semoga

#5

Dengan tangan agak gemetar dan badan yang masih berusaha untuk duduk, kuraih gelas dengan berisikan.air hangat berwarna coklat kemerahan.yang disebut teh hangat oleh Ummi Malikha.

"Minumlah dulu Nduk. Sepertinya kamu lemas sekali."

Belum sempat gelas itu mencapai bibirku, perutku bersuara. Memang sedari tadi sudah meronta ronta cacing cacing perut ini. Tali selalu saja kuabaikan. Dan kini.mulai melilit bagian perutku. Cepat cepat ku sruput teh manis buatan Gus Hasan yang masih memperhatikanku.

" Tak jajal e teh e Gus nyebelin. Biasanya aku di cari gara gara dengan masalah kopi buatanku. Yang kurang inilah..itulah..hehh kesel nuruti pekarepanmu Gus" gerutuku.

Uhukk uhukk. Tenggorokanku tiba tiba menolaknya. Lidahnya melapor bahwa rasa teh ini berasa garam. Dan prasangkaku menuju pria berkoko putih dan sarung hitam kesukaannya.

" kenapa Nduk?? Pelah pelan saja"kata Ummi malikha membuatku melirik puteranya yg sedang tersenyum sinis dan menunjukan matanya yang agak mengejek

" Maaf Mi...saya sedikit kaget, masih agak.kepanasan"titahku sembari menata emosi dan menghindari penglihatanku dari Gus Hasan.

"Ohh..sebentar..Ummi ambilkan makan dulu ya Nduk..kata Hasan tadi kamu itu lagek nahan ngelih yak e"

Hiihh sampai sedetail itu Gus Hasan. Dalam hati ku terus menggerutu dan sepertinya ini yg membuatku semakin berat kepala dirasa. Jarak antara kamar Gus Hasan dengan meja makan terpisahkan oleh ruang tengah tempat keluarga berkumpul kumpul. Sesaat waktu itu menjadi celah bagi Gus Hasan.

"Kok nggak dihabiskan teh nya? Panas Ya?" Sinis Gu Hasan sembari meraih gelas bawaannya itu yang ku letakkan di sudut meja samping tempat kitab. Aku hanya terdiam menyimpan kesal terhadapnya. Diangkatlah peci hitam yang kuakui tanpa sedikitpun mengurangi ketampanannya, apalagi ciri khas Gus Hasan yang membuat santriwati kesemsem dengan peci tingginya. Lalu ia kibas kibaskan layaknya kipas untuk mengurangi rasa panas teh buatannya. Tersenyum sinis sebentar. ..