11. Perkara Mirip NCT

187 63 52
                                    

Angga kalem kalau sama Dimas aja


✨🌹✨


Jamal melempar tas Yuda dikamar. Membiarkan tubuhnya terjatuh diatas kasur yang sudah menyusut dan tidak empuk. Dia bersumpah dan dendam pada karpet rumah sakit kemarin, tubuhnya jadi pegal-pegal gara-gara tidur dilantai menggunakan karpet yang tipisnya minta ampun.

Untungnya Yuda sudah boleh melakukan perawatan mandiri dirumah. Jadi Jamal bisa menyelesaikan tugas pengganti soal ujian hariannya kemarin. Tentunya sebagai ganti balas budi, dengan terpaksa Yuda membantu mengerjakan walau hanya sedikit.

Tak!

Jamal meringis saat dahinya tak sengaja terkena ujung benda yang Dimas lempar. Cowok itu bisa-bisanya terkekeh dengan wajah tanpa dosa sambil mencomot nastar yang Jamal memang sengaja simpan dari pemberian sang mantan terindah.

"Gak ada sopan-sopannya sama yang tua." cibirnya.

Dimas tersenyum menampakkan sederet giginya, "Makanya mandi! Badan lo bau bangke."

"Banyak komentar ya anda." sarkas Jamal membalik badan membelakangi Dimas yang membaca obat-obatan Yuda.

"Bang," panggil Dimas, "Lo udah tau?"

Hening. Jamal tidak menjawab apapun, dia hanya menaikkan bahunya. 

"Bang, gue tanya beneran."

"Diem lo ah. Gue capek." sahut Jamal cepat. Dia memejamkan matanya, ingin sekali tidur sejenak untuk mengistirahatkan pikirannya.

Dimas mendekati Jamal, ikut berbaring disamping cowok itu. "Gue harus minta maaf atau enggak?"

Seharusnya Jamal menjawab. Tapi cowok itu masih terdiam membelakangi Dimas yang sibuk membaca aturan obat milik Yuda. Sesekali Jamal menghela napas berat. Sejujurnya dia hanya ingin sendiri, menjernihkan pikirannya yang belakangan ini lumayan stres. Tapi emang Dimas doang yang gak ngerti keadaan alias kurang peka.

"Ngapain minta maaf? Lo seharusnya jelasin ini dari awal biar gue gak salah paham, bukan malah minta maaf pas udah kejadian." kalimat itu keluar dari mulut Jamal. Dengan pasrahnya dia duduk menyenderkan badannya di dinding. "Sejak kapan? Coba cerita ke gue."

Dimas menarik napas dalam-dalam, "Sebulan setelah gue lulus SMA. Gue lupa tepatnya kapan tapi waktu itu Yuda bener-bener ngebutuhin pendonor buat hatinya. Pihak rumah sakit juga udah cari dari mana aja tetep gak ada. Walau satupun bersedia tapi golongannya gak cocok. Terus gue iseng cari di google ternyata operasi hati bisa diambil sebagian, yang artinya gue donorin sebagian hati gue buat Yuda. Dan kebetulan golongan gue sama Yuda sama persis, ya lanjutannya gitu."

"Lo cerita santai amat. Sesingkat itu?"

Dimas hanya angguk-angguk.

"Gue pengen marah tapi gak ada gunanya. Malah berasa kayak orang egois kalau gue nyalahin kalian. Gue juga kaget aja kenapa dari kita berempat disini yang gak tau cuman gue, setidaknya kasih tau sebelum Yuda emang sering tumbang."

Jamal menepuk pundak Dimas, lalu berdiri catatan kecil dari saku jaketnya. "Gue gak sewaktu-waktu bisa nemenin kalian. Mungkin gak terlalu penting tapi gue seneng kalau lo ngehargain ini."

Dimas menerima mini book itu, "Gue juga ada ini. Dari fans sejati Jamaludin Sanjaya."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Surat Dimas [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang