Fabian
Aku terkekeh ketika melihat Dinasty pergi sambil menghentak-hentakkan kaki. Rambutnya yang ikal sebahu berayun naik turun saat dia berjalan dan bibir mungilnya mengerucut. Astaga, sebenarnya berapa sih umurnya? Aku merasa sedang menghadapi remaja labil yang ngambek sama pacarnya.
Baiklah, aku memang bukan pacarnya. Tapi sepertinya aku mulai tertarik mengisi posisi itu. Meskipun bau-baunya Dinasty tidak suka berada di dekatku. Berani taruhan, dia pasti menyangka aku masuk dalam barisan pria player yang rajin membawa wanita ke ranjang.
Aku melepas snelli dan menggantungnya, harusnya ini salah satu tugasnya juga. Tapi wanita yang satu ini agaknya tidak rela mengerjakan hal-hal seperti ini. Beruntung dia tidak menambahkan racun di kopiku.
Sepanjang perjalanan menuju parkiran, aku menyapa beberapa dokter yang berselingan jalan denganku. Namun aku langsung berbalik arah ketika Katrina Maheswari berjalan dengan semangat '45 ke arahku. Entah apa yang dipikirkan mama sampai tega menjodoh-jodohkan aku dengan wanita ini. Ya okaylah, dia cantik. Body? Not bad. Otak? Smart. Tapi masalahnya...
Apa masalahnya?
Aku hanya tidak mencintainya. Simple kan? Beberapa orang akan menertawakan kata-kataku barusan, termasuk sahabat-sahabatku sendiri. Tapi aku tidak peduli, itu sudah seperti pedoman hidupku.
"Bi.. Bian!" Panggilnya sambil terengah-engah.
Aku menarik nafas sejenak kemudian menoleh dan memasang senyum setenang mungkin.
"Ih aku tu ngejar-ngejar kamu. Bukannya berhenti malah jalan terus." Ujarnya dengan logat manja sambil memilin-milin ujung rambutnya.
"Oh, sorry aku nggak denger.." Aku tersenyum lagi.
Katrina menggelayut manja di lenganku. Nah, yang begini ini yang aku tidak suka. Dengan perlahan aku melepaskan pegangan tangannya, "Kamu belum pulang?" Tanyaku.
"Mau pulang bareng kamu, Bian," jawabnya sambil berkedip padaku.
Dia main mata? Astaga, ajaib sekali wanita ini.
"Sorry Kat, next time ya. Aku lagi nggak bawa mobil." Ujarku sambil bersiap-siap pergi.
Wajahnya langsung di tekuk. "Janji ya kapan-kapan..yaudah aku pulang ama supir aja deh." Dia mengeluarkan ponsel dari tasnya dan aku mengambil kesempatan untuk pergi sambil melambaikan tangan padanya.
Segera setelah lepas dari tatapan Katrina, aku mempercepat langkahku menuju parkiran motor di belakang rumah sakit. Langit Jakarta sedang tidak bersahabat sore ini, selain karena sudah hampir mendekati malam, mendung tebal juga menggelayuti, sepertinya hujan deras akan segera turun.
Aku memacu Ducati putihku keluar dari parkiran. Bisa di bilang aku kurang suka mengendarai mobil. Jika bukan karena hujan, aku pasti memilih mengendarai motor besar ini. Aku bukan tipe orang yang sabar menunggu berjam-jam di mobil dalam kemacetan yang kupikir semakin hari semakin parah.
Saat baru berjalan beberapa ratus meter keluar parkiran, aku melihat sesosok wanita di sebelah kiri jalan yang tampak mendorong motornya. Dari penampakan belakang sepertinya aku mengenalnya. Segera kudekati dan memelankan laju motorku saat sudah berada di sampingnya. Ternyata tebakanku seratus persen benar. Aku membuka kaca depan helmku dan wanita itu hampir terlonjak kaget saat melihatku.
"Dinasty..kenapa motornya?" Sapaku sambil tersenyum.
Dia berhenti berjalan. "Mogok Dok, saya lupa bensinnya habis."
Ah Tuhan memang maha baik..
Aku mengulum senyumku. "Kamu mau dorong sampai mana? SPBU kan masih jauh, Saya anter aja ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Morning Breeze (TERBIT)
Romance"Ini bukan tentang memilih siapa yang paling baik, tapi ini masalah memilih seseorang yang kamu yakini bisa membuatmu nyaman hidup puluhan tahun dengannya." -Dinasty Fabian Aganta (30 tahun) dokter tampan yang kelebihan hormon ramah dan baik hati su...