When i see you smile for the first time ...
FABIAN
"Kalau kasusnya begitu, kita hanya bisa tunggu sampai seluruh pemeriksaan selesai." Aku hanya mengangguk ringan menanggapi pernyataan salah seorang rekan sejawatku. Telingaku di sini, tapi tidak mataku. Tatapanku terkunci pada sosok wanita yang tampak sibuk dengan pikirannya sendiri. Mengaduk-ngaduk isi mangkuknya dan sepertinya tidak berniat memakannya. Bahkan dia tidak tertawa, meskipun dua orang yang duduk berhadapan dengannya sudah jungkir balik berusaha membuat lelucon untuknya.
Sudah dua minggu aku duduk di sisi meja ini dan menatap Dinasty, wanita yang hanya aku tahu namanya saja. Dia duduk dan tampak tidak bersemangat menjalani kehidupannya. Sesekali dia mengobrol dengan dua rekannya, tapi tidak terlalu sering. Melamun adalah hal yang paling sering dia lakukan. Menatap keluar jendela sambil sesekali menghembuskan napas berat.
"Fabian, sudah selesai? Ayo naik." Teman-teman dokter yang lain sudah selesai makan dan siap meninggalkan meja karena waktu hampir menunjukkan pukul satu siang. Waktu istirahat siang sudah selesai. Namun Dinasty masih duduk disana. Masih asyik dengan lamunannya sambil sesekali menyampirkan rambut ikal sebahunya ke belakang telinga.
Aku memilih menunggu disini daripada buru-buru naik ke atas. Lima menit. Ya itu sudah cukup untuk menatapnya dan memasukkan sebanyak-banyak memori tentang wajahnya ke pikiranku. Aku memang pengecut. Mengapa aku bertingkah laku seperti ini? Jika memang menyukainya harusnya aku datang dan berkenalan dengannya. Tapi sialnya, kemampuanku dan pengetahuanku soal wanita benar-benar nol besar. Aku tertinggal jauh di belakang dari sahabat-sahabatku. Mungkin karena aku terlalu asyik bergelut dengan anatomi tubuh manusia serta segala penyakitnya sehingga ilmu dasar mendekati wanita pun aku tidak tahu. Ya. Aku akui, aku memang menyedihkan.
Dinasty beranjak dari kursinya membuat pikiranku kembali terfokus padanya. Dia menoleh dan mata bulatnya terkunci dengan tatapanku. Lalu dia mulai tersenyum, senyum yang langka karena hampir dua minggu aku menatapnya dari kejauhan dan tidak kunjung menemukan senyum itu. Senyuman yang tanpa sadar sudah mengambil semua oksigen sehingga aku kesulitan untuk bernapas saat ini. Dia cantik. Tidak ada yang meragukan itu. Tapi ketika dia tersenyum ... dia bukan hanya sekedar cantik. Dia seperti memberi harapan dan hembusan angin menyejukkan kemudian secara perlahan perasaan hangat menyelimuti hatiku.
Dia seperti ... angin pagi. Ya, angin pagiku.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Morning Breeze (TERBIT)
Romance"Ini bukan tentang memilih siapa yang paling baik, tapi ini masalah memilih seseorang yang kamu yakini bisa membuatmu nyaman hidup puluhan tahun dengannya." -Dinasty Fabian Aganta (30 tahun) dokter tampan yang kelebihan hormon ramah dan baik hati su...