan-jalan ke tempat yang seseorang sukai tanpa orang itu turut serta bersamanya. Tapi bagi Type tidak ada kata terlambat untuk menebus sebuah dosa.
Type menyeka air matanya yang menetes di pipi. Ia kembali berjalan ke arah Utara. Foto Tharn ia simpan lagi di dalam saku mantelnya. Type semakin jauh berjalan sampai ia tiba di wahana kereta gantung. Sesuatu di kejauhan membuat Type tertarik. Itu adalah sebuah pilar lonceng yang diceritakan Tharn malam itu. Lonceng keajaiban, menurut Tharn.
Type bergegas mendekat, beberapa pengunjung terlihat berdoa disana. Type memerhatikan cara mereka berdoa. Mereka menggerakkan tali lonceng lalu menelungkup kan kedua tangan didepan dada dan menyerukan harap di dalam hati.
Tiba giliran Type. Ia diam memaku melihat pada lonceng yang menggantung di atasnya. Semakin ia terdiam, semakin pilu yang Type rasakan.
Rasa sesal seperti mencekik Type. Ia tahu, ia adalah orang yang payah urusan berdamai dengan perasaan. Type sesalkan, dia tidak segera pergi menemui Tharn saat ia tahu Tharn adalah seseorang yang pernah membuat hatinya terisi penuh oleh buncah gembira. Type menyayangkan, dia terlalu membuang waktu sekedar untuk menghampiri Tharn. Tapi Type tidak pernah menyangka, waktu yang ia rangkai untuk menyiapkan diri dan memantaskan diri datang pada Tharn adalah ujung waktu bagi Tharn.
Waktu itu dada Type seperti disayat. Dia datang pada Tharn untuk melihat tubuh Tharn roboh dihantam puing bangunan. Dadanya terasa seperti diremas saat ia duduk di dalam ambulance menemani Tharn, menghiba, memohon Tharn mendengarnya dan bertahan untuknya.
Tangisnya di dalam ambulance, isaknya, masih terasa sangat nyata. Type menangis lagi sekarang.
Perlahan Type meraih tali lonceng di sisi pilar. Ia gerakkan tali itu sampai berbunyi tiga kali.
Kedua tangan Type kini menelungkup, kepalanya menunduk lalu matanya terpejam. Ia mulai berdoa, "Dimana Tharn? Biarkan aku dan Tharn bertemu. Berikan aku waktu, bukan untuk sehari, tapi untuk selamanya. Tolong, bawa Tharn padaku. Atau, jika itu mustahil bawa aku pada Tharn,"
Type menghela nafas berat usai berdoa. Saat ini langit mulai gelap, hawa semakin dingin. Angin pun berhembus cukup kencang. Orang-orang bergegas pergi meninggalkan tempat itu, begitupun Type. Nampaknya cuaca kembali buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
A day With You [Short Story]
FanfictionSuatu hari saat aku bersamamu a One Shoot story