Di tengah pekatnya kegelapan jalanan, sebuah mobil limusin membelah malam, berdesing menyambut angin dingin menusuk tulang.
Suara lantunan dari radio terdengar kontras, terlebih lagi, lagu yang si pengemudi putar adalah musik bergenrekan rock. Berisik, namun bisa membawa euforia khas nya tersendiri.
Gumaman samar milik Jeongwoo menjadi penggiring, diikuti oleh ketukan dengan ritme teratur dari Yedam agaknya mampu membuat suasana berat sedikit berkurang. Yoonbin duduk sendirian di kursi penumpang, fokus dengan urusan bongkar-pasang senjata api yang sudah ia geluti sedari mereka berangkat dari basecamp tadi.
"There is nowhere that can't be seen— EH ANYING MIC GUA!!"
Jeongwoo berteriak nyaring, tidak terima saat botol tupperware yang ia sebut sebagai mic malah diambil alih oleh si pengemudi. Yedam menyengir, sebelah tangannya dibiarkan bermain-main dulu dengan botol kesayangan yang lebih muda, mengetukkan benda itu beberapa kali ke kepala si cowok Park.
"IF YOU LET YOURSELF BE FREE!!" Sambung Yedam, sebelum akhirnya melirik Yoonbin melalui refleksi kaca spion yang hanya berjarak beberapa senti dari kening. "Eh Bin, hayok nyanyi yok, letoy banget udah kek anak perawan ditinggal kawin."
Yoonbin mendengus, "Fokus ngemudi aja sana."
Nada suara yang terdengar kesal itu lantas mengundang kernyitan heran dari Jeongwoo, didekatkannya mulut ke telinga Yedam, "Ntu cacing kremi kenapa jadi diem, tanda-tanda mau sakaratul maut kah?"
Yedam mengangkat bahunya, acuh "Paling cuma nahan berak doang, biasa lah." Katanya, membuat Jeongwoo kembali ke posisi awal.
"Ohh, kirain lagi sakau." Gumamnya.
Ketiga remaja itu kembali melanjutkan perjalanan mereka, masih dengan aktivitas kecil yang sama, Jeongwoo dan Yedam dengan kehebohan mereka menyanyikan lagu, dan juga Yoonbin yang masih betah dengan pistolnya.
Sebenarnya, Yoonbin bukanlah sosok sependiam itu. Si cowok Ha hanya sedang dalam mode merajuk, kesal dengan Jeongwoo dan Yedam yang langsung menyeretnya keluar, padahal dirinya baru saja terlarut ke dunia mimpi.
Tak terasa, mereka sudah melintasi perbatasan distrik ke-6, yang artinya, sebentar lagi tiga orang dengan topeng smiley-men itu akan sampai pada koordinat titik tujuan. Tapi rupanya semua tidak berjalan dengan semudah itu, ada sejumblah mobil yang mengikuti mereka dari belakang, entah sudah sejak berapa lama.
Yedam mengernyit, lagi-lagi melirik targetnya melalui refleksi cermin. "Kok mereka bisa tau? Maksud gue, the hell, gue bahkan baru make mobil ini sekali, kok udah ada aja musuh yang ngikutin kita?"
"Gak lucu banget deh kalau tiba-tiba ada pengkhianat di antara kita, terus dia bocorin informasi. Kayak di cerita-cerita klise gitu" Tutur Jeongwoo, mengecek pistolnya sebentar, sebelum akhirnya membuka jendela, mengarahkan moncong pistol pada ban mobil milik sang target, lalu mebidiknya dalam satu kali tarikan nafas.
Sesuai harapan, peluru milik Jeongwoo yang melesat di udara, agaknya berhasil membuat mobil bermerkan BMW di belakang mereka kehilangan kendali, oleng karena ban depan mereka rusak parah, yang kemudian berlanjut ditubruk oleh mobil lain di belakangnya.
Dua buah mobil, dengan muatan orang entah berapa, berhasil ditaklukan hanya dengan sedikit tekanan pada pelatuk. Mobil yang saling beradu itu rupanya kembali menabrak bangunan kosong, membuat ledakan tak lagi terelakkan.
Sisa tiga buah mobil lagi.
Yoonbin yang duduk sendirian di belakang bergegas, mengambil tas punggungnya yang jatuh menyelip ke bawah.
"Banyak cocot bener, dahlah, turunin gue disini aja. Biar gue yang urus semuanya."
"Bang Ben, lo pengkhianat ya?? Owalah asu, mati aja lo sana!" Jeongwoo menghardik, maksudnya bercanda, tapi Yoonbin justru benar-benar mengangguk mantap.