Rain

246 7 0
                                    


Tetesan embun menyapa seragam putih milik gadis dengan tas ransel pink yang mentereng. Rambut kepang dua menjadi ciri khas uniknya di antara teman lainnya. Seragam abu-abu seakan tidak menjadi tolak ukur penampilannya. Jangan lupakan kacamata bulat miliknya serta poni yang menutupi dahinya. Dia tidak pernah melupakan helm pink miliknya.

Sepeda angin berwarna senada dengan tas ranselnya itu, melaju menuju sebuah kos-kosan di dalam gang sempit. Gadis ini membuka ranselnya dan mengeluarkan sekotak bekal, kemudian ia letakkan di depan salah satu pintu kamar kos tersebut. Tanpa mengetuk dan menemui terlebih dahulu sang pemilik kamar, gadis itu kembali menaiki sepedanya dan meluncur dengan kecepatan tinggi.

Tepat di depan pagar sekolahnya, gadis ini turun dari sepedanya, menuntun sepeda angin itu masuk pelataran SMA bertuliskan ‘SMA Pancasila’. Satpam sekolah yang setiap hari melihat pemandangan paling langka dilakukan murid SMA ini pun berujar,

“Cuma Neng Raina yang kaya begini, yang naik mobil sport mah gada apa-apanya, ya nggak Mas Revan?” Raina--gadis itu tersenyum kikuk menanggapi ucapan pak satpam. Tapi tunggu? Revan?

Raina menoleh ke belakang. Tepat di belakangnya ada laki-laki yang selama beberapa hari ini mengganggu ketenangannya di sekolah ini. Entahlah, apa yang dia inginkan.

“Bener pak! Emang Rain yang paling gemesin banget.” Revan tersenyum, entah itu sejenis senyuman ejekan atau senyuman lainnya yang pastinya Raina sedang tidak ingin menanggapinya sekarang.

Dengan langkah cepat Raina menuntun sepedanya menuju parkiran. Suara motor berhenti tepat di samping sepedanya. Raina tahu wajah siapa di balik helm full face itu. Wajah yang awalnya sama sekali tidak menunjukkan kejailan. Raut datar, cool yang biasa ia tampilkan, seolah tergeser, terpental, terbuang dan berganti dengan wajah menyebalkan.

Berdasarkan kata orang-orang, Revan adalah orang yang paling cuek. Jarang berekspresi, bercanda, dan dia hanya berbicara seperlunya. Tetapi semua omongan-omongan itu, tidak terbukti di hadapan Raina.

“Hallo, Rain cantik!” Raina memutar mata malas. Ia menganggap setiap ucapan Revan adalah ledekan. Bagaimana tidak? Bahkan anak-anak lain saja tidak pernah mengatakan Raina cantik. Kenapa prince charming SMA Pancasila yang dikagumi banyak cewek ini selalu mengatakan ‘cantik’ padanya.

“Kan udah dibilang jangan ganggu aku! Aku takut diganggu sama cewek-cewek yang ngejar kamu.” Revan mengerutkan alis bingung.

“Kamu pernah diganggu sama cewek-cewek itu?” Wajah Revan berubah datar, sorot matanya tajam. Raina gelagapan.

“E-engga kok. Kan partisipasi aja.” Bantah Raina yang mengundang gelak tawa berdamage Revan.

“Antisipasi, Rain.” Raina mengangguk-angguk setuju saat Revan membenarkan ucapannya.

“Inget, jangan ganggu!” Raina lari sekencang-kencangnya dari hadapan Revan. Tubuhnya yang kecil terlihat lucu saat berlari, ditambah penampilannya yang sangat unik, membuat Revan mengulum senyum tipis.

---

Kruk.. kruk...

Bunyi perutnya yang cukup keras membuat Raina meringis malu. Bagaimana tidak? Saat ini suasana kelas cukup sepi, karena beberapa sudah meninggalkan kelas untuk istirahat di kantin.

“Laper ya, Na? Ke kantin yok!” Raina menepuk pundak Kayla pelan.

“Aku malu, Kay. Semuanya ngeliatin.”

“Woy, gausa ngeliatin kaya gitu bisa ga? Risih tau.” ucapan Kayla mengundang respon yang semakin memalukan bagi Raina.

“Lagian bunyi perut keras banget, ga makan berapa hari, Pu?” sahut salah satu cowok yang duduk di kursi paling depan.

Kartini : Habis Gelap Terbitlah TerangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang