Ada rasa yang tak pernah terduga. Teruntuk kamu manusia yang paling dekat tapi untuk meraihmu saja saya tak bisa.
Dengan sengaja saya membiarkanmu bersama orang lain, sebab sepertinya kamu terlihat lebih bahagia saat bersamanya daripada dengan saya.
Sedang saya disini, masih berharap bisa menemukan kalimat terbaik untuk memberikan ucapan selamat tidur suatu saat nanti. Belajar untuk menanyakan kabar dengan cara yang paling sopan, dan menyampaikan cemburu dengan tingkah yang elegan.
Tenang saja, itu hanya harapan saya. Jadi jangan merasa bertanggung jawab atas perasaan yang saya miliki. Tetaplah bersenang-senang dengan hal yang membuatmu bahagia.
Cerita ini cukup menarik untuk saya simpan sendirian, dan kamu cukup menjadi tokoh yang selalu saya bicarakan pada setiap cerita di dalamnya.--------------------------------------------------
Dari lorong sekolah, terlihat seorang anak perempuan berlari kencang menuju meja pengumpulan berkas penerimaan siswa baru. Ia bergegas untuk bisa mendaftar ke SMA itu. Dengan wajah yang sangat putus asa, ia membujuk petugas untuk bisa memberinya kesempatan mengumpulkan berkas. Namanya, Risa Qamara. Risa terus memohon kepada petugas itu hingga akhirnya ia diminta menemui salah satu staff tata usaha di sana. Risa berusaha menjelaskan maksud dan tujuannya saat itu dengan nafas yang tidak beraturan. Jaraknya cukup jauh, jadi lumayan lah bikin capeknya."Sebelumnya perkenalkan, Bu. Saya Risa Qamara biasa dipanggil Risa"
"Selamat siang, Risa. Bisa dijelaskan ada perlu apa"
Risa mulai menjelaskan dari A hingga Z mengapa ia mendaftar ke sekolah itu pada saat pendaftaran sudah hampir ditutup. Ia juga menjelaskan terkait nilainya yang lumayan tinggi dengan harapan bisa menjadi pertimbangan agar pihak sekolah mau membantu. Hingga akhirnya usaha Risa tidak sia-sia. Ia diminta untuk segera mengurus pendaftaran ke bagian operator. Lagi-lagi ia berlari dengan kencang ke ruangan operator, akan tetapi langkahnya kali ini bukan lagi karena takut tapi karena semangat dan bahagia yang ia rasakan.
Kembali ia memperkenalkan dirinya kepada sang operator. Hingga akhirnya segala drama yang terjadi di hari itu mampu memberi ruang bagi Risa untuk bernafas sebentar saja. Sebelum nantinya, Risa akan diminta bolak-balik mengurus berkas yang lumayan merepotkan. Si bungsu ini terlanjur mandiri. Tak seorang pun menemaninya saat itu.Dua minggu kemudian, saatnya hari pertama sekolah dimulai. Seperti biasa, Risa selalu berangkat pukul 6. Padahal waktu tempuk dari rumah ke sekolahnya hanya 5 menit. Kelas X MIPA 4, ia memulai petualangan SMA nya dari sana. Ia menunggu teman-temannya masuk satu persatu ke dalam kelas. Risa dan teman-temannya mulai mengenal satu sama lain. Saling bertukar cerita, pergi ke kantin bersama-sama bahkan Risa juga punya sahabat yang sangat menyenangkan. Andin, Lala, Dika, Salin, Tari, dan Okta. Mereka berlima jadi tempat paling nyaman untuk Risa bercerita saat itu jika dibanding dengan teman-teman lainnya.
Satu minggu MPLS telah usai. Pelajaran pertama dimulai dengan Biologi. Lumayan asik untuk mata pelajaran pembuka. Materi yg diberikan juga belum terlalu berat. Malah cenderung bercanda membicarakan betapa kocaknya negeri ini. Risa yang saat itu sangat mudah tertidur. Merasa ada kesempatan untuk sejenak meletakkan kepalanya di atas meja mumpung belum masuk ke materi utama.
"Risaaaaa!!!!!"
Teriak teman-temannya satu kelas. Sontak membuat Risa kaget dan bingung.
"Dicari Pak Kadir tuh" saut Andin, teman sebangkunya.
Risa masih saja bingung karena dia tidak tahu siapa Pak Kadir. Meskipun begitu, Risa tetap keluar kelas dan menemui Pak Kadir yang sudah menunggu di depan kelas Risa."Risa Qamara?" Tanya Pak Kadir, salah satu guru di SMA Tunas Muda
"Iya, Pak. Ada apa ya, Pak?"
Tanya Risa sedikit penasaranRisa ditawari untuk ikut belajar secara khusus untuk persiapan olimpiade. Tanpa berpikir lama, Risa langsung mengiyakan tawaran dari Pak Kadir. Pak Kadir meminta Risa untuk menemuinya seusai bel pulang sekolah berbunyi.
"Nanti tunggu saya di Kelas XI MIPA 2, gabung sama kakak kelas yang lain"
"Baik, Pak"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. A
Teen FictionKetika rangkaian kata berkelut di kepala, dan mulut tidak tau cara kerjanya