PLAK!!
Satu tamparan, tapi cukup untuk membuat seseorang yang tengah diikat pada kursi menjerit kesakitan.
Yah, kalau saja bukan karena sasaran tamparan Jihoon yang sebelumnya sudah memiliki luka bakar di sana, mungkin semuanya tidak akan terasa semenyakitkan ini. Meski memang tak dapat dipungkiri, bahwa sebilah duabilah gigi orang itu dibuat patah karenanya.
"Anda tahu, kami sudah mencari anda sejak lama." Jihoon menyelipkan tangannya ke belakang tengkuk si pria paruh baya, menancapkan kuku-kuku jarinya, sambil-sambil memberikan sedikit tekanan mencekik di sana.
Untaian tangan itu kemudian beralih ke bagian penghujung dagu, mengangkatnya sedikit guna memperlihatkan wajah babak belur milik seseorang yang agaknya sudah menghancurkan hidup puluhan jiwa.
"Yaah, sayang sekali anda begitu pandai bersembunyi. Saya sampai harus meringkus tikus-tukus jalanan tak berguna terlebih dahulu, baru bisa menemui anda." Kata Jihoon, ia tiba-tiba tersenyum cerah, "Tapi jangan khawatir, eksekusi anda sudah tiba."
Setelahnya, terdengar suara dentang dari benda berbahankan perak yang terbuka. Hyunsuk bergumam-gumam kecil, tangannya dengan leluasa memutar roda pemantik, lalu setelah sejumput api kecil menguar keluar, ia pun melemparkannya ke dalam drum berisikan batu bara.
Sebilah pedang ia keluarkan dari sarungnya. Kemudian membiarkan benda pipih nan tajam itu diletakkan pada drum, dipanaskan dalam bara api merah menyala.
"Saya harap anda tidak akan melupakan wajah dari orang-orang yang pernah anda lukai." Kata Hyunsuk, ia mengambil pedangnya yang kini sudah memanas, "Masih ingat dengan anak laki-laki yang anda buat sekarat dengan lebih dari sepuluh luka tusuk di bagian punggungnya?"
Sosok paruh baya itu, Park Yeongjin, menatap Hyunsuk lamat-lamat, sebelum akhirnya tiba meledakkan tawanya yang membuncah, "Waah, jadi itu lo?"
"Definitely, yes!" Jemari Hyunsuk menjentik, "Makasih karena sudah bikin Ayah jadi lumpuh, makasih juga karena anda Ibu saya buta sekaligus tuli."
Mendengar untaikan kata terimakasih itu lantas saja membuat Yeongjin terkekeh kecil, "Dasar bocah gila."
Hyunsuk mendekat, raut wajahnya nampak begitu datar. Tidak ada emosi apapun yang tercetak di sana.
"Berkat itu, saya jadi punya alasan untuk membunuh para bajingan seperti anda."
Diayunkannya pedang itu tinggi-tinggi ke langit, sebelum akhirnya menebas udara. Membesit dengan cepat menuju perpotongan leher Yeongjin, membuat dirinya secara reflek menutup mata dengan rapat.
"Bercanda"
Ujung tajam nan tipis itu berhenti tepat beberapa milimeter dari permukaan kulit Yeongjin. Meski tak menyentuh kulitnya secara telak, tetap dapat ia rasakan hawa panas yang begitu memberengat dari bilah pedang milik Hyunsuk.