[5] Miscommunication

352 69 8
                                    

TERIMA KASIH BUAT SEMUA YANG UDAH IKUTAN PO MONSTER MINISTER 15 Juni - 5 Juli 2021

Yang belum beli, boleh nunggu di Gramedia atau TBO kesayangan mantan!
oOo

Punggung tangan Alta mengusap hidung, lalu menyeka sudut matanya. Dia bangkit dari rumput lapangan bola sambil menebas-nebas celana yang dikenakan. "Lo masih galau?" tanya Alta pada cowok yang baru beberapa jam dikenalnya.

Ryandra menengadah karena Alta kini berdiri sedangkan dirinya masih duduk di rumput.

"Gue udahan dulu boleh nggak? Besok disambung lagi?"

Kerutan terbentuk di kening Ryandra. Bisa gitu ya, galau udahan sekarang besok disambung lagi.

"Soalnya, gue baru ingat ada tugas buat bikin esai fenomena low-cost fashion. Gue belum cari artikelnya. Jaringan internet di apartemen gue lagi eror pula." Alta menggaruk-garuk rambutnya. Dia mengecek ponsel untuk melihat jaringan Wifi kampus yang ternyata tidak mencapai lapangan bola. "Masa gue harus lembur di lobi rektorat. Nongkrong di kafe kali ya. Eh," Dia membuka tasnya. "Laptopnya ketinggalan. Gimana dong?"

Ryandra hanya menatapi cewek yang cepat sekali berubah mood-nya itu dengan bingung. Dia bangkit perlahan dari rumput, menebas celananya yang kotor, lalu merogoh tasnya mengulurkan laptop. "Pakai saja dulu."

Bukannya senang, Alta malah bengong. Cowok ini belum lama kenal dirinya, tapi dengan santainya meminjamkan laptop? Bukan laptop mahal memang, tapi tetap saja. Laptop kan, nyawa mahasiswa. Tanpa itu bagaimana mengerjakan segala macam tuagsnya?

"Emang nggak dipake?"

"Mau istirahat dulu sehari. Refresh habis dibabatin dosen." Ryandra melangkah pergi dari depan Alta. "Besok pagi, balikin. Kita ketemu di sini."

"Lo mau ke mana?"

Ryandra mengendikkan bahu, tapi langkahnya terus melaju.

"Gue nugas, lo lanjut galau, tapi di café. Mau nggak?"

Pada akhirnya, keduanya duduk di salah satu sudut café, menghabiskan bergelas-gelas dan berpiring-piring cemilan. Ryandra yang ingin menyegarkan pikirannya dari segala macam materi kuliah malah harus berkutat dengan tugas Alta, mulai dari membantu menyarikan artikel berbahasa Inggris, memilih referensi sumber yang kredibel—bukan semacam Alta yang asal comot artikel daring lalu dipotong tempel seenaknya tanpa memperhatikan korelasi antar paragraf, dan bahkan mengoreksi struktur esainya.

Setelah itu, Alta punya seribu satu cara untuk merecoki Ryandra seperti menyalin esai dari laptop, meminjam buku pengetahuan pemasaran dasar yang konon untuk membuat esai tentang dampak industri fashion, menjadikan Ryandra manekin uji coba untuk konstruksi pola busana, menitipkan material untuk praktikum di kost Ryandra yang diklaim lebih dekat dengan kampus, dan banyak lagi alasan-alasan yang menjadikan keduanya saling terbiasa dengan keberadaan satu sama lain.

Itulah yang diingat Alta tentang awal mula kedekatan mereka. Ryandra tidak pernah mengejeknya yang lemah di segala lini kehidupan. Ryandra tidak pernah sebal kalau Alta memintanya mengajari sesuatu yang seharusnya remeh dan bisa dikerjakan semua orang. Ryandra tak pernah marah jika Alta memintanya mengulang penjelasan beberapa kali. Ryandra tidak masalah jika dia harus membaca buku diktat kuliah Alta sebelum akhirnya menjelaskan untuk cewek itu. Ryandra tidak pernah keberatan mendengar keluhan Alta—segala macam keluhan. Dimulai dengan keluhan tugas kuliah, hingga curahan hati yang lelah.

oOo

Alta tidak berhenti berguling ke kiri dan ke kanan sejak sampai di apartemen. Gemetar tangannya masih terasa. Jantungnya masih meloncat-loncat kalau otaknya mengulang pernyataan Ryandra tadi. Alta yakin besok dia pasti sembelit karena kata-kata Ryandra sangat-sulit-sekali dicerna. Dia bahkan menolak percaya. Tapi bagaimana tidak mau percaya kalau kata-kata itu keluar dari mulut sahabatnya sendiri. Orang yang paling dekat dan paling dipercayainya. Namun, sedekat apa dirinya dan Ryandra kalau sampai dia nggak sadar sebelumnya?

A Fault in Our Love (exclusive on Gramedia Digital)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang