Sesak(21+)

1.6K 140 13
                                    

Malam tiba, dan Rudelle dibuat gugup. Sebelumnya, sebelum mereka menikah, Rudelle tidur di ranjang sementara Nich akan tidur tidur di lantai dengan alas karpet. Lucu memang, Nich sang tuan rumah malah tidur dengan sulit. Sementara Rudelle yang terhitung hanya menumpang malah tidur dengan nyaman di atas ranjang. Walaupun tidak luas, tetapi ranjang itu cukup nyaman untuk menjadi tempat tidur. Namun, sekarang sudah berbeda cerita. Rudelle dan Nich sudah menikah, mereka sudah sewajarna tidur di ranjang yang sama. Hanya saja, ranjang ini terlalu kecil untuk ditempati oleh dua orang. Ingatan samar kembali memenuhi Rudelle, saat dirinya tanpa sadar mengingat kejadian di mana dirinya berada dalam pengaruh obat perangsang.

Malam itu adalah pengalaman pertamanya, ia memang tidak mengingat dengan detail apa yang terjadi pada pengalaman pertamanya. Namun, sedikit banyak Rudelle merasa lega karena tidak perlu merasakan sakit yang katanya akan dialami saat melakukan penyatuan saat pertama kali. Ya walaupun setelah bangun, sekujur tubuh Rudelle merasa sakit dan ia bisa melihat bekas-bekas merah keungunan di sekujur tubuhnya yang memang sudah sepenuhnya pulih dari lebam dan luka gores yang ia alami. Obat yang diberikan oleh Nich memang sangatlah bagus. Padahal hanya dioles beberapa kali, tetapi lebam dan luka goresnya hilang tanpa bekas sedikit pun.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Nich sembari melangkah mendekat pada Rudelle yang terkejut karena melihat pria yang sudah berstatus sebagai suaminya itu tidak lagi mengenakan pakaian bagian atasnya.

"Kenapa kau tidak memakai baju?" tanya Rudelle sembari melotot.

"Bukankah setiap malam aku selalu seperti ini?" tanya Nich lagi. Apa yang dikatakan oleh Nich memang benar. Selama ini, Rudelle memang selalu melihat Nich tidur hanya dengan mengenakan celananya.

"Sudahlah, tidak perlu menjawab pertanyaanku yang itu. Sekarang, ada pertanyaan yang lebih menarik yang tentunya harus kau jawab," ucap Nich lalu berjongkok dan meletakkan kedua tangannya pada lutut Rudelle yang dibalut gaun tidurnya. Sebelumnya, Nich menghubungi orang yang berada di desa untuk mengirimkan beberapa pakaian wanita. Untungnya, kiriman tersebut datang tepat waktu hingga Rudelle memiliki pakaian ganti walaupun masih terlihat sederhana.

Rudelle mengernyitkan keningnya. "A, Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Rudelle entah mengapa merasa gugup.

Nich pun menyeringai dan memainkan helaian rambut pirang Rudelle yang terasa begitu lembut di jemarinya. Ia tentu saja bisa merasakan betapa gugupnya perempuan yang sudah berstatus sebagai istrinya ini. "Menurutmu, apa saja tugas seorang istri?" tanya Nich membuat Rudelle menelan ludah.

"Tentu saja melayani suami dan mengurus urusan rumah tangga," jawab Rudelle ragu-ragu.

"Ada satu hal lagi yang kau lupakan," ucap Nich sembari mencium ujung rambut Rudelle yang sejak tadi ia mainkan. Nich menatap Rudelle yang menunggu kelanjutan dari ucapannya. "Memberikanku keturunan. Itu juga salah satu tugas seorang istri."

Wajah Rudelle memerah. Ia tentu saja mengerti arah pembicaraan ini. Rasa gugup Rudelle pun semakin menjadi. Nich mengungkung Rudelle yang terus menghindar hingga dirinya terbaring di atas ranjang dengan wajah yang benar-benar memerah. "Ta, Tapi—"

"Apa kau takut?" potong Nich.

"Tidak mau, itu pasti akan terasa sakit."

Rudelle terlihat ragu untuk menjawab, tetapi tak ayal mengangguk dengan jujur. Ia memang merasa takut. Nich pun tersenyum lembut. Perempuan dalam kungkunangannya ini sangat polos, bak kertas kosong yang bersih. Rasanya, Nich bisa melihat hingga ke sudut-sudut benak Rudelle yang tidak memiliki pengalaman dalam hubungan ini. Jelas ini adalah sebuah berkah bagi Nich, karena mendapatkan seorang istri manis seperti Rudelle. "Tidak perlu takut, aku akan melakukannya dengan lembut," ucap Nich lalu menunduk lalu mencium daun telinga Rudelle dan membuat bulu kuduk perempuan itu meremang seketika.

"Pengalaman pertama mungkin menyakitkan. Tapi pengalaman kedua, akan membuatmu ketagihan."

Lalu secepat kilat, Nich yang terampil sudah melucuti gaun berikut pakaian dalam yang dikenakan oleh Rudelle. Tentu saja, Rudelle merasa malu, dan berniat untuk menutupinya. Namun, Nich menahan kedua tangan Rudelle dan menanamkan sebuah kecupan tepat di belahan buah dadanya. Nich berkata, "Tubuhmu indah, Rudelle. Aku memang tidak akan rela jika orang lain melihatnya. Namun, aku berhak untuk melihatnya."

Nich meniup pucak payudara Rudelle yang bereaksi dan menegang saat itu juga. Reaksi jujur yang tentu saja memebuat wajah Rudelle memerah. Sentuhan lembut dan penuh dengan pengalam Nich membuat Rudelle dengan mudah siap untuk menemima Nich. Saat menyadari hal itu, Nich tidak mau membuang waktu. Setelah menyentuh Rudelle pertama kali, Nich seakan-akan ketagihan untuk kembali menyentuh perempuan yang sudah menjadi istrinya ini. "Aku akan memulainya," bisik Nich lalu bersiap untuk menyatukan diri.

Namun saat Rudelle merasakan benda tumpul yang terasa panas akan memasuki bagian intimnya, Rudelle berubah panik dan menahan Nich. "Ti, Tidak," ucap Rudelle.

Nich yang melihat hal itu tersenyum dan mencium bibr Rudelle, ia mengulumnya dengan gemas. Tentu saja, Nich menghentikan upayanya menyatukan diri dengan Rudelle. Ia tidak bisa memaksakan diri, ketika Rudelle bahkan belum siap secara mental. Hanya saja, Nich tidak diam begitu saja. Ia bergerak menggoda bagian intim Rudelle yang sebenarnya sudah sangat siap melakukan penyatuan darinya. Sentuhan dan godaan yang diberikan oleh Nich di bagian intimnya, membuat Rudelle tanpa sadar mengerang ketika Nich melepaskan kuluman pada bibirnya. "Aku akan melakukannya perlahan. Jadi jangan takut," ucap Nich lalu secara perlahan menyatukan dirinya dengan Rudelle.

Namun ternyata pengalaman kedua Rudelle itu tetap menyisakan rasa sakit yang menyiksa untuk Rudelle. Sedikit demi sedikit Nich menekan miliknya memasuki Rudelle, maka saat itulah Rudelle merasakan sakit bercampur sesak. Ada benda asing yang memasuki bagian intimnya yang paling sensitif, tentu saja bagaimana Rudelle bisa baik-baik saja. Rudelle mengerang panjang begitu Nich menghentak pelan, berhasil menyatukan dirinya dengan sempurna dengan Rudelle. Setelah itu, Rudelle kesulitan untuk bernapas. Ini benar-benar asing baginya, dan Rudelle tampak begitu syok hingga kesulitan untuk bernapas.

Nich mencium tulang selangka Rudelle dan menuntun istrinya untuk bernapas dengan pelan. "Sstt, rileks, Rudelle. Tarik napas pelan. Kau tidak akan terluka," bisik Nich.

Nich seolah-olah mengulang semua hal yang terjadi kemarin malam, tepatnya ketika ia menyentuh Rudelle untuk pertama kalinya. Setelah Rudelle bisa bernapas dengan benar, barulah Nich bertanya, "Apa aku boleh bergerak sekarang?"

Rudelle menggeleng panik dan mencengkram kedua tangan Nich dengan kuat. Nich pun sadar, jika pengalaman pertama Rudelle bisa berjalan lancar karena Rudelle berada di bawah pengarus obat. Namun kali ini berbeda, Rudelle sadar sepenuhnya dan tampaknya Nich perlu berusaha lebih keras. "Apa masih sakit? Apa yang saat ini kau rasakan?" tanya Nich lagi membuat pipi Rudelle memerah dengan cantiknya.

"Ma, masih sakit," jawab Rudelle merasa malu harus mendeskripsikan perasaannya saat ini.

"Apa hanya itu saja?" tanya Nich lagi.

Rudelle pun terlihat semakin memerah sebelum menjawab dengan malu-malu, "Sesak. Rasanya terlalu sesak. Milikmu terlalu besar!"

Lady Rudelle : the Unexpected HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang