Cerita murni dari otak Nana. Kalau ada kesamaan alur, tokoh, atau apapun itu mohon dimaafkan. Tapi serius ini cerita tentang Surat Dimas ya.
Dilarang menjiplak.
✨ 🌹✨
Sore saat itu setelah ashar. Dimas dengan motor kesayangannya berhenti didepan restoran seafood. Menjemput dan menunggu seseorang untuk diajaknya kuliner sore hari.
Seminggu lalu, Dimas melakukan rutinitas mengantar dan menjemput Mayra. Gadis mahasiswa semester tiga itu bekerja menjadi pelayan disebuah restoran seafood milik pamannya. Walau terkadang Mayra sudah bilang kepada Dimas jika dia tidak bisa makan dan mencium bau makanan seafood jangan menjemputnya, atau setidaknya jemput jika restoran sudah tutup.
"Kenapa gak nunggu tutup aja sih Dim?"
Cowok itu mencopot helmnya, menaruh dispion sebelah kanan. Lalu tersenyum manis memandang Mayra yang baru saja keluar restoran dengan grusak-grusuk.
"Sengaja, biar bisa lihat kamu kerja."
"Makanya masuk, biar ceta lihatnya. Kalau dari luar isinya asap doang."
Dimas terkekeh, bukan karena dia baru saja diomeli oleh Mayra. Tapi dia senang, karena gadis itu terus kesal sebab Dimas selalu keras kepala.
"Kulineran mau?" tawarnya.
"Boleh, aku juga belum makan sore."
"Sate Cak Udin?"
Mayra mengangguk. Lalu keduanya memutuskan untuk pergi dari restoran seafood. Beberapa kali Dimas harus menahan napas saat melewati restoran yang membakar seafoodnya diluar, membuat Mayra menatap Dimas dari spion mendengus khawatir.
Jalanan sore itu terlihat ramai dari biasanya. Mungkin efek weekend dan menuju malam minggu. Mayra bisa menjumpai sepasang kekasih yang terlihat bahagia duduk ditrotoar sambil menikmati wedang ronde.
Suasana seperti itu mengingatkan sekilas kenangan bersama Fatur, mantannya saat masih menjadi mahasiswa baru. Dimana Mayra dan Fatur menghabiskan waktu berpacaran di Mall ketimbang jalan-jalan malam seperti saat ini.
Lalu beberapa bulan kemudian bertemu dengan Dimas, sosok lelaki yang sering mengikuti seminar dikampusnya. Mayra kira saat berpapasan dengan Dimas, dia adalah pelajar SMA yang sedang ambis-ambisnya. Namun tak disangka ternyata Dimas mahasiswa semester 5 yang suka mencari waktu positif.
Stand milik Cak Udin memang tidak pernah sepi. Dimas punya selera tinggi soal rasa sate, dari berbagai kota dia bisa merasakan perbedaan rasanya. Berbeda dengan Mayra, menurutnya semua sate itu sama. Hanya yang membedakan porsi daging lebih tebal atau tipis.
"Mas Dimas, mau berapa porsi?" ujar Cak Udin mengipas-kipaskan sate.
"Kayak biasanya. Sambelnya dipisah, kecapnya dibanyakin, sama bumbunya jangan pelit."
Cak Udin tergelak. Sudah menjadi langganannya dua bulan akhir ini, Dimas selalu mendapat menu spesial dari Cak Udin. Tidak hanya dengan mereka, tapi bakul sate satu ini memang terkenal ramah dan tidak pelit. "Yang penting mah orang senang saya turut senang," ujarnya waktu itu.
Mayra melepas sepatunya, duduk disamping Dimas yang fokus membalas pesan dari temannya. "Kamu tadi absen lagi?"
Dimas melirik sekilas, "Sebentar ya."
Salah satu sifat yang Mayra kagumi dari sosok Dimas adalah bisa menghargai sesama. Mungkin tidak terlihat oleh beberapa orang, tapi Mayra sadari bahwa Dimas juga sedang melatihnya untuk bisa menghargai.
Cowok itu membalikkan ponselnya, melepas hoodie dan melipatnya rapi. Kemudian merubah duduknya menjadi berhadapan dengan Mayra. "Kenapa? Tadi tanya apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Dimas [TAMAT]
أدب الهواة[Upload sehari sekali. Bisa seminggu sekali juga] Direvisi kalau sudah end. Baca dulu sebelum ada tambahan. Terimakasih "Dimas, kamu tahu kenapa bapak selalu bilang untuk saling menjaga satu sama lain? Karena beliau pernah kehilangan orang yang ber...