Ternyata bener, ya. Baca, nulis cerita, emg sesuatu yg kadang bisa bikin mood naik. Apalagi kalo lagi ngerasa sepi, jiakhh.
Ini cerita keduaku, dan semoga akan terus berlanjut.
So, enjoy it!
.
.
.Sehari setelah diperingatinya Hari Pahlawan, SMA Mutiara mengadakan acara benuansa kepahlawanan. Dengan maksud mengenang perjuangan dan menghargai detik demi detik yang sekarang dengan mudah dijalani. Pentas dan lapangan sekolah sudah disulap bak aula istana dengan red-karpet sebagai pelengkap, semua murid akan menjadi bintang, menunjukkan masing-masing performanya.
Di gerbang belakang sekolah, seseorang sedang berusaha menyelinap masuk. "Lo gue taroh di sini aja kali, ya. Biar aman." Syilla Himalaya, murid kelas sepuluh yang paling handal, handal dalam hal curi kesempatan untuk lolos dari Pak Umar (penjaga sekolah super gualak). Syilla menyandarkan sepedahnya hingga mentok ke tembok, cewek itu mulai berjalan masuk. "Huhh," ia membuang nafas lega.
"Ini acara pertama kalian, semua harus terlibat aktif! Bikin acara perdana ini jadi pengalaman pertama yang berkesan. Jangan sampai gue lihat diantara kalian ada yang nongkrong-nongkrong nggak jelas, selama acara berlangsung. Siap-siap berhadapan sama gue." Suara itu terdengar jelas oleh Syilla saat melewati sisi luar gedung aula. Sebuah teriakan intruksi dari Tio Ganesha, si ketua Osis yang disegani karena wibawa nya.
Di SMA Mutiara, yang menjadi bagian dari anggota osis, adalah orang terpilih, dan bisa diandalkan, sigap, juga berani. Jika ada yang bilang bahwa niat awal bergabung dalam anggota osis adalah untuk pansos alias panjat sosial, maka yang ia dapat pasti lebih luas dari itu; kekeluargaan (begitu kata Tio).
"Ehm," Syilla mengambil kaca cermin mini dari totebag nya, untuk memastikan rambut hitamnya masih tertata rapi, dan liptint yang masih terjaga. Kali ini nggak boleh gagal.
Niat awal ingin masuk kelas, luput gagal karena ada hal yang jauh lebih penting: menaklukkan hati si ketua osis.
Kantin Pak Samsul, yang berada tepat di belakang gedung aula, menjadi tujuan Syilla saat ini. Bukan karena langganan, tapi karena Syilla baru saja menyusun strategi. Dan di sinilah ia sekarang, dengan semangkok mie kuah dan segelas es teh tawar. Dari dulu kalau ditanya kenapa hobi banget sama teh tawar, ia akan menjawab: sudah manis, jadi nggak perlu lagi yang manis-manis."Halo... sekarang jam istirahat, ya, Mbak?" Munculnya Tio dari arah belakang membuat Syilla spontan menyeruput teh di hadapannya. Sebenarnya alasan lain mengapa ia makan di kantin Pak Samsul juga karena makhluk dunia lain di dalam sistem pencernaan yang merengek minta makan.
Namun rasa laparnya seperti lenyap seketika, ketika sadar bahwa tepat di depannya sudah terpampang wajah ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Yess!
Sejak pertama kali menjejakkan kaki di SMA, tepatnya pada masa orientasi siswa, sosok Tio menjadi manusia pertama yang berhasil menaklukkan hati seorang Syilla. Saat itu semua casis berlari memasuki gerbang, disambut sorak para senior yang mirip seperti 'anjing menggonggong'.
"Cepetan, dong!"
"Udah jam berapa, nihhh!"
"Junior apaan datang jam segini. Woyyy!"
"Heh anak baru! Lo fikir ini sekolah punya bonyok (bokap-nyokap) lo apa? Helow!" Salah satu senior menunjuk wajah cewek dengan penampilan yang jauh berbeda dengan teman seangkatannya. Suara itu memenuhi seluruh ruangan hingga membuat keduanya menjadi pusat perhatian.
"Apaan merah-merah begini, mana nggak diiket. Cari masalah?" Dari dulu, untuk bisa mengikuti masa orientasi siswa dengan aman adalah dengan menuruti semua apa kata senior. Seperti hari ini, semua cewek kelas sepuluh harus datang ke sekolah dengan rambut kepang dua dengan hiasan pete.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tulus untuk Siapa
Teen FictionDalam semua hubungan, rasa tulus memang selalu harus ada. Entah itu hubungan dalam sahabat, pasangan, keluarga. Awalnya Tio tidak percaya bahwa hanya bermodal ketulusan, bisa membuat satu semesta memihak. Sampai Syilla ada dalam hidupnya dan perlaha...