Bab 3-Miskin yang Tenang

19 2 0
                                    

"Assalamualaikum, Pak, Bu." Sigit dan Danu berjalan memasuki rumah.

"Waalaikumussalam. Lama banget, emang berapa orang yang mengantre di sumur?" tanya Laksmini pada keduanya.

"Nggak juga sih, Bu, kayak biasanya," kata Sigit seraya menuangkan air ke dalam bak berukuran besar.

"Kayak biasanya gimana maksud kamu, Nu? Itu tadi rame banget, lho. Untung masih bisa mandi," elak Sigit.

"Emang biasanya gitu, Git."

Laksmini tertawa pelan. Melihat tingkah laku Sigit membuatnya gemas sendiri. Memang baru ini kali pertama Sigit menimba air di sumur umum dengan jarak yang cukup jauh dari rumah. Terlihat sekali dari raut wajahnya yang tengah dibanjiri keringat.

"Kamu capek banget, ya, Git?" tanya Laksmini.

"Iya, Bu, berat banget embernya," adu Sigit mengeluh.

"Jadi, lebih enak di sini atau di rumah?" Laksmini bertanya lagi.

"Hm ... di sini," ucap Sigit jujur.

Laksmini dan Danu tertawa. Sigit memang sering mengeluh, tapi hal itu tidak pernah membuat dirinya kapok tinggal di desa terpencil itu.

"Hari ini jadi ke rumah kamu, kan? Bapak nggak bisa antar, soalnya tadi dapat panggilan untuk ke sawah. Ibu sama Danu aja, ya, Git?"

"Iya, Pak, nggak apa-apa."

"Ya sudah gih, mandi dulu sana."

***

Perjalanan dari desa ke kota memang sedikit melelahkan, apalagi tadi Laksmini, Danu dan Sigit sempat berjalan kaki hingga akhirnya berhasil mendapatkan mobil yang dengan senang hati memberi tumpangan gratis untuk mereka.

"Huft, akhirnya sampai juga. Itu rumah Sigit, Bu," ucap Sigit seraya menunjuk ke arah sebuah rumah bertingkat tiga yang didominasi warna abu muda.

Laksmini dan Danu melotot sempurna. "Masyaallah, Git, rumah kamu bagus banget."

"Hehe, iya, alhamdulilah. Yuk, Bu, Nu, kita ke sana." Sigit, Laksmini, dan Danu mulai berjalan mendekati rumah mewah itu.

"Pak Selamet, ini Sigit. Tolong bukain gerbangnya, dong!" pinta Sigit sedikit teriak saat sudah berada di depan gerbang.

Tak lama kemudian, muncul seorang lelaki paruh baya yang menggunakan seragam lengkap layaknya satpam pada umumnya.

"Ya Allah Gusti, Den Sigit ke mana aja? Den nggak kenapa-kenapa, kan?" tanya Pak Selamet seraya meneliti seluruh badan Sigit. Pak Selamet terlihat sangat khawatir.

"Alhamdulillah, Sigit nggak papa kok, Pak. Oh, iya, kenalin, ini Bu Laksmini dan anaknya, Danu. Selama Sigit pergi dari rumah, mereka yang bantu dan jaga Sigit," tutur Sigit dengan senang hati memperkenalkan Laksmini dan Danu.

Pak Selamet tersenyum ramah. Kemudian ia segera mempersilakan Sigit, Laksmini, dan Danu untuk masuk.

Di dalam, terlihat seorang wanita paruh baya tengah asik mengepel lantai. Bisa dipastikan, wanita itu adalah Bi Minah—pembantu rumah tangga di rumah Sigit.

"Bi Minah," panggil Sigit. Bi Minah menengok ke sumber suara. Betapa terkejutnya ia melihat seorang anak yang sangat ia khawatirkan kondisinya beberapa hari ini.

"Masyaallah, Den Sigit. Den nggak—"

"Sigit nggak papa, kok, Bi. Nih, lihat aja, sehat, kan?" ucap Sigit berusaha meyakinkan Bi Minah.

Bi Minah mengembuskan napas lega. "Alhamdulillah kalau gitu."

Mata Sigit berusaha mengitari seluruh sudut ruangan. "Oh, iya, Bi, ini yang khawatir sama Sigit cuma Bi Minah dan Pak Selamet aja? Papa Mama ke mana, Bi? Mereka lupa kalau masih punya anak?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 19, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Asa DanuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang