III. Hari Kedua Putus☑️

9.6K 812 18
                                    

Jakarta, 2021.

Gadis berambut gelombang berkat kaos kaki yang dia ikat-ikatkan di rambutnya semalaman itu berlari kasak-kusuk setelah mencomot roti selai dan juga meminum segelas susunya. Kakinya sempat tersandung ubin karena saking terburu-buru akan berangkat ke sekolah.

Grizella menggigit rotinya dengan kasar dengan tangan kiri sibuk memasukkan kakinya ke dalam sepatu. Matanya melirik was-was ke sebelah rumahnya, tepatnya pada rumah Aarave. Grizella hanya tidak ingin laki-laki itu melihatnya. Dia tahu kok kalau kehadiran dirinya bukan hal yang penting untuk Aarave, tapi bagi Grizella, Aarave itu penting, makanya dia harus menghindari laki-laki itu.

Tin. Tin.

Grizella mendongak menatap Raka yang baru saja membunyikan klakson motornya. Gadis itu segera berlari, tidak lupa pelototan tajam dia tunjukan untuk sang teman tercinta.

"Jangan bunyiin klakson!" kesal Grizella sembari menerima helm pemberian Raka, dengan cepat tangannya memakaikan helm ke kepala. Mata gadis itu tidak bisa jika tidak melirik rumah Aarave yang masih tertutup rapat.

"Cepetan!" ucap gadis itu begitu sudah duduk di boncengan motor Raka.

"Cerewet lo!" balas Raka yang dibalas tawa oleh Grizella.

Bertepatan dengan gas motor Raka dinyalakan, Aarave keluar dari rumah. Grizella yang ingin mengabaikan, nyatanya tidak bisa abai. Mata mereka malah bersitubruk, bahkan Aarave terlihat terkejut.

"Ciee tatap-tatapan," ejek Raka berhasil mendapatkan hadiah istimewa dari Grizella berupa pukulan keras pada helmnya.

°^°^°^°^°^°^°

Aarave dibuat terpaku sejenak saat melihat Grizella dibonceng oleh laki-laki berseragam sama seperti dirinya. Iya, meski Aarave yakin itu Grizella karena rambut gelombangnya, tetap saja rasanya mengejutkan. Dia tidak pernah melihat Grizella dibonceng laki-laki lain selain dirinya. Raka, anak kelas sebelas IPS yang dulu pernah sekelas dengan Grizella saat kelas sepuluh.

"Aarave, udah siap?!" teriak Grizelle berhasil menyadarkan dirinya.

Aarave mengangguk, dia segera menaiki motornya bersiap menuju rumah sang pacar baru.

Aarave tersenyum menatap Grizelle yang menggerai rambut lurus sebahunya. Inilah yang membedakan keduanya, Grizella lebih senang dengan rambut bergelombang yang sialnya sangat cocok untuk wajahnya. Aarave sendiri tidak tahu bagaimana caranya Grizella mendapatkan rambut itu, karena ketika malam hari, rambut gadis itu akan lurus kembali.

"Kak Zella kaya ngehindar dari aku," ucap Zelle saat Aarave menyodorkan helm.

Entah kenapa, jika diingatkan kembali tentang Grizella, rasa bersalah itu terasa sesak di dadanya. Walau tertutup rasa bahagia, tetap saja sebagai laki-laki Aarave merasa berdosa.

"Menghindar gimana?" tanya Aarave lembut, tangannya membantu Grizelle mengancingkan helm.

"Tadi nggak sarapan."

Oh, Aarave mengerti. "Mungkin gara-gara yang jemput udah dateng."

"Ih, bisanya kakak itu naik taxi, Beb."

Jujur saja, dia belum terbiasa menggunakan panggilan alay seperti ini. "Siapa tahu udah ada gebetan baru," ucap Aarave. Sialnya, kalimat itu harus keluar dengan nada kesal.

"Ih, cemburu?" tanya Grizelle.

Aarave jelas menampik, tangannya mengacak-acak rambut Grizelle dan menyuruh gadis itu agar segera naik.

°^°^°^°^°^°^°

Aarave dan Grizelle tiba di parkiran sekolah. Baru juga datang, kehebohan sudah menyambut mereka. Aarave yang penasaran segera turun dan melepas helmnya, dia juga membantu Grizelle melepas helm gadis itu. Keduanya segera menyusup masuk membelah kerumunan.

"Zella!"

"Zella!"

"Gue yakin Zella menang!"

"Gue juga yakin Zella menang!"

Aarave dan Grizelle semakin penasaran karena nama Grizella disebut-sebut sebagai pemenang. Tentunya dalam pikiran keduanya, Grizella terlibat dalam perkelahian.

"Kita hitung sampe tiga!" ucap Meli yang berdiri berhadapan dengan Grizella.

"Nggak bisa, dua aja!" seru gadis itu sambil meminta persetujuan orang di sekitar mereka.

Grizelle mencengkeram erat tali tasnya, takut sang kakak benar-benar berkelahi dengan Meli. Aarave yang mengerti kekhawatiran Grizelle pun semakin membelah kerumunan. Berdiri di dekat Grizella dan segera menarik gadis itu menjauh dari Meli.

"Masih pagi, jangan cari ribut bisa?!" ucap Aarave dengan nada tinggi.

Sialnya, Grizella justru menatapnya dalam diam. Tidak mengatakan apa pun yang biasa orang lain katakan, setidaknya minta dilepas karena ingin meneruskan perkelahian.

"Ke kelas sana!"

Grizella akhirnya menyentak tangan Aarave, gadis itu menatap Meli yang mengernyit bingung menatap balik kepadanya.

"Ngapain, sih?"

"Lo yang ngapain, La!"

"Gue?" tunjuk gadis itu pada dirinya sendiri.

Mungkin orang-orang mengira topiknya beralih menjadi perang antara sepasang kekasih. Namun, nyatanya ini adalah perang antara mantan kekasih.

"Iya, lo ngapain cari ribut pagi-pagi? Mending ngerjain PR atau apa kek!"

"Ya kenapa? Gue juga nggak ribut pake nama lo!"

Sialan. Aarave membenci situasi ini.

"La, jangan berantem!"

"Gue nggak berantem!"

"Tapi lo bikin semuanya kumpul buat dukung lo menang berantem sama Meli!"

"Kita cuma mau suit," sela Meli membuat laki-laki itu bungkam.

Wajahnya memerah dengan mata langsung tidak berani menatap Grizella. Dia benar-benar malu karena mengira Grizella akan membuat onar pada situasi pagi ini.

"Nggak usah berlebihan, gue sama pacar lo nggak akan rusuh kok!" ucap Meli membuat keempat anak manusia di sana mematung.

"Kita bukan lagi pacar," gumam Grizella yang masih bisa Aarave dengar. Sial, dada Aarave tidak enak setelah Grizella mengucapkan kalimat itu.

°^°^°^°^°^°^°

Jakarta, 2014.

Grizella dan Grezelle adalah kembar identik yang hanya selisih beberapa detik. Dua gadis cilik itu genap menginjak usia 10 tahun ketika menghuni rumah berlantai dua itu. Kamar mereka bersebelahan dilengkapi dengan balkon selebar 1 meter yang menghadap rumah sebelah.

Grezella membuka tirai, mata cantiknya berkedip lucu saat menatap balkon tetangga yang begitu dekat dengan balkon miliknya. Kaki mungilnya mulai menapak mendekati balkon setelah berhasil menggeser pintu kaca.

Mata cokelatnya tidak bisa berkedip begitu melihat sesosok anak laki-laki yang sedang sibuk dengan ukulele di sana. Alunan ukulele yang hanya sembarang dipetik membuat senyum tipis di bibir Grezella.

"Dia lucu dan tampan," gumam gadis itu sambil tersenyum. Ajaibnya, anak laki-laki itu langsung menatapnya, tangannya melambai sejenak sebelum akhirnya kembali sok fokus memetik ukulele miliknya.

°^°^°^°^°^°^°

"Mama, Grezelle nggak suka kamarnya!"

Grezella menatap saudara kembarnya yang merengek. Tangannya yang aktif memainkan barbie pun berhenti, dia berdiri mendekati Grezelle dan sang mama.

"Kenapa nggak suka?" tanya Rada dengan lembut.

Grezella tidak habis pikir dengan Grezelle, padahal kamar mereka sama. Tapi memang kamar Grezella terlihat lebih besar sedikit karena Papa-nya yang tahu jika Grezella gemar mengoleksi buku cerita.

"Aku mau pindah ke kamar Kakak. Kita tukeran, ya, Kak?"

Sebenarnya, Grezella ingin menolak. Selain lebih luas dan muat banyak, kamarnya sekarang tepat berhadapan dengan kamar anak laki-laki yang belum sempat dia kenal. Dia–

"Ya udah, kasih aja, ya, Kak? Nanti kamar di ujung bisa kamu pakai buat perpustakaan buku kamu," bujuk mama-nya yang berhasil membuat kepala kecil Grezella mengangguk patuh.

Dia hanya anak kecil yang bisanya patuh, meski di luar rumah dia lebih terlihat berani dibandingkan Grezelle yang pendiam dan asik dengan musik juga bukunya.

°^°^°^°^°^°^°

See you ya guys, semoga cepat di ACC ceritanya dan bisa publish.

Tenang, aku bakalan informasiin lagi kalo udah ready❤️

Nikmati cerita selagi on going ya besok🥺 jangan lupa subscribe nyaaa💛

Pertama publish di wattpad :

-24 Apr 2021

Publish setelah revisi :
-11 Apr 2022

See Me as Grezella (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang