Jakarta, Februari 2020.
Drap, drap,
"TEZAAAAA!!!!" Seru Ica, menuruni tangga dengan emosi. Kepala nya celingak-celinguk mencari keberadaan orang yang bernama Teza. Hingga akhirnya, mata nya menoleh ke dapur, di meja makan.
Ica segera berlari ke meja makan. Ada perempuan berusia sekitar 23 tahun yang sedang menyuapi anak batita di situ.
Perempuan itu menoleh ke Ica yang sedari tadi berteriak seperti toa.
"Kenapa sih Ca? Dari tadi berkokok mulu. Kalah saing ayam nya, kalo adu Kokok sama lu." Dengus Syifa, kakak satu-satunya.
Ica menatap nya dengan kesal. Kemudian pandangan nya beralih ke batita yang sedang asyik duduk di meja sambil mengemut ibu jari yang mungil nya. "Tuh, anak nya ngerusak-in PR Ica. PR yang seharusnya di kumpulin hari ini malah kena air liur nyaa!! Gantiin kak, pokoknya gak mau tau!!!" Ica mengembungkan pipi dan melipat kedua tangan di dada nya.
"Ya namanya juga anak kecil, belum genap satu tahun kali Ca. Lagi, ngapain juga ngasih buku tugas ke Teza?" Ucap Syifa, membela anak nya.
"Semalem dia nangis terus, yaudah Ica kasih aja buku buat coret-coret. Tapi Ica gak liat kalo itu buku tugas matematika. Akhirnya Ica tidur di kamar, ngebiarin dia main sama buku. Untung tugas nya gak kecoret. Padahal juga sebelum nya udah di kasih amanah, jangan di rusak!!"
"Tuh kan, salah sendiri. Mana bisa anak kecil umur segini bisa ngerti apa yang disuruh. Kecuali cilukba sama goodbye."
"Taulah, pusing. Nama nya doang Teza, tapi gak bisa di percaya!" Ica bahkan tidak mempercayai artikel-artikel yang mengatakan bahwa Teza artinya 'di percaya'.
Syifa geleng-geleng melihat tingkah laku adik nya yang makin hari makin ga jelas. "Udah sana berangkat, udah jam tujuh kurang 10 menit." Syifa memperingati.
Ica melirik jam tangannya. "Oh iya, yaudah Ica berangkat sekolah dulu." Ica mencium punggung tangan Syifa, kemudian menatap keponakan nya, Teza.
"Jangan di ulang lagi," ucap Ica, kemudian mencium kening Teza dengan rasa berkecamuk. Sayang, tapi juga kesel! "Onta berangkat dulu, Assalamu'alaikum!!" Pamit Ica.
Onta adalah panggilan keponakan nya untuk Ica, yang berarti ONty iCA. Karena anak kecil seperti Teza belum bisa mengucapkan huruf C, maka jadilah mengganti huruf nya dengan huruf T.
*****
"Aduuuuhhh, cepetan dong paakk!!" Ica dari tadi menggerutu karena dia sudah terlambat 5 menit. Satu-satunya yang paling ia hindari adalah telat. Mencari alasan agar pak Bambang; satpam sekolah nya mau membukakan gerbang, berurusan dengan guru, dan belum lagi harus mempersiapkan mental untuk mendengarkan ceramah dan celotehan kakak nya berjam-jam.
"Iya neng, sabar dulu," tukang angkot itu pasrah dengan pertanyaan Ica yang berkali-kali ia lontarkan. Padahal dia juga tahu kalau jalanan yang sedang di hadapinya sangat amat macet sekali pake banget.
Selang 5 menit kemudian, posisi angkot itu sudah berada tepat di depan sekolah.
"Berhenti, pak." Ica turun dari angkot, dan menyodorkan dua lembar duit bewarna kuning dan abu-abu. Dia buru-buru berlari.
Ica sebenarnya bisa saja meminta Syifa untuk mengantarkannya ke sekolah menggunakan mobil. Alasan nya naik angkot setiap pergi ke sekolah sederhana, karena ia tidak ingin merepotkan sang kakak, yang tentu saja mengasuh anak nya.
"Wadduh," Ica menepuk jidatnya dan mengumpat di salah satu pohon yang tidak jauh dari pagar. Dia menelan ludah nya dengan susah payah, dan di lengkapi dengan keringat yang mulai membasahi seluruh wajah nya.
"Segala ada Bu Retna lagi... YaAllah!" Lirih Ica, menarik kepala nya untuk bersembunyi kembali. Dia bingung ingin berbuat apa, kalau ia menunjukkan diri ke sana, yang pasti akan di hukum mati-matian dengan guru bahasa Inggris yang killer itu, tapi jika dia pulang, kakak nya pasti akan menanyakan kenapa pulang cepat.
Saat sedang memikirkan sesuatu agar dia bisa selamat, tiba-tiba pundak nya itu merasa di sentuh dengan tangan. Tentu saja dia kaget bukan main. Keringat dingin nya makin menjadi-jadi. "Mampuss.." Gumam Ica.
Ica mulai memejamkan mata, mulut nya komat-kamit membaca do'a. Dari Al-Fatihah, Al-Ikhlas, bahkan ayat kursi.
Ya Tuhan, buat lah hamba mu ini pingsan ya tuhan, kalau bisa, buat lah hamba mu ini menghilang!!, Batin Ica.
*****
"Segala pake terlambat lagi, padahal kan ini hari pertama masuk, ck ck ck" decak seorang laki-laki yang memakai seragam putih biru, dengan rambut depan nya yang hampir menutupi mata coklat nya.
Seketika, dia mendengar suara perempuan yang sedang meringis. Pandangan nya beredar ke segala arah, hingga menemukan sosok perempuan sedang bersandar di sebuah pohon.
Di lihat nya, perempuan itu memakai rok biru, hijab segiempat biru, baju putih, serta rompi berwarna biru. Sama seperti yang ia kenakan sekarang. Yaa, hanya saja ia tidak mengenakan jilbab dan rok panjang.
Tanpa basa-basi, laki-laki itu menghampiri nya. Dia dapat melihat wajah nya yang sangat manis, namun, tertutupi oleh raut wajah nya yang seolah sedang ketakutan.
Di pegang nya pundak perempuan itu, dan ia merasakan tubuh itu bergetar. Namun, gadis itu tidak menoleh selama 3 menit lamanya. Akhirnya, mau tidak mau dia membuka suara. "Lo ngapain di sini?"
Aneh, kok suara nya bukan bapak-bapak atau ibu-ibu?, Batin sang gadis.
Perlahan, kepalanya mendongak ke samping. Betapa terkejutnya dia melihat wajah laki-laki yang persis di hadapan nya. Dia akui laki-laki itu sangat tampan. Tapi dia hampir tidak bisa bernapas. Lalu ia menarik tubuh nya menjauh, dan berlagak seperti orang yang tidak tahu apa-apa.
"Sorry," ucap nya, ketika melihat perempuan itu seperti tidak nyaman. Dia melirik ke name-tag di seragam nya. Hanya terlihat satu nama dan kelas nya. Karena nama panjang itu lenyap oleh kerudung yang menutupi kepanjangan nya. "Raisa," gumamnya. "Nama Lo Raisa? Anak kelas IX-1?"
Ica akhirnya menoleh, mengangguk kecil. Sudah tahu kalau laki-laki itu melihat name-tag nya.
"Lo telat?" Lagi-lagi Ica mengangguk. "Mau masuk ke sekolah, gak?"
"Hah?" Ica tersentak. Berusaha mencerna kata-kata yang ia dengar barusan. Ica sempat melirik seragam nya, tetapi tidak ada name-tag di sana.
"Iya, mau masuk ke sekolah gak?" Tanya nya lagi.
Ica ragu-ragu untuk menjawab. Tentu saja ia ingin sekali masuk. Tapi..
"Yaudah, kalo gak mau gua tinggal."
"Tunggu," Baru selangkah cowok itu berjalan, Ica sudah memanggil nya. Dia membalikkan badannya.
Ica menatap jam tangan nya. Yang tadi nya hanya telat 10 menit, kini menjadi setengah jam! "G-gimana cara nya?" Tanya Ica, walaupun masih belum mengerti.
Yang di tanya tersenyum, dia malah menggenggam tangan Ica dan menarik nya agar mengikuti. Ica yang ingin menolak tidak bisa. Tenaga nya jauh lebih lemah.
*****
Gimana sama Prolog ini? Oke gak? Next gak nih? Jangan lupa untuk vote dan komen yang banyak-banyak para kawaan^_^
Ig : mirsyamldnti_17
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Farel.
RandomPerlahan, kepalanya mendongak ke samping. Betapa terkejutnya dia melihat wajah laki-laki yang persis di hadapan nya. Dia akui laki-laki itu sangat tampan. Tapi dia hampir tidak bisa bernapas. Lalu ia menarik tubuh nya menjauh, dan berlagak seperti o...