Aku memperhatikan kue yang sedang kubaluri dengan sebuah icing putih sebagai dasar dari kue tersebut.
"astaga ini berantakan,"
Aku menghela nafas dan memperbaiki kue tersebut. Setelah dirasa cukup, aku membuat beberapa tambahan icing sebagai hiasan kue tersebut. Aku melirik jam yang ada di ponselku, jam 4 pagi. Aku berhasil menyelesaikan kue ini selama kurang lebih 6 jam. Perlu dicatat, bahwa aku bukan seseorang yang berada lama di dapur, sehingga untuk membuat kue ini membutuhkan waktu yang panjang.
Hari ini merupakan ulang tahun Jeno. Seharusnya, kue ini kupersiapkan sehari sebelumnya, namun dikarenakan pekerjaanku yang tidak kunjung selesai, maka aku terpaksa untuk membuat kue tersebut mulai di jam 10 malam.
Aku meregangkan tubuhku dan segera bersiap-siap untuk mandi.Rencana hari ini adalah, aku akan mengadakan sedikit kejutan untuknya. Aku sudah berbicara dengan member nya dan mereka menyetujui untuk aku mendatangi dorm mereka di pagi hari. Jam 8 pagi merupakan waktu terbaik karena, satu, mereka memiliki jadwal pada jam 11 siang, dan dua, aku yakin Jeno-ku belum bangun.
Aku merapikan sedikit riasan di wajahku. Tentu saja aku harus menutupi kantung mataku ini! Ah membuat kue benar-benar bukan hal yang mudah. Hari ini aku memutuskan untuk memakai baju paling nyaman, yakni jeans dipadukan dengan kaos putih dan tidak lupa jaket kulit hitam kesayanganku. Tidak sih, sebenarnya jaket kulit tersebut milik Jeno. Aku kemudian bergegas untuk menyiapkan barang-barang seperti topi kerucut, balon, slash serta balon huruf. Oh! Jangan lupa kue nya.
Setelah sampai di dorm, aku menghubungi Jaemin. Ia merupakan sahabat terdekat Jeno dan merupakan satu-satunya manusia yang bangun pagi.
"Hai," ucapnya padaku dan membantuku untuk membawa barang-barang ini.
"Jeno?" bisikku, bertanya mengenai keadaannya.
"Aman, ia masih terlelap," aku mengangguk dan membentuk tanda 'ok' dengan jariku. Jaemin membantuku untuk meniup beberapa balon, tak lama setelah itu Renjun dan Jisung membantu kami.
Aku sangat berterima kasih dengan mereka.
"Kami akan meninggalkan kalian berdua,"
"Loh? tidak ikut dengan rencanaku saja?," tanyaku heran.
Renjun menggeleng, "kami sudah melaksanakan kejutan kecil tadi malam," kekehnya. Aku kemudian mengangguk dan mengucapkan terima kasih kepada mereka. Mereka tersenyum jahil dan segera pergi dari dorm.
Aku menghela nadas untuk meredam kegugupanku. Sudah sekitar 3 minggu aku dan Jeno kesulitan untuk menetapkan hari untuk bertemu. Disaat ia bisa, aku harus melakukan pekerjaanku. Disaat aku yang bisa, ia harus melaksanakan tur konser nya di Asia. Aku kemudian memastikan penampilanku sekali lagi.
"Oke kau bisa Jung!" bisikku.
Aku kemudian berjalan pelan sambil membawa kue yang ditengahnya sudah ku beri lilin dengan api yang menyala. Aku membuka pintu kamarnya, berusaha untuk tidak meninggalkan bunyi apapun. Ketika memastikan ia masih terlelap, aku berjalan pelan sambil menarik nafasku.
"happy birthday to you, happy birthday to youu!" nyanyiku dengan pelan. Perlahan aku bisa merasakan pergerakannya di kasur. Jeno kemudian terduduk. Dengan lilin yang menyala dan menerangi kamar ini, aku bisa melihat wajah kaget nya, disertai dengan senyuman.
"Jangan lupa ucapkan permohonanmu!"
Jeno tersenyum dan menutup matanya, ia kemudian meniup beberapa lilin yang ada di atas kue tersebut. Jeno berdiri kemudian memelukku. Aku membalasnya dengan satu tangan karena tanganku yang satunya sedang memegang kue.
"Terima kasih," bisiknya.
Aku kemudian meletakkan kue nya diatas meja disamping tempat tidurnya.
"Kau yang membuatnya jung?"
Aku mengangguk, "cobain ya, semoga saja enak,"
"OH!" pekikku.
"Ada apa?"
Aku menarik tangannya dan membawanya menuju ruang tengah. "Taraa!" seruku. Jeno tertawa begitu melihat ruang tengah yang kuhias sedemikian rupa, tidak lupa dibantu dengan member lainnya!
"Suka?" tanyaku. Jeno mengangguk dan mengacak rambutku. Kami kemudian duduk di sofa yang berada di ruang tengah tersebut sambil menikmati kue buatanku. Kata Jeno sedikit terlalu manis, tapi tidak masalah. Huh, sudah kuduga aku salah dalam membedakan gula dan garam.
Jeno disampingku tengah sibuk memotret hal-hal disekelilingnya. Sesekali ia menyuruhku untuk tersenyum dan memotret ku dengan ponsel miliknya. Kami kemudian mengabadikan momen ku dan Jeno. Tidak lama setelah itu, manager Jeno menghubunginya dan menyuruhnya untuk bersiap-siap karena 1 setengah jam lagi ia akan berangkat. Jeno kemudian pamit untuk membersihkan dirinya. Sedangkan aku membereskan beberapa piring dan sampah yang ada disana.
Aku membantunya memasukkan beberapa barang yang biasa ia bawa kedalam tasnya. Aku kemudian menghela nafas dan duduk di sampingnya yang sedang menggunakan sepatunya.
"Sampai kapan perginya?" tanyaku.
Ia berdehem dan menoleh kearahku, "Sekitar 4 hari Jung. Kau ingin dibawakan apa?"
Aku mengerucutkan bibirku, "tidak ada," jawabku. Aku kemudian meletakkan kepalaku dibahunya dan menghadapkan muka ku pada dinding yang berada dibelakang kami dan memeluk pinggangnya. "Padahal baru saja kita bertemu.."
Jeno menghela nafasnya dengan berat dan meletakkan kepalanya pada kepalaku. Tangannya mengelus tanganku yang memeluk pinggangnya. "Maaf ya?"
"Jung, aku sangat berterima kasih dengan adanya dirimu. Dengan segala persiapan yang kau berikan hanya untukku dihari ini, aku sangat sangat menyukainya dan aku bahagia. You know that i have a lot of loves that i can give to you willingly, right?"
Aku terdiam mendengar ucapannya. Jenoku tidak biasanya mengucapkan hal-hal seperti ini. Ia termasuk pribadi yang terkesan cuek dengan keadaan sekitar nya, namun selalu memberikan perhatian lebih untuk hal-hal kecil. Termasuk diriku. Aku memejamkan mataku guna menahan diriku untuk menangis. Aku menghirup aroma tubuhnya. Jeno tidak pernah berubah.
"Terima kasih ya, Jung," ucapnya sekali lagi yang hanya kubalas dengan anggukan. Setelah beberapa saat aku melepaskan pelukanku. Ia membenturkan kepalanya dengan kepalaku dengan pelan yang membuatku tersenyum. Aku kemudian mengantarnya ke lift karena ia benar-benar harus pergi sekarang. Jeno kemudian menahan lift dengan kakinya dan memelukku yang berada di luar lift dengan erat.
"Jaga diri baik-baik, aku akan kembali lagi secepatnya," matanya ikut tersenyum.
Aku mengangguk dan tersenyum. Menggigit kuat bibirku agar aku tidak menangis didepannya.
"Jangan menangis," ucapnya yang kembali kubalas dengan anggukan.
Pintu lift perlahan-lahan tertutup. Hal terakhir yang kuliat adalah gerakan bibir Jeno yang berkata 'jangan menangis' tanpa suara.
Selalu, selalu saja saat melihatnya pergi, aku tidak akan pernah berhenti untuk berdoa agar ia diberikan keselamatan serta kebahagiaan dimanapun Jeno berada. Sejauh apapun ia melangkah, aku akan selalu berharap yang terbaik untuknya.
Sekali lagi, selamat ulang tahun, sayangku!
KAMU SEDANG MEMBACA
Je no.
FanfictionCerita ini aku bawakan dengan perasaan yang campur aduk. Di satu sisi, aku hanya ingin Jeno-ku, hanya aku yang mengetahuinya. Namun, aku juga ingin, Jeno-ku dikenal dunia sebagai seseorang yang berarti, at least, untukku. Ini untukmu, kenang selalu...