[3] - Pancake Durian

1 0 0
                                    


"Enak kan?" tanya Dhika sambil menatap mataku setelah menyuapkan sesendok nasi ayam katsu plus sambal kebanggaannya itu.

Aku yang masih setengah kaget (karena disuapin pertama kali sama cowok yang bukan pacar apalagi suami), mulai mengunyah perlahan sembari memutar kursi menghadap komputer lagi. Salting bego diliatin kek gitu! Ngapain pake nyuap-nyuapin segala coba? Hah gila gue kenapa sih gini aja salting, biasa aja nggak sih kalau dia gitu ke aku? Bukannya dia emang baik ke semua orang? Batinku tergolak keras karena kejadian barusan. 

Ya secara gini deh. Pertama ini di ruangan ada orang lain nggak cuma aku sama Dhika, kedua ya bisa dibilang aku junior kan di sini dan belum ada setahun juga kerja bareng dia, ketiga kita nggak sesering atau sedeket itu kok ngobrol atau ketemu di luar kantor, keempat dan kelima sebenarnya menjadi alasan paling kuat kenapa wajar kalau aku deg-degan saat ini.

"Enak kok enak banget.. tapi haduuuh pedesnyaaa.. kamu jangan sering makan pedes-pedes deeh kasian lambungmuu," komentarku. Dhika emang maniak sambal. Makan gorengan bakwan satu biji aja cabe rawitnya bisa abis 5.

"Ih pedes apanya sih Kei.. ini aja kurang pedes menurutku." Katanya sembari menyuap kembali sesendok nasi+katsu kemudian disusul sesendok sambal. Satu sendok sambal. Ingat. Satu sendok, isinya sambal doang. Otomatis aku tahan tangannya biar sendoknya nggak nyampe ke mulutnya. Dia masih memaksa agar sendoknya nyampai masuk ke mulut tapi sudah kuteriakin duluan.

"Kurangin nggak! Kebanyakan sambelnyaa Dhikaa itu ayamnya masih banyaak!" omelku padanya. Ia hanya tertawa kecil kemudian meletakkan sendoknya kembali ke kotak bekalnya. Sembari mengunyah nasi katsu tanpa sambalnya, Ia mengacak-acak rambutku dan menatapku sambil tertawa. Mampus deg-degan lagi kan!

***

Kalau ditanya betah atau enggak hidup di Jakarta jawabannya mungkin love-hate relationship sih. Ini kota emang mahal di segala aspek tapi sebenernya bikin betah dan serba ada. Salah satunya ya swalayan satu ini. Enaknya di Grand Lucky kamu bisa beli produk camilan ekslusif yang nggak ada di toko lain. Makanan khas Korea, Jepang, Taiwan, Thailand, Amerika, India atau negara manapun deh. Mulai dari camilan, daging, sayur, bumbu, mie, susu, sereal, yang notabene bakal susah ditemukan di swalayan lain. Enak sih, harganya juga enak. Kalau aku sih paling beli bumbu-bumbuan Korea semacam Gochujang atau beli Soybean Paste khas Jepang.

"Mau nyobain ini nggak? Aku dah pernah nyoba enak lho" tanya Dhika sambil mengambil sebungkus ramen Jepang berlabelkan 'mengandung babi' lengkap dengan ikon babi di samping tulisan.

Sambil memukul lengannya aku tertawa kecil. "Lebih enak ini sih kayaknya" kataku sembari memberinya sebotol bir soju khas korea. Kami tertawa kecil kemudian meletakkan kembali produk-produk terlarang bagi mulut kami tadi ke raknya.

Garing ya? Emang garing. Hal-hal kecil yang nggak lucu aja tetep dijadiin bahan bercandaan. Yang penting selama ada kesempatan buat bercanda ya lucuin aja haha.

Jangan terlalu keras lah sama hidup sendiri. Hidup sudah sangat keras, jangan ditambah-tambahin bebannya. Tertawa dan merayakan hal-hal kecil setiap hari memberikan pengaruh kebahagiaan yang lebih besar dan tahan lama daripada hanya menunggu hal besar seperti memenangkan lotre atau mendapat promosi naik pangkat. Kebahagiaan itu tidak dicari, tapi kita sendiri yang menciptakannya.

Seperti halnya aku selalu mencoba menciptakan "sesuatu" untuk disambut di setiap hari esok. Misalnya hanya sesimpel besok bakal ada acara ulang tahun kantor, pasti bakal banyak temen-temen yang datang, bakal ada acara karaokean bareng, ah besok aku mau seru-seruan pokoknya.

Atau di saat tidak ada sesuatu yang khusus sekalipun sebenarnya aku tetap bisa menciptakan sesuatu untuk dirayakan. Hmm.. besok masuk kantor ya, ketemu Dhika, Firda, Rino, Dyan, Kak Inggit, Kak Sekar, Kak Angga, dan Pak Rendra, asiiik.. bisa bercanda lagi sama mereka. Besok mau bahas ini ah, pasti seru kalau ngobrolin ini sama mereka.

Surrounded by very care and humorous friends is a blessings. You will never expect how much they always make you laugh and feel better.

Bersyukur dan Bahagia. Maka Tuhan akan selalu mencukupkan kita.

***

"Wuaahh," mata Dhika berbinar-binar saat melihat es pancake durian di dekat meja kasir. Kemudian dia menatapku seakan bertanya "Aku beli satu nggak papa ya Kei?" Aku yang ditatapnya hanya cekikikan kecil dan mengangguk. Dasar anak keciil!

Sebelum keluar parkiran, di dalam mobil kami menikmati pancake durian sebungkus isi dua yang berhasil menggoda hawa nafsu Dhika tadi. "Sllruuppp... hmmmm... enyaaak bangeet Keii!" seru Dhika. Aku yang masih berusaha menggigit karena dinginnya es pancake ini tertawa kecil saat mendengarnya. Pada dasarnya ini pancake durian tapi teksturnya es krim gitu lho, paham lah ya maksud saya?

"Eh eh yaaah kotor deh kursinya," rengek Dhika karena kursi dan celananya ketumpahan cairan es krim durian yang terlalu cepat leleh itu. Bungkus pancake yang hanya satu tadi Dhika kasih ke aku biar bisa dipakai buat ngalasin lelehan atau belepotannya es pancake durianku. Alhasil Dhika hanya menggunakan telapak tangan kirinya untuk mewadahi es pancake duriannya.

Aku yang melihatnya belepotan langsung mengambil tisu dari jok tengah dan mengelap celana Dhika serta ruang jok diantara pahanya yang juga ketumpahan.

"Hati-hati ngelapnya ntar kesenggol," kata Dhika sambil nyengir nakal.

Aku meliriknya tajam seperti mau meledak dengan sambaran petir diantara mataku menuju matanya. "Tadinya sih mau ngelap pake ini" kataku sembari mengeluarkan gunting dari dashboard mobil.

"Ebuset dah," kata Dhika matanya melotot dan menelan ludah. Aku hanya tertawa dan mengumpulkan bekas tisu serta bungkus es pancake durian tadi ke dalam kresek.

***

Semenjak Pak Rendra demen banget jadiin aku partner kerja Dhika, aku cuma bisa pasrah. Kenapa aku harus stuck dan ikutan kerja rodi sama ini orang?? Padahal gaji juga sama aja sama yang lain, kenapa coba dia mau berusaha dan bekerja lebih daripada orang lain? Kenapa dia rela aja dijadiin asisten-non-resmi bos besar tanpa insentif apapun? Konsekuensi dia jadi asisten orang penting pun nggak main-main, namanya juga asisten, harus siap sedia 24 jam, bahkan di hari libur.

Kadang aku bingung kenapa dia mau berkorban segitunya buat orang lain yang bukan orang tuanya atau keluarganya?

Dhika pernah menjawab pertanyaan itu dengan mata yang sendu, penuh ketulusan, "Mendapat kepercayaan dari orang lain itu nggak mudah Kei.. Sekali kamu mendapatkannya, kamu harus menjaganya, dan jangan pernah mengecewakannya. Karena kita nggak pernah tahu bagaimana Ia telah menyerahkan seluruh kehidupannya untuk percaya pada satu orang, yaitu kita."

Nah loh, bingung kan seorang Dhika bisa ngomong kayak gitu? Di luar emang kayak anak kecil, kebanyakan bercanda, tapi dia termasuk orang paling diandalkan di kantor ini, dan nggak banyak mengeluh. Baby outside, mature inside. So much mysterious things about him.

***

Sesampainya di kantor kami mengeluarkan belanjaan dan menunggu lift terbuka. Saat tiba di lantai 7, sudah ada seorang wanita dengan tas kerjanya duduk sendiri di sofa lobby. Ia menyambut kami dengan senyuman kemudian menoleh pada Dhika dan berkata dengan suara lembutnya, "Aku udah selesai ya, anak-anak juga udah pada pulang di bawah." Dhika mengangguk dan menjawab pada perempuan itu, "He em, aku tinggal ngerapiin ini aja kok,"

Sementara aku masih berdiri dengan menenteng kresek belanjaan...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tentang Cinta, Kamu Selalu Punya PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang