Chapter 03

81 16 46
                                    

NB : Heyyo~ Fiya back again! Semangat menjalani hari untuk Yeorobun yang memulai rutinitas! :D.

- kata si Author jomblo yang udah mulai tua :)).

So, Happy Reading, y'all!^^

"Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ...," Alif yang baru saja pulang dari sekolah, celingak-celinguk melihat keadaan rumah yang begitu sepi. "Abah? Emak?"

"Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh ...," Seseorang tiba-tiba menjawab salamnya, jika pemuda itu dengar secara seksama, ia adalah ....

"Abang Rahman?" Alif bertanya, kemudian tersenyum lebar. "Abang! Kenapa pulang?"

Lantas, Rahman mendengus pelan, "Kenapa bertanya? Ini 'kan rumah keluarga Abang, jadi Abang berhak pulang!"

"No, no, rumah ini jadi hak paten milik Mahesa, titik. Abang pulang lagi sana, rumah Abang 'kan di Malang sekarang," Seperti biasa, jika Alif sudah bertemu dengan sosok Abangnya, jiwa-jiwa ingin menjahili pemuda yang lebih tua empat tahun darinya itu akan keluar.

"Apa-apaan? Sejak kapan rumah ini jadi hak paten kamu, Mahesa?" Rahma tak mau kalah rupanya, "Sana mandi dulu, sudah bau asem begitu. Coba Abang, selalu wangi dan mempesona,"

Alif pun memasang ekspresi sinis, "Meskipun begitu, Mahesa tetap wangi, tahu! Abang kali tuh, bau asem! Lagi pula penampilan Mahesa masih seperti pagi tadi, rapi dan tampan. Abang kalah!"

"Dasar bocah!" Rahman tak bisa menahan tawa, "Dengar, ya! Di mana-mana itu, Abang yang paling tampan. Daripada kamu berdebat, lebih baik mandi dulu, deh. Itu sudah ada makanan kalau lapar, Abah sama Emak lagi ada urusan sebentar,"

"Ya sudah, Mahesa mandi dulu. Nanti, Abang lihat ketampanan seorang Alif Mahesa Firdaus, Abang akan kalah!" Alif terkikik pelan, kemudian segera melangkah masuk ke dalam kamar. "Oh iya, Abang! Mana oleh-oleh?"

"Tidak Abang bawakan untuk kamu!" balas Rahman sembari tertawa.

Pemuda itu mendengus, tetapi sebuah tote bag besar sudah terletak di meja, padahal tadi pagi belum ada. Itu artinya, sang Abang meletakkan oleh-olehnya di sana.

Alif segera meletakkan tasnya di kursi, mengambil handuk, kemudian mandi. Setelah selesai, ia segera melangkah keluar dan mengenakan baju. Satu bungkus keripik buah pun diambilnya, karena sang pemuda begitu merindukan jajanan khas Malang tersebut.

"Makan dulu Mahesa, jangan kebiasaan menunda makan," titah Rahman, "Itu ada ikan balado kesukaan kamu."

Mendengar hal tersebut, tentu saja mata Alif menjadi berbinar. Setelah menghabiskan keripik buah, pemuda itu segera menuju meja makan dan mulai mengisi perutnya.

This is Alif [END] ⭕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang