Panasea 1997: Panasea untuk Deden

1.8K 201 36
                                    

Juli 1997

Ini adalah akhir sekaligus awal. Akhir ketika aku berhenti mengejar Teh Widi sebab dia semakin cantik dan aku merasa gak bakal bisa mengimbangi dia buat jadi pacarnya. Aku gak pernah merasa cukup, capek juga lama-lama. Teh Widi juga gak pernah menempatkanku pada posisi yang jelas, dia cuma bilang,

"'Kan kita cuma temen, Den."

Namun cemburu kalau aku pergi sama temanku yang perempuan, 'kan lieur. Pada April 1997, aku resmi mundur. Waktu itu aku muyung* saja di kamar, gak nafsu makan juga. Gak sedih-sedih sekali sih, bergaya sedih saja biar mendalami. Namun ya sudah lupakan saja, itu gak mengubah fakta kalau buatku dia tetap cinta pertama walau gak pernah jelas bersama. Ini kalau si Aril tau aku pasti diledekin sok puitis.

muyung* : murung/seperti ayam mau mati

"Den, maneh putus sama Teh Widi?" tanya Aril waktu itu.

Kami sedang nongkrong di warung ujung jalan, sejak tahun lalu warung ini resmi didirikan dan resmi (gak sengaja) juga jadi tempat nongkrong pemuda disini, apalagi para karang taruna.

"Putus naon ari sia, bobogohan ge henteu." ketusku.
Putus apaan sih, pacaran aja enggak.

"Atuh biasa aja jangan emosi."

Aku kayaknya melotot dikit waktu itu, "Aku patah hati, Ril!"

"Banyak cewek yang ngantri suka sama kamu, Den. Kamunya aja tutup mata." katanya.

"Gandeng lah."
Berisik lah.

Sampai di satu hari pada bulan Juni 1997, rumah kosong yang tadinya ditempati perempuannya Aril, ada yang isi. Sebuah keluarga baru saja pindah, tentu yang aku lihat dari semua anggotanya adalah anak sulung perempuannya (aku nebak-nebak saja sih).

Rambutnya panjang sampai sikut, dia pakai kaos tangan pendek dan celana selutut, pakai sandal, kelihatannya santai. Mukanya gak berseri-seri, maksudku, dia tipe perempuan yang kalau gak senyum maka mukanya ya kelihatan judes. Wajahnya agak lonjong, matanya bulat dan kelihatan pas dengan wajahnya, semua fitur wajahnya kelihatan pas.

Waktu itu sedang libur semester kuliah. Setelah hari pertama dia pindah aku lumayan sering melihat dia kalau melewati rumahnya, paling kami cuma saling tatap selewat, gak sengaja, namun bisa dibilang sering. Beberapa waktu setelahnya perempuan itu akhirnya ke warung juga. Kebetulan juga aku dan teman-teman lagi nongkrong disana. Eh, beberapa diantara temanku malah *ngahereuyan, aku gak ikutan, nanti dia jadi tambah judes. Sepeninggal perempuan itu kubilang,

*ngisengin

"Maraneh jangan kayak gitu, nanti dia pasti kapok gak mau ke warung lagi."

"Bae atuh da heureuy!"
Biarin dong orang bercanda.

"Kunaon maneh, Den?"
Lu kenapa dah, Den?

"Bilang aja kamu naksir, Den." sahut salah satu temanku.

"Bukan gitu..."

"Alaaaah Deden wae..."

Sebab setelah hari itu, betul, perempuan itu gak pernah kontak mata lagi denganku. Menurutku dia jadi judes. Sebab kalau aku lewat dia selalu mendadak memunggungi, atau pernah dia baru saja keluar rumah mendadak masuk lagi waktu aku lewat. Sejak awal mukanya memang judes, sudah kubilang. Karena penasaran, aku pernah diam didekat rumahnya gak tau mau apa juga, namun tepat gak lama setelahnya perempuan itu keluar. Kucegat saja.

"Masalah kamu apa, sih?"



























halo, bertemu lagi dengan saya di 2022. draft ini sebetulnya sudah lama hihi.

PANASEA 1997Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang