0,3 : Akhir

945 202 43
                                    

"Sumpah, deh. Lo mau ngasih gue kejutan apa, sih? Sampe gue harus tutup mata kayak gini?" ucap Rose seraya tertawa kecil, saat Devan membimbingnya untuk melangkah ke depan sesuai dengan arahan cowok itu. Sementara sejak meninggalkan apartemen Devan setelah mereka makan malam bersama, Rose harus menutup matanya dengan kain hitam yang sudah dipersiapkan oleh Devan.

"Sabar, lo juga gak lama lagi bakal tau." balas Devan, masih dengan posisinya yang tengah memberikan arahan pada Rose untuk mengikuti langkahnya dengan penuh hati-hati.

Setelah melangkah cukup jauh sedari Devan menuntunnya dari mobil, Rose dapat merasakan kedua tangan Devan yang awalnya menggenggam erat tangannya, perlahan terlepas.

Rose kontan mengerutkan keningnya, sembari meraba-raba sekitarnya. Mencoba mencari keberadaan Devan di sekitarnya. Dengan posisi kedua mata yang tertutup, jelas saja Rose mulai merasa ketakutan.

Di tengah rasa takutnya yang semakin menjadi, tiba-tiba saja Rose mulai mendengar denting piano di sekitarnya. Meski dalam keadaan kedua matanya yang tertutup kain, Rose menyadari bahwa kondisi tempatnya berdiri saat ini jauh lebih terang dibandingkan sebelumnya.

"I found a love for me..."

Kening Rose lagi-lagi mengerut saat mendengar suara yang tak lagi asing ditelinganya, kini mulai menyanyikan bait pertama dari lagu yang jelas dikenalnya.

"Oh darling, just dive right in and follow my lead..."

Rose kini yakin, bahwa lagu yang tengah didengarnya saat ini merupakan lagu berjudul 'Perfect' milik Ed Sheeran, salah satu penyanyi western yang digemarinya.

"Well, I found a girl, beautiful and sweet..."

Di saat yang bersamaan, Rose tiba-tiba saja merasakan sebuah tangan perlahan mulai menggenggam tangannya. Tangan yang sangat dikenalinya, tangan dari sosok cowok yang seringkali menggenggam lembut tangannya.

Rasa takut Rose kini sudah benar-benar hilang, seiring dengan denting piano dan lagu yang tengah didengarnya berpadu dengan begitu merdu.

"Oh, I never knew you were the someone waiting for me..."

Selama beberapa detik hening, seakan ada jeda tersendiri untuk masuk ke paragraf kedua lagu. Di tengah kebingungannya, Rose akhirnya memutuskan untuk melepas kain hitam yang menutupi matanya dengan salah satu tangannya yang menganggur.

Setelah beberapa kali mengerjap untuk membiasakan diri dengan cahaya yang masuk ke dalam matanya, Rose akhirnya dapat melihat dengan jelas sosok yang tengah menggengam tangannya. Kekasihnya sendiri, Jeffrey.

Saat matanya bertemu dengan mata Rose, seulas senyuman manis yang menampakkan kedua lesung pipinya, seketika terbit pada bibir Jeffrey.

Jeffrey terlihat tampan dengan kemeja putih bergaris hitam serta celana berbahan kain yang juga berwarna hitam.

Rose sesaat mengedarkan pandangannya ke sekitarnya, menyadarkannya bahwa saat ini ia tengah berada di sebuah cafe yang tampak begitu sepi. Dari pintu masuk cafe, terdapat lilin di lantai yang berjejer membentuk sebuah jalan yang terlihat indah hingga ke tempatnya berdiri saat ini.

Tepat saat akan kembali berpaling menatap Jeffrey yang berada di hadapannya, Rose menyadari keberadaan Devan yang berada di sudut cafe dan ternyata sedari tadi ia lah sosok pianis yang mengiringi Jeffrey bernyanyi.

Jeffrey sesaat berdekhem, detik setelahnya, ia lantas menarik lembut kepala Rose agar kembali menatapnya dengan tangannya yang sebelumnya menggenggam tangan Rose.

"Cause we were just kids when we fell in love..."

Setelahnya Jeffrey kembali melanjutkan lagu yang belum selesai ia nyanyikan, dengan salah satu tangannya yang kembali menggenggam lembut tangan Rose, sementara tangannya yang lain memegang mic untuk bernyanyi.

Selama Jeffrey menyanyi diiringi dentingan piano dari Devan, baik Rose maupun Jeffrey tak sedikitpun melepaskan pandangan terhadap satu sama lain. Keduanya saling menatap penuh arti, seakan mereka berada di dunianya sendiri.

"You look perfect tonight."

Hingga akhirnya Jeffrey selesai menyanyikan keseluruhan lagu dan Devan menghentikkan jarinya menari diatas tuts piano, tiba-tiba saja Jeffrey berbalik dan mendekati sebuah meja. Tangannya telihat mengambil sesuatu yang berada dibalik kursi, sehingga keberadaannya tidak terlihat dalam sekali pandang.

Dengan senyuman manis yang menampakkan kedua lesung pipinya, Jeffrey lantas kembali melangkah menghampiri Rose. Kali ini satu buket Bunga Mawar yang berada di genggaman kedua tangannya.

Rose langsung tersenyum lebar saat Jeffrey menyerahkan buket Bunga Mawar itu padanya.

Usai menyerahkan Rose satu buket Bunga Mawar yang sudah ia persiapkan, Jeffrey tiba-tiba saja menekuk salah satu lututnya dihadapan Rose seraya merogoh sesuatu dari saku celananya.

Tak berselang lama, seraya menyodorkan benda berbentuk kubus tersebut pada Rose, di saat yang sama Jeffrey membuka kotak cincin itu.

"Rose, will you marry me?" tanya Jeffrey setelahnya.

Selama beberapa saat Rose memandang haru cincin putih yang ada di dalam kotak serta Jeffrey secara bergantian. Ia benar-benar tak menyangka bahwa Jeffrey akan melamarnya secepat ini, di kala keduanya bahkan masih harus berjuang untuk kelulusan mereka.

Detik setelahnya, Rose langsung menganggukan kepalanya.

"Yes... i will."

Mata Jeffrey langsung membulat sempurna, dengan senyuman yang begitu lebar, cowok itu lantas memasangkan cincin yang dibawanya pada jemari Rose.

Perlahan Jeffrey bangkit berdiri, selama beberapa saat cowok itu menatap jemari Rose yang kini tersematkan cincin yang sudah ia persiapkan serta wajah Rose secara bergantian. Detik setelahnya, Jeffrey langsung membawa Rose ke dalam pelukannya.

Saking bahagianya, keduanya seakan lupa bahwa di tempat itu bukan hanya ada mereka berdua saja yang tengah berbahagia.

Di sudut cafe, Devan hanya mampu melihat pemandangan tersebut dengan seulas senyuman yang terlihat begitu dipaksakan.

Devan merasa apa yang tengah dirasakannya saat ini merupakan kesalahan. Harusnya, sebagai sahabat Rose, ia turut bahagia saat melihat sahabatnya itu berbahagia, seperti saat ini. Namun Devan tak dapat mengelak, bahwa hatinya kini malah terluka atas apa yang ada di hadapannya.

Lalu tiba-tiba saja Devan teringat dengan perkataan Rose padanya beberapa waktu yang lalu.

"Gue pengen liat lo bahagia sama cewek yang lo suka."

"Sampai kapan pun, gue rasa lo gak bakal bisa ngeliat hal itu, Rose."

"Karena mungkin gue emang gak bakal pernah bisa bahagia dengan cewek yang gue suka." Devan bergumam lirih, masih dengan matanya yang memandang sendu Rose dan Jeffrey yang tengah berbahagia sebagai sepasang kekasih yang sebentar lagi akan masuk ke dalam tahap bertunangan.


[][][]


Meskipun ini part terakhir, masih ada part epilog kok xixixi. Tapi karena kepikiran part epilognya dadakan, jadi masih belum selesai ditulis🤣

Ditunggu yaa hihihi🥰

Sebenernya cerita ini buat coba bikin au gitu di twitter. Tapi aku udah takut duluan, takut kena semprot orang-orang tertentu🙂 Kalian yang main twitter ngertilah belakangan itu dunia di aplikasi burung gembrot suka sensian kan🙂

Awalnya juga aku pengen buat fanfict ini jadi panjang, tapi aku sadar diri Kak Doyoung sama Kak Rose aja udah sering berdebu😭 Jadi yaudah aku buat short fanfiction aja <3

So see you si part epilog!

His SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang