Senja Pertama: Lelaki Tanpa Nama Itu

209 3 0
                                    

Maaf kemarin nggak jadi update malam minggu karena kemarin kaki gue baru jatuh kesleo. Dan ini baru sempet gue lanjutin tadi malem dan ini gue bela-belain gue buat karena besok ujian Pkn gue. Partnya ini juga termasuk short chapter gue janji besok bakalan ngepost longchap. Makasih juga buat phantomskye yang udah buatin gue cover yang bagusnya masaallah. Please voment :)

*************

Ombak bergulung-gulung memecah bebatuan karang yang ada di sekitarnya. Semburat merah senja terpantul bagai cermin pada air pinggir yang tenang. Burung camar yang seharian telah pergi keluar sarang kini mengepakan sayapnya yang tak juga seperti kepakan sayap elang. Kepiting berjalan menyamping menuju tepian garis pantai yang telah digulung ombak-omak kecil. Dedaunan kelapa laksana sang merah putih di angkasa. Berkibar kemanapun angin membawanya.

Anak-anak nelayan kecil berlarian diantara pasir putih. Menangkap ataupun mengejar kepiting yang akan kembali ke dalam air. Diantara mereka ada juga seorang yang bermata tajam yang sedang memandangi gadis kecil berkucir dua yang ada di sampingnya. Anak lelaki itu memandangnya lekat-lekat seolah tak ingin melepaskannya dari padangannya. Senja yang tak begitu ramai dalam balutan awan-awan tipis. Sejenak aku menghembuskan napas untuk kesekian kalinya. Mencoba melawan semua pikiran-pikiran buruk yang mencoba membawaku menelusuri tepian garis pantai ini. Ada ratusan memori yang aku simpan dalam kepalaku dan semuanya ini berputar seperti sebuah rol film. Aku tak ingin memulainya bahkan aku tak ingin menceritakannya. Tetapi entah kenapa ada sebuah keharusan dalam diriku untuk memulainya.

Lihatlah berbagai burung camar itu terkadang aku mengambil berbagai makna filosofis darinya. Ataupun kapal-kapal nelayan yang berjejer rapi seperti parkiran mobil yan biasa dijumpai di pusat perbelanjaan. Semua ini agaknya berbeda dengan enam tahun silam. Selama enam tahun juga aku melupakan semua kenangan itu. Butuh waktu yang lama untuk meluakannya tetapi disinilah aku sekarang mencoba menahan semua kesedihan yang tak akan pernah tertahankan lagi. Percuma saja selama ini aku selalu kabur dan bersembunyi dari semua bayangan buruk yang merenggutku perlahan. Aku mencoba untuk tidak terisak lagi dan menjadi bahan hiburan untuk orang-orang di sekelilingku sekarang ini.

Dulu menurutku pantai ini hanyalah aku dan dia yang mengetahuinya. Tak ada orang lain yang boleh melewatkan senjanya selain aku dan dia di sini. Tetapi lihatlah sekarang di barat sana bahkan matahari tak ingin melihat aku menangis. Semua sia-sia saja jika aku menangispun tak akan bisa melupakan semua kenangan itu. Para anak-anak nelayan tadi bergembira melihat apa yang temannya tangkap lalu mengerubunginya seperti semut yang mengerubungi gula. Semburat-semburat merah senja memang selalu indah untuk dipandang. Dimanakah kau yang selalu menungguku disini? Berbagi pertanyaan muncul dalam diriku sendiri karena aku terlalu enggan untuk mencurahkannya pada siapapun.

Mungkin aku lah yang bodoh karena sebenarnya aku tahu apa yang terjadi. Aku lah gadis bodoh yang hanya bisa menyalahkan Tuhan akan semua ini. Aku lah yang terlalu egois dan bahkan aku tak menuruti apa maunya waktu itu. Tetapi pecayalah bahwa ia adalah orang yang memiliki cinta tulus seperti sebuah ombak yang hanya akan mengikuti laut. Seperti daun yang hanya akan terbang kemanapun aku membawanya. Dan aku pun menagis. Satu hanya satu tetes air mata tak akan lebih lagi. Aku tak ingin mengusapnya dan biarlah dunia mengetahuinya setidaknya hanya aku dan dia.

******

Enam tahun silam berdirilah aku masih dalam keadaan yang sama seperti orang yang telah kehilangan obatnya ataupun orang gila yang sudah tak waras lagi. Aku seorang gadis berusia 15 tahun waktu itu. Terlalu muda untuk mengenal sebuah seorang lelaki yang bahkan tak ku kenal itu. Beribu-ribu jauhnya aku selalu memandanginya dengan penuh rasa kagum. Berharap suatu hari aku akan membuat sebuah kenangan bersamanya. Aku adalah gadis berusia 15 tahun yang pemalu dan aku hanya bisa mengungkapkannya dalam diam.

Semburat SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang