MISTERI ORANG HILANG
EPISODE 3****
Mata sebagian, bahkan mungkin hampir seluruh dari kami membelalak. Mendengar kata kematian bagi siapa saja tentu mengerikan. Belum lagi soal listrik sekolah yang tiba-tiba padam.
"Yahahaha, gimana? Gelap, ya?" celetuk seseorang dari kegelapan. Aku otomatis mencari sumber suara. Mataku terpaku kepada sosok Bang Ghani yang nyengir tanpa rasa bersalah sambil berkacak pinggang. Dia adalah penjaga sekolah. Dasar iseng. Cengiran di wajahnya luntur saat melihat ekspresi kami.
"Kamu ini, Ghani! Cepat nyalakan listriknya!" seru Pak Pembina memarahi. Dia juga tampak syok dan terkejut dengan mati listrik yang tiba-tiba ini. Daripada itu, aku lebih penasaran dengan kakak kelas tiga yang masih meringkuk nangis di tanah.
Aku dan teman-teman yang lain mungkin bisa bernapas lega karena listrik yang padam ini hanyalah keisengan belaka. Mungkin memang seharusnya aku berpikir kalau ini perbuatan orang yang iseng, tapi mendengar kabar kematian ayahnya Syamsul membuatku jadi berpikiran buruk.
Kami disuruh duduk kembali. Aku melirik jejeran kakak kelas yang menahan tawa melihat Pak Pembina dengan marah bertanya kepada kakak kelas tiga itu. Ah, ternyata mereka ingin mengisengi beliau. Kenapa aku merasa lega, ya?
Dengan tangan yang gemetaran, kakak kelas tiga itu menunjuk ke arah depan yang berarti ada di belakang barisan. Aku melinguk cepat ke belakang. Sempat kaget dengan sosok pocong yang berdiri dengan cengiran kuda menghiasi wajahnya. Bisa kudengar teriakan histeris beberapa murid perempuan yang terkejut dibuatnya.
Aku mulai mengenali sosok ini.
"Bang Yudha!" pekik keras seluruh murid perempuan. Pemuda yang katanya putus sekolah itu didandani menjadi hantu bohongan. Sosok tampan yang menjadi idola seluruh murid perempuan termasuk Idah. Sering diberi hadiah dan makanan, apalagi kalau terlihat sedang menyapu halaman sekolah.
"Ini yang mati di tengah hutan?" tanya Pak Pembina dengan wajah yang makin merasa marah. Sedangkan kakak-kakak kelas di belakang tidak segan lagi untuk menyembunyikan tawa. Anak perempuan itu bangun dan membenarkan posisi hijabnya. Wah, totalitas sekali.
"Kirain beneran."
"Iya, prank ya ternyata."
"Jadi pocong aja masih ganteng!" teriak Idah yang disambut gelak tawa dari seluruh murid. Aku rasa bukan hanya diriku yang merasa lega mengetahui bahwa mereka hanya mencoba mengisengi kami.
"Siap gak nih, masuk hutannya?" tanya Bang Yudha.
"Haish! Diem kamu!" seru Pak Pembina. Aku kembali memperhatikan penjelasan Pak Pembina tentang apa-apa saja yang harus kami sebagai murid lakukan dan jangan lakukan. Sesekali aku melirik Bang Yudha yang sudah pergi jauh dengan berjalan kaki. Mana ada pocong berjalan.
"Sebelumnya. Dengan berat hati Bapak ingin mengumumkan bahwa salah satu dari teman kalian, Syamsul sedang berduka cita. Sang Ayah berpulang ke rahmatullah tadi pagi."
"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun ...," ucap hampir semua murid. Ria, Olla, dan Idah saling berpandangan. Benar ternyata kabar itu.
"Karena itu teman kalian, Syamsul tidak bisa mengikuti kegiatan persami dahulu. Semuanya, mari kita bacakan doa berdasarkan kepercayaan masing-masing agar yang meninggal bisa diterima di sisi-Nya dan yang ditinggalkan diberi ketabahan." Kedua tangan Pak Pembina menengadah dan berdua. Begitu juga dengan Idah, sedangkan Ria dan Olla mengaitkan jari-jari tangan mereka untuk saling menggenggam dan menempel. Membentuk kepalan di depan kepala. Aku mengikuti Idah.
***
"Masih gak nyangka, ya. Umur gak ada yang tahu, ih." Ria berjalan duluan di depanku. Jalur yang kami lalui ini kecil dan diapit pepohonan. Hanya bisa dilewati satu orang. Jika ada lebih dari satu orang harus berjalan beriringan depan belakang.
"Badannya utuh gak ada luka kan katanya Idah. Terus mati kenapa? Kalau serangan jantung ... kok di tengah jalan?" lanjutnya lagi. Pikiranku juga dipenuhi tanda tanya. Namun, tidak sekepo itu mengingat aku belum lama di sini dan tidak kenal banyak orang. Ria dan Olla juga berasal dari desa sebelah. Sekolahku muridnya berasal dari mana-mana.
"Ri, itu benderanya." Aku menunjuk pangkal pohon yang tidak terlalu tinggi. Sudah dapat tiga bendera berwarna kuning, merah, dan hijau. Sehabis ini kami berdua harus menyerahkan bendera ke pos penjagaan lalu difoto.
Mataku memicing kala melihat sebuah rumah gubuk berada di tengah hutan tersebut dengan kondisi seperti telah terbengkalai dalam waktu yang cukup lama.
Tidak juga. Sebuah lampu menyala sampai aku dibuat kaget.
"Kenapa, Mir?" Tanganku sigap memegangi lengan Ria sampai temanku itu memekik terkejut. Ada hawa merinding yang langsung merasuk ke tubuh. Ada perasaan tidak enak yang meluruh dan mendesak keluar. Ini rasa takut.
"Ri! Liat gubuk itu, deh!" suruhku. Ria mengikuti arah tanganku menunjuk. Ia juga memicing.
****
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
MISTERI ORANG HILANG
Mystery / ThrillerMira merasa janggal dengan daging hitam yang direbus ibunya saat dia tidak ada di rumah *** Sudah tamat di aplikasi "KBM App" dengan judul yang sama. Unduh dan baca cerita selengkapnya, sekarang 😎 Kalau mau versi cetak/novelnya juga ada, tapi masu...